43 - Dua Tamu Dari Inggris

69.3K 7.3K 207
                                    

Ku double update khusus untuk hari ini...

Vote and Comment don't forget ya guys...

Enjoy Al dan Al!!

***

Suasana dalam ruangan kantor baru Aldrich di Primaganda Group tampak tenang. Meski belum menjabat sebagai CEO, ternyata Eyang sudah menyiapkan ruangan untuknya jauh – jauh hari. Aldrich tak bisa lagi mengelak saat Eyang memaksanya untuk ke kantor menggantikan beliau mengurus perusahaan karena pria tua itu beralasan ingin beristirahat.

Aldrich baru saja selesai menunaikan sholat dhuha dan bertadarus. Tak banyak, hanya dua lembar dari surah al-anfaal yang dibacanya. Sedikit asalkan rutin, lebih baik daripada yang sekali bertadarus langsung berjuz – juz, tapi tadarusnya hanya sebulan sekali, begitu kata Pak Kyai dulu. Berbuat baik itu mudah, tapi istiqomah-nya yang susah.

Tepat dua minggu sudah ia berada di Jakarta. Mengurus kantor dan mulai membantu Eyang di perusahaan keluarga. Dia mulai merindukan pesantren, tapi belum memantapkan hati untuk kembali kesana. Mungkin seminggu lagi, saat kondisi hatinya sudah lebih siap dari sekarang.

Aldrich tak lupa, hari ini adalah hari kepulangan 'sang bidadari' ke Al-Furqan. Kemarin sore Yusuf menelponnya dan mengatakan bahwa dia, Pak Kyai, dan Ummi Fatma saat ini sudah berada di Jakarta untuk menjemput Almeera. Aldrich belum bisa mengunjungi mereka karena sejak kemarin dia disibukkan dengan urusan Primaganda Group. Eyang sepertinya lupa diri dengan janji tiga bulannya, pria tua itu menyerahkannya proyek bernilai cukup fantastis yang membuatnya sakit kepala. Meski sudah terbiasa mengurus perusahaan dan bertemu orang – orang, tetap saja Aldrich merasa kewalahan karena belum terbiasa. Primaganda Group bukan Lixon yang hanya terfokus pada satu bidang usaha saja. Properti, hotel dan resort, pusat perbelanjaan, wahana permainan, pertambangan, dan sekarang mulai merambat ke bidang telekomunikasi. Aldrich hanya bisa berdecak tak percaya, bagaimana bisa Eyangnya mengurus perusahaan sebesar ini? Lihatlah, semua bidang usahanya berjalan dengan baik.

Luar biasa!

Berita kepulangan Almeera entah kenapa membuat Aldrich merasa 'lain'. Dia masih ingat tiga tahun yang lalu saat pertama kali Almeera meninggalkannya ke Inggris, malam – malamnya terasa begitu berat karena merindukan gadis itu. Suaranya, senyumnya, bahkan caranya melirik...semua itu membuat Aldrich nyaris gila. Jika diingat lagi, sekarang dia benar – benar malu pada dirinya yang dulu, merindukan seseorang yang bahkan belum berhak untuk ia rindukan. Meski ia tak munafik, sekarang-pun rindu itu tetap ada, tapi ia bersyukur, ia sudah punya cara untuk menanggulanginya.

Pintu ruangannya diketuk. Setelah dipersilakan masuk, ternyata Zidi yang mengantarkan dokumen berisi data penerima beasiswa Primaganda Association. Aldrich tak habis pikir, kenapa untuk urusan asosiasi Eyangnya juga harus turun langsung?

"Nama – nama penerima beasiswa ini sudah diseleksi oleh bagian humas, Pak. Pak Bramastya hanya mengecek ulang dan menandatangani. Tapi kalau untuk biaya kesehatan dan beasiswa calon mahasiswa kedokteran, itu ditangani khusus oleh dokter Adrian. Bapak tahu sendiri dokter Adrian, dia agak sedikit...err..."

"Maniak dengan orang – orang yang punya potensi sama sepertinya. I get that..." Aldrich memotong ucapan Zidi tanpa menoleh.

Zidi berdehem salah tingkah. Aldrich mendongakkan kepalanya. "Ada yang salah dari ucapan saya?" tanyanya.

"Eh, tidak Pak..."

Aldrich mengangguk seraya meraih map tebal yang tadi disodorkan Zidi. Tapi, baru terangkat sedikit, map itu kembali jatuh keatas meja.

"Bapak baik – baik saja?"

Aldrich terdiam. Ia menatap tangan kirinya dengan seksama dan membuat gerakan seolah sedang meremas sesuatu. Tidak sakit, hanya saja mendadak lemah dan seolah tak bertenaga. Kenapa lagi?

Assalamualaikum Almeera (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang