BAGIAN PERTAMA
BEBERAPA TAHUN SILAM.
Siang ini aku melihat anak berusia 7 tahun berjalan kesebuah rumah Yayasan. Ia datang dengan seorang perempuan paruh baya. Anak itu mempunyai rambut terikat rapih kebelakang, giginya ompong, kulitnya kecoklatan.
Anak itu membawa boneka beruang berwarna coklat muda yang sedikit lusuh dan kotor di tangan kirinya. Tangan kanannya di genggam oleh seorang perempuan paruh baya yang membawanya kesebuah rumah Yayasan Panti Asuhan.
Sesampainya disana mereka di sambut dengan Ibu Indah dengan ramah. Ibu Indah adalah pemilik Yayasan tersebut. Sudah hampir 10 tahun yayasan ini di dirikan dan sebagian besar anak yang tinggal disini adalah anak jalanan yang terlantar yang dikumpulkan oleh Bunda Indah, sapaan untuk anak-anak di Yayasan tersebut.
Bunda Indah paham bahwa semua anak sama dengan mempunyai kesempatan yang sama didunia ini. Itu yang di terapkan Bunda Indah untuk mendirikan Yayasan Panti Asuhan ini. Yang mulai mengumpulkan dan mendidik beberapa anak saja saat memulai membuka Yayasan. Hingga pada akhir ada beberapa sepasang suami istri yang ingin mengadopsi anak dari Yayasan ini. Tidak sedikit juga pasangan suami istri yang berminat untuk mengambil anak dari Yayasan ini untuk dijadikan anak angkat mereka.
***
Aku duduk di sebuah gubuk kecil yang berada di samping Yayasan itu. Ku pandangi dengan cermat. Sedikit mencuri dengar dengan percakapan Bunda Indah dengan perempuan paruh baya itu. Bahwa ia ingin menitipkan anak bergigi ompong itu ke Yayasan ini. Bunda Indah masuk kedalam Yayasan yang disusul oleh perempuan paruh baya tersebut.
Anak bergigi ompong itu menengok ke arahku. Mata kami bertemu tatap. Ia menghampiri. Dengan berlari-lari kecil sambil memegang boneka beruang bewarna coklat yang tak tau ia dapat dari mana. Bonekanya terlihat lusuh dan sedikit kotor. Aku bingung dan gugup. Aku mencoba menyibukkan diri. Melihat-lihat pemandangan sawah yang ada di hadapanku.
"Hai?" Sapanya padaku.
"I...iya." Jawabku singkat, lalu menengok kearahnya.
"Kamu sedang apa?"
"Tidak sedang apa-apa. Hanya duduk."
"Mau main denganku? Aku membawa Putri Elena." Ia menyodorkan dan memperlihatkan boneka beruangnya padaku.
"Aku tak suka bermain boneka." Jawabku menolak.
"Atau mau main mobil-mobilan? Main masak-masakan?"
Aku mulai risih dengan anak perempuan ini. Aku bergegas berdiri dan beranjak dari gubuk itu. Tanpa menatapnya, aku langsung berlari masuk kedalam Yayasan. Kutemui Bunda Indah yang sedang berbincang di ruang tamu dengan perempuan paruh bayah tadi.
"Ehh sini, sayang." bunda Indah memanggilku. Lalu memelukku.
"Bima, kamu akan punya teman baru. Bima senang?"
"Siapa Bunda?" Jawabku heran.
Bunda Indah menunjuk kearah pintu. Nampak seorang anak perempuan dengan boneka beruangnya. "Itu dia. Sini cantik."
Anak itu mendekat kearahku dan Bunda. Aku malu. Aku bersembunyi di belakang Bunda dengan mengintip sedikit saat anak itu mulai mendekat.
"Bima, ini kenalin. Namanya Nara, cantik ya?"
Aku tak menjawab. Aku masih saja bersembunyi di balik badan Bunda.
"Halo. Namaku Nara, umurku 7 tahun. Aku hobi bermain boneka. Cita-citaku ingin menjadi dokter." ucap Rara memperkenalkan diri.
"Wah pinter sekali." takjub bunda sambil mencubit kecil kedua pipi Nara.
Anak itu tersenyum salah tingkah. Perempuan paruh baya itu pamit kepada Bunda Indah selesai salaman. Bunda Indah mengantarkannya sampai keluar. Meninggalkanku berdua dengan anak bergigi ompong ini.
"Nama kamu siapa?" Tanyanya sambil menghampiriku.
"Na...na..ma.."
"Oh nama kamu Nama?"
"Bukan itu bukan." Jawabku gugup.
"Terus nama kamu siapa?"
"Na...nama aku Bima." Kemudian aku berlari menuju kamar dan menutup pintu rapat-rapat.
Aku terdiam di belakang pintu. Terduduk lemas. Menenangkan diri sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Yang Hilang
Short StoryKau masih lagu-lagu yang sering aku nyanyikan. Kau bukan hanya orang yang ingin aku bagi ketika aku mendapat kebahagiaan. Kau adalah momen-momen bahagiaan yang pernah aku bayangkan. Kau masih doa-doa yang sering aku panjatkan. Mata yang ingin aku t...