82. Kamboja Dukungan Pertama

4.3K 557 38
                                    

Defia Rosmaniar 🥋

Selama berminggu-minggu harus berpisah dengan Hanif, hanya bertemu beberapa kali, disela liburnya latihan. Sempat dibuat khawatir, takut-takut dia tidak masuk Timnas, Alhamdulillah hari aku bisa terbang ke Kamboja bersama Ibu, Mama dan Hisyam. Yang itu artinya, Hanif ada di tim nasional di bawah usia 22 tahun. Ya masih muda tapi sudah beristri, sementara teman se-timnya sudah one step closer tapi hanya di caption.

"Syam, mau tahu nggak?" Bisikku ketika pertama menginjakkan kaki di Kamboja.

"Apa? Pertama kali ke Kamboja tapi biasa aja? Biasanya ke Korea Selatan sih Teteh mah."

Ya memang beberapa kali ke Korea Selatan, kemarin di pertengahan Januari juga baru saja dari Korea Selatan beberapa hari saja. Tapi sejujurnya bukan itu maksudku, jadi hanya kupandang datar wajah Hisyam yang berjalan sejajar denganku.

"Kenapa?" Hisyam bingung.

Masuk ke dalam mobil dan tidak menjelaskan apapun. Terlanjur hilang mood buat cerita sama Hisyam. Memang Adik Ipar yang paling tidak peka.

"Teh, bawa bajunya Aa kan?" Tanya Mama begitu aku masuk ke dalam kamar.

Berhenti. "Bawa, Ma. Eh, kalau nggak lupa."

Panik sendiri jadinya. Karena aku belum punya jersey Timnas, jadi aku bawa jerseynya Hanif. Yang kemarin cuma punya jersey Arema yang belakangnya Mrs. Sjahbandi itu. Kali ini yang tampil timnas ya bisa dilupakan dulu klubnya untuk mendukung atas nama negara.

Menjatuhkan koperku, dan langsung membukanya di depan pintu, sampai-sampai ditegur Mama katanya nggak sopan buka koper di depan pintu. Habis panik banget kalau ketinggalan gimana. Seingatku memang ada di dalam koper, tapi tidak yakin aku mengingatnya dengan benar.

"Bawa masuk, Teh," gantian Ibu yang menegur sambil mendorong masuk koperku.

"Dasar udik!" Pekik Hisyam sambil berlalu pergi ke kamarnya.

"Ihhh, anak Mama kaya gitu? Pecat aja, Ma!" Balasku memandang Hisyam kesal.

"Gitu juga Adik Ipar kamu!" Balas Mama terkekeh kecil.

Kembali mencari, mengacak-acak koper yang sudah aku tata rapi dari rumah. Dan akhirnya aku temukan jersey Aa yang pastinya akan sedikit kegedean. Dari yang aku tahu, ini jersey yang dipakai untuk Asian Games tahun 2018.

"Alhamdulillah," pujiku tepat saat Mama dan Ibu masuk ke dalam kamar yang sama denganku.

Memandang lambang Garuda di jersey itu. Membatin bagaimana rasanya memperjuangkan Garuda dengan jersey ini? Pasti sama membanggakannya denganku ketika bertaruh tenaga untuk negara. Selain itu aku juga ingat betul bagaimana persiapan Asian Games menjadi titik awal kisah kami berdua.

Masa kecil boleh jadi kami sempat bertemu, sempat latihan renang bareng, sempat lihat Hanif main bola dengan Ayahku dan Ayahnya. Tapi dulu waktu kecil tidak pernah berarti apa-apa. Bahkan ketika Hanif harus pindah dan aku pun ke Bogor, kami tidak saling kenal lagi masa itu. Kembali mengenal ya waktu Asian Games dengan pertengkaran-pertengkaran hebat.

"Teh, kenapa sih?" Tanya Ibu padaku. Mungkin bingung melihatku mengusap jersey, melamun tanpa berkedip.

Tersenyum tipis. "Ingat waktu Asian Games aja, Bu. Ingat Teteh dulu sering berantem sama Aa. Selalu jadi hiburan buat atlet lain tapi jadi kebencian menggunung buat diri sendiri."

Mama ikut duduk di sebelahku.

"Sekarang malah kalau pisah sebentar rasanya rindu. Kaya baru kemarin, Bu, tapi ternyata sudah berjalan sejauh ini. Ibu sama Mama tahu kan? Ini pertama kalinya Teteh lihat Aa main bola secara langsung. Di Timnas lagi."

Wisma Atlet Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang