-Happy Reading-
~~~
Tet.....tet...
"Baiklah, mari kita akhiri pelajaran hari ini!" Ucap seorang guru wanita yang sudah bersiap-siap meninggalkan kelas ini.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua siang. Artinya, semua murid sekolah ini akan dipulangkan. Hal yang paling membahagiakan bagi kelas XI IPA 3. Pelajaran fisika yang perlu mengasah otak ini berakhir setelah 2 jam pelajaran. Mereka semua tak bisa diam sedikitpun. Bahkan saat menata barang-barang mereka, mereka akan bersenandung kecil yang membuat Bu Maya, Guru Fisika, jengah.
Untung saja Bu Maya adalah orang yang sabar. Jika tidak, Ia akan memberikan nilai yang buruk bagi semua anak murid kelas ini. Bayangkan saja jika dalam satu kelas hanya kurang dari sepuluh anak yang memperhatikannya. Lainnya hanya asik mengobrol dengan teman sebangkunya atau yang paling parah adalah saat Vira berlarian mengejar Gilang padahal dikelas masih ada Bu Maya.
Yang paling kelas ini takjub adalah saat Bu Maya tak melaporkan tindakan mereka ke guru BK. Padahal kejadian itu adalah yang paling memalukan bagi mereka, khususnya Toni yang melakukannya. Bu Maya tak marah saat tanpa sengaja Toni menarik jilbabnya hingga terlepas dan parahnya semua siswa menertawakannya tanpa terkecuali. Mereka juga beranggapan bahwa mungkin saja Bu Maya akan berhenti mengajar dikelas mereka setelah kejadian itu. Tapi kini nyatanya, Ia masih sabar mengajar mereka walaupun kadang Ia mengeluh sakit kepala.
Kadang-kadang mereka juga merasa kasihan padanya. Walaupun Ia lebih muda dari Bu Ratna tapi tetap saja Ia adalah sosok wanita yang lemah lembut. Sejak saat itu, kelas ini berusaha untuk menghormati Bu Maya lebih dari apapun di sekolahan ini. Mereka bahkan lebih menghormatinya daripada Bu Ratna.
Bu Maya akhirnya pergi keluar kelas setelah Andra menyiapkan teman-temannya untuk berdoa. Kebanyakan dari mereka membawa motor sendiri. Jadi tak perlu heran bila mereka akan ke parkiran bersama-sama.
"Kalian bakal ikut nonton turnamen futsal, nggak?" Tanya Gilang pada teman-temannya.
Saat turnamen futsal ini berlangsung, semua anak murid IPA 3 akan menonton mereka dan memberikan support agar dapat memenangkan pertandingan itu. Tak jarang juga jika atribut-atribut suporter milik mereka tersimpan rapi di lemari kelas.
"Kapan?" Tanya Vira sebelum memakai helmnya.
"Emm, kayaknya Minggu depan deh," jawab Gilang. "Ini juga tergantung sama Raka. Dia bisa atau nggak," sambungnya.
"Fighting!" Seru Sheila sambil mengepalkan kedua tangannya keatas. Ia memang sangat mendukung tim futsal kelasnya yang sudah beberapa kali menang.
"Kenapa nggak diikutin Popda aja?" Tanya Lisa sedikit bingung. Bukannya apa-apa. Tapi ini tergantung pada skill. Jujur saja, Lisa agak menentang keputusan Kepala Sekolah yang menyeleksi pemain futsal lewat ketinggian mereka. Padahal kelasnya lebih unggul dibandingkan yang lain.
"Nggak usah. Ngapain juga?" Jawab Gilang enteng. Ia memang paling tak suka jika berhubungan dengan sekolahan.
Akhirnya mereka satu-persatu memasang helmnya dan pulang kerumahnya masing-masing. Tapi saat Gilang hendak memutar balikan motornya, Ia melihat ada seorang gadis dan seorang pria yang tengah bergandengan mesra. Untuk beberapa saat Gilang terdiam, mencoba mencerna apa yang terjadi. Ia akhirnya tersenyum miris saat mata gadis itu menatapnya. Ini sudah kesekian kalinya gadis itu membohongi dirinya dan selalu didepan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD
Short StoryBagaimana jadinya jika dalam satu kelas semua muridnya terdiri dari berandalan-berandalan sekolah?