Pohon tak berbuah didepan rumah Mey terlihat basah oleh rintikan hujan yang turun semalaman. Pagi ini masih sama, langit masih menangis. Entah apa yang ia tangisi, mungkin karena kekecewaannya terhadap para penghuni bumi. Entahlah.
Mey membenarkan selimutnya untuk beberapa saat, lalu menidurkan dirinya kembali. Kepalanya masih terasa sangat pusing, mungkin efek seharian kemarin menangis. Matanya sembab, bahkan rasanya sangat susah untuk dibuka.
Kamarnya terkunci rapi seharian kemarin, sang mama mengerti apa yang terjadi dengan anaknya. Jadi, ia membiarkan Mey untuk sendiri terlebih dahulu.
Kesadaran Mey terusik oleh suara alarm yang kuat. Matanya bersusah payah membuka, secercah cahaya ia temukan dilangit kamarnya. Suhu dingin membuat tubuhnya tidak ingin terbangun, suara rintik hujan yang tak beraturan semakin melengkapi pagi ini.
Hatinya masih kelu, tak berasa. Bayangan kamarin tidak pernah hilang dari pikirannya. Tangan kanan Mey meraba-raba mencari benda pipih miliknya. Hingga akhirnya Mey menemukan handphone yang berada dibawah bantal tidurnya.
Mey mematikan alarm yang sempat membuatnya bangun terpaksa pagi ini. Ia mengecek handphonenya, ada 53 panggilan tak terjawab dari Pak Bim. Rasanya seperti ada yang aneh, benar. Ada sesuatu yang berbeda dari hati Mey, tak seperti biasa.
Matanya memerah, rasa sakit itu tak bisa secepatnya pergi dari hatinya. Masih sangat membekas. Ini lebih sesak dari kemarin.
Mey mengusap air mata yang sempat keluar membasahi pipinya. Ia harus tetap menjalani hidupnya. Tidak bisa hanya karena seseorang ia lupa akan tujuannya hidup.
Mey melihat panggilan-panggilan dari Pak Bim hanya berlangsung sampai malam hari, dan untuk pagi ini Pak Bim sama sekali tidak menghubunginya.
Mey terus bertanya, siapa perempuan kemarin? Ia ingin sekali mendengar penjelasan dari Pak Bim, tapi rasanya sangat sulit sekali menemui Pak Bim. Sebelum Pak Bim sendiri yang menemuinya.
Perempuan itu seperti yang ia temui dengan Ajun kemarin lusa. Benar. Itu adalah perempuan yang sama.
Untung saja ujian nasional sudah berakhir, ke sekolah ataupun tidak terserah siswa sekarang, jadi Mey bisa menenangkan hatinya. Ia akan berada dirumah seharian ini. Itulah rencananya. Mey terduduk lemas, ia membenarkan rambut-rambut yang menghalangi pandangannya. Air mata Mey tak terasa meluncur kembali membasahi pipinya.
Rasanya benar-benar ada yang aneh. Meskipun dirinya belum bisa menerima kenyataan pahit ini, tetapi dalam hatinya yang paling dalam ia masih ingin menerima penjelasan dari Pak Bim.
Tetapi, pagi ini belum ada sama sekali panggilan dari Pak Bim. Sudahlah.
Mey berjalan menuju kamar mandi, ia ingin membasuh wajahnya agar lebih segar. Mey melihat dirinya dari pantulan cermin, betapa miris nasibnya. Baru saja ia menemukan seseorang yang bisa membuatnya merasa istimewa, tetapi rasa beruntung itu langsung hilang seketika.
Mey membasuh wajahnya, berbicara sendiri kepada dirinya. Seseorang yang ia cintai telah kembali semu dalam hidupnya.
Mey mendengar suara motor yang cukup keras di bawah sana, ia yakin kendaraan itu berhenti tepat di depan rumahnya. Mey membuka jendelanya, memastikan siapa yang datang. Dengan hati yang masih tertekan, Mey menghela nafasnya. Ajun mengunjunginya, untuk apa?
Tidak lama setelah itu, ia mendengar suara ketukan pintu yang tertuju pada kamarnya. Mey membuka pintu kamarnya, benar saja sosok pria dengan kaus putihnya berdiri tegak di depan kamar Mey.
"Boleh gue minta waktu loe sebentar Mey?" tanya Ajun.
"Kita ngobrol di ruang tamu aja." balas Mey pada Ajun.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are Different [TAHAP REVISI]
Ficção Adolescente[Selesai] DiFollow dulu yaaa..☺ . Seseorang bisa saja terlihat sempurna secara fisik. Tapi, tidak semua orang melihat kesempurnaan dari fisik. Mungkin, aku adalah salah satunya. Aku melihat seseorang dari matanya. karena, mata yang akan menjelaskan...