PROLOG

15 1 2
                                    

Kala itu menjelang petang di pusat keramaian tepatnya di jantung sebuah kota kecil, berlalu lalang ratusan langkah kaki dari anak anak yang girang berlarian, orang tua renta hingga wisatawan yang sengaja datang hanya untuk melihat keindahan kota tua ini. Kota ini memang memiliki banyak keindahan di setiap sudut tempatnya. Selalu ada kisah menarik di balik bangunan tua yang berbaur dengan desain kota masa kini.
Siapapun yang melihatnya pasti akan terseret dalam arus dimensi waktu. Sederhana dan sempurna.

"Allea..."
Sebuah suara berat namun tenang mengagetkan gadis sang pemilik nama itu. Membuyarkan lamunan gadis tersebut kala mendengarkan gemericik air yang berasal dari pancuran air di depannya.

"Apa kau baru saja memanggilku kak" tanya gadis yang bernama Allea itu seraya menoleh ke arah suara.

"Tempat ini indah bukan" tanpa menjawab pertanyaan Allea orang tersebut justru kembali berucap.

"Ah... ya kau benar kak, ku rasa ada banyak kebahagiaan di sini. Aku dapat mendengar banyak canda tawa, ramai dan menyenangkan" jawab gadis berambut hitam legam itu. Dari sorot mata coklatnya memperlihatkan banyak kebahagiaan. Samar samar terukir senyum tipis yang hampir tak nampak dari bibir mungilnya.

"Apa kau suka di sini?" Sosok dengan suara berat itu berucap lagi.

"Tentu saja" jawab Allea sambil mengangguk. "Bodoh ya aku... lahir, dan besar di kota ini selama sembilan belas tahun tapi baru hari ini aku benar-benar merasa hidup. Kemana saja aku selama ini? aku terlalu tenggelam dengan duniaku haha" lanjutnya dengan tawa yang menyiratkan kepahitan.

"Ini bukan salahmu Lea" suara berat itu kembali menyahuti, tangan sosok itu menggenggam erat tangan Allea. Allea seorang gadis belia berusia sembilan belas tahun dengan sedikit sentuhan keajaiban Tuhan membuatnya memiliki paras yang cantik. Rambut hitam legam dan panjang, hidung mancung, bibir yang mungil, pipi yang masih kemerahan merahan, kulit cerah dan juga sepasang mata berwarna coklat lengkap dengan bulu mata lentiknya. Sungguh menawan.

"Anggap saja ini adalah kejutan kejutan kecil yang Tuhan telah siapkan untuk mempermanis hidupmu, hidupku, hidup mereka, hidup kita semua" lanjutnya lagi dengan nada penuh penekanan pada kata kita. Dari sorot matanya semua tahu bahwa sosok itu amat menyayangi Allea.

"Hm....semoga saja begitu kak" Matanya kini sudah beralih ke arah depan tidak lagi melihat sosok disebelahnya. Menerawang jauh dengan tatapan kosong, tak tahu apa yang ada di pikirannya.

"Memang sudah seharusnya begitu Lea" jawab seseorang yang dianggap Allea kakak. Dia menghembuskan nafas yang panjang seraya merangkul dan mengelus elus pundak Allea untuk menguatkan gadis itu.

Sunyi. Hanya kesunyian yang tercipta setelah obrolan singkat itu. Di tengah keramaian keduanya sama-sama terlarut dalam diam. Hanya terdengar suara langkah kaki yang kian banyak dan ramai menandakan bahwa malam telah tiba. Kakak itu berdiri dari tempat duduknya lalu melangkah menghadap Allea.

"Mari ku antar kau ke bandara... jadwal penerbangan mu tidak lama lagi" tawarnya pada gadis yang masih duduk itu sambil mengulurkan tangan. Gadis itu mengangguk menyetujui. Lantas bangkit berdiri tanpa mengindahkan uluran tangan sang kakak dan berjalan mendahuluinya. Sang kakak hanya diam dan merasa bodoh telah mengulurkan tangannya lalu pergi menyusul Allea yang telah berjalan didepannya.

"Lea apa kau akan lama di sana?" tanya sosok yang punya suara berat itu lagi yang kini langkahnya menjajari Allea.

"Bukankah kau sudah tahu tujuanku kesana, dan apa kau takut akan merindukan ku kak?" Allea tak menjawab justru balik bertanya. Dengan nada usil gadis itu menggoda sang kakak.

"Tentu saja tidak" suara berat itu menjawab dengan santai.

"Hm baiklah, ku rasa sekarang kita ada di depan mobilmu kak, apa itu benar?" tanya gadis itu memastikan bahwa ia tak salah tempat.

"Iya Lea" jawab kakak itu sambil menuntun Allea menuju pintu samping kiri jok depan. Tanggannya membukakan pintu mempersilahkan Allea untuk masuk.

"Silahkan tuan putri"

"Terimakasih tapi aku bukan tuan putri" jawabnya sambil tersenyum, dia merasa seperti orang yang merepotkan dengan panggilan seperti itu.

"Sekarang masuklah dan aku akan menutupkan pintunya sekalian" sahut suara berat itu seraya mendorong Allea masuk ke mobil dan menutupnya. Dia lantas masuk mengambil posisi di sebelah Allea untuk mengemudi.

Dari dalam mobil yang membelah keramaian kota pada malam itu hanya terdengar alunan lagu-lagu yang bergenre pop dan jazz. Tak ada pembicaraan diantara keduanya. Allea sibuk menatap depan dengan pandangan kosong sementara orang disebelahnya hanya fokus untuk mengemudi.

Entah bagaimana caranya setetes air mata meluncur mulus membentuk parit kecil dari mata pemuda itu. Pemuda dengan mata yang terkesan dingin namun teduh itu. Pemuda dengan rahang yang tegas namun kalem itu. Pemuda yang dengan mudah mampu memikat hati setiap gadis di kota itu namun justru lebih memilih duduk diam bersama gadis biasa seperti Allea. Pemuda yang Allea panggil sebagai kakak itu. Pikirannya kacau. Perasaan sedih namun juga bahagia bercampur menjadi satu dalam hitungan jam. Cepat cepat dia mengusap air matanya setelah ia sadar bahwa dirinya tengah meneteskan air mata. Namun sedetik kemudian ia tertawa. Dalam hatinya ia mengerutuki kebodohannya karena mengusap air matanya itu karena tidak ingin gadisnya tahu padahal ia tahu betul bahwa Allea tak pernah melihatnya.

"Mengapa kau tertawa kak? Adakah hal lucu di jalan" Allea bertanya bingung akan sikap sang kakak yang tiba-tiba tertawa tanpa sebab.

"Eh iya Lea itu tadi ada badut di pinggir jalan sedang atraksi namun gagal, aa-apa kau lihat tadi Aha...ha...ha...lucu sekali bukan" jawab pemuda itu mengasal di sela tawa yang dibuat buat.

Allea tak menjawab justru membisu. Hatinya sakit mendengar jawaban sang kakak. Kata apa kau lihat tadi terus terngiang di telinganya seperti ribuan jarum yang ditusuk tusuk, menghujami hatinya.

Seharusnya tak akan sakit seperti ini rasanya. Bukankah aku juga sudah sering mendengar ejekan yang bahkan lebih buruk dari ini. Batin gadis itu dalam diam. Sementara pemuda itu bersyukur karena Lea tak menanggapi dan memilih diam.

***

Pemuda itu mengantarkan Allea menuju pesawatnya yang akan lepas landas dalam sepuluh menit lagi. Sepanjang jalan ia menggenggam tangan Allea seperti takut akan kehilangan gadis itu dalam waktu yang lama. Tanpa dia duga Allea melepaskan genggamannya dan malah memeluknya hangat. Hatinya damai kala itu.

"Lea" ucap pemuda itu menggantung. Tangannya sibuk mengelus-elus kepala Allea. "Aku akan sangat merindukanmu nanti jagalah dirimu baik baik di sana jangan lupakan aku, aku menyayangimu" lanjut pemuda itu dan langsung mencium kening gadis muda tersebut. Tanpa menunggu jawaban dari Allea pemuda itu langsung melepaskan pelukannya dan berjalan pergi menjauh. Dalam hatinya ia ingin menjerit mengatakan bahwa ia sebenarnya tak sekedar menyayanginya namun juga mencintainya. Tapi ia terlalu takut untuk sekedar berucap aku mencintaimu.

Allea hanya diam tak bergeming. Ia masih kaget akan perlakuan pemuda yang mempunyai suara berat itu. Dalam lubuk hatinya ia merasa bahagia mempunyai seseorang yang dengan tulus menyayanginya.

Aku juga menyayangi mu kak Elok. Terimakasih telah membuatku hidup.

Gadis itupun mengulas sebuah senyum di bibir mungilnya. Lantas berbalik dan berjalan memasuki pesawatnya. Tanpa Allea sadari pemuda itu mengawasi dari kejauhan dengan tatapan hancur sekaligus bangga.

================================

Hai para wattpadlovers
Terimakasih telah membaca karya gue yg ngebosenin wkwkwkwk, jangan lupa ninggalin jejak ya. Te amo:)

Salam Rahasia
Author

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 08, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ALLEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang