Mimpi Kembali

62 3 2
                                    

"Haaaaah. . .Hah hah hah", aku tersontak bangun dari tidurku dengan nafas yang masih terbata-bata, aku duduk bercucuran keringat disepanjang tubuh dengan tangan sebelah kiri menopang setengah berat tubuhku dan tangan kanan mencoba untuk mengusap-usap mukaku. Dengan kesadaran yang belum sepenuhnya pulih ku merenung sekejap sambil memukul-mukul kepala ku. "Kenapa mimpi itu muncul lagi, persetan dengannya".

Ku lihat jam di hp yang berada di atas meja di samping tempat tidurku. Jam sudah menunjukkan pukul 06:30. "Shit aku terlambat!!".

Yap, aku terlambat untuk ke sekolah, berbeda dengan sekolah lain yang berada di luar negeri, di Indonesia, pembelajaran dimulai dari pukul 07:00. Dengan sigap aku beranjak dari tempat tidurku dan pergi ke kamar mandi. Dengan kecepatan kilat, aku menggosok tubuhku dengan sabun ke seluruh tubuh, tentu saja penisku termasuk didalamnya. Setelah selesai dengan mandiku, ku pakai seragam biru putih yang sudah aku siapkan semenjak tadi malam. Aku keluar dari kamarku yang berada dilantai dua menuju ke ruang makan yang berada dilantai satu. Dengan setengah berlari menuruni anak tangga, aku mendengar suara pria paruh baya yang memanggilku dari ruang makan. "Pagi son".

Yap, dia adalah ayahku, Mr. Renail Reyes, pria berumur 35 tahun dengan otot yang melekat ditubuhnya, pantas saja mendapatkannya, hampir setiap hari dia pergi ke gym untuk melatih setiap gerakan yang akan membentuk otot-ototnya.

(My dad and my grandpa)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(My dad and my grandpa)

Jika kalian bertanya kenapa mukanya bukan muka indonesia, jawabannya adalah karena kakekku merupakan bangsa belanda yang tinggal menetap di indonesia dan menikahi seorang warga pribumi bersuku melayu. Mungkin karena gen kakek saya lebih kuat dari nenek sehingga perawakannya mengikuti wajah kakekku.

Pria yang kerap disapa pak ray oleh rekan kerjanya itu sedang mengoles-oles roti dengan selai kacang sambil menatap kearah mataku. Ku pelankan langkahku menuju keruang makan yang berada tepat di bawah tangga rumah. Ku sahut sapaan ayahku dengan nada yang kurang semangat, "hmmmp".

"Duduk dulu, terus makan habis itu kita pergi ke sekolah, masih ada beberapa berkas yang ingin ayah beri ke sekolah barumu ini". Perintah ayahku menyuruhku untuk sarapan.

Aku duduk di kursi menatap piring yang masih kosong, menunggu roti yang disiapkan oleh ayahku. Ayahku yang berada di seberang meja datang menghampiriku dengan roti yang sudah disiapkannya. Diletakkan roti tersebut ke piring kosongku. Dan tiba-tiba. . . .

'Buk' tangan ayah menyentuh bahuku, sontak ku hentakkan tanganku ke meja 'brakk!!'. Suasana hening seketika, ayah pun kembali ke kursi makannya yang berada di seberang kursi makanku. Tanpa sepatah katapun, ayah memulai memakan sarapannya. Aku pun demikian.

Setelah roti yang awalnya berada di piring ayah habis, barulah ayah mencoba membuka suaranya "kamu kenapa sih, ini udah cukup lama kamu berkelakuan seperti ini. Dulu kamu tak pernah bertindak kurang ajar kaya gini sama ayah, kalau lama-lama kamu seperti ini terus, ayah bisa stress mikirinnya. Kalau ada apa-apa itu cerita, kamu juga sudah pindah ke lingkungan baru, come on kembalilah seperti putra ayah dulu." Terdapat suara khawatir yang dikeluarkan oleh ayahku.

"maaf kan danniel yah" dengan sedikit kata yang kuucupkan menunjukkan bahwa betapa menyesalnya aku bersikap kurang ajar ke ayahku sendiri.

Aku anak satu-satunya dalam keluarga reyes, yang bernama danniel reyes. Aku hidup bersama ayahku tanpa diasuh oleh seorang ibu, aku tidak tau dimana dia berapa, tapi menurut pengakuan ayah, ibu pergi meninggalkan kami berdua untuk mengejar karir modelingnya di luar negeri. walaupun begitu, aku tidak pernah merasa rindu, menurutku buat apa merindukan orang yang tidak pernah menginginkanku, toh ada ayah yang selalu disisiku dan kurasa itu sudah lebih dari cukup untuk mengisi cerita dihidupku yang mungkin akan ku ceritakan oleh anak-anakku kelak. Aku juga memiliki trauma yang mendalam saat aku berada di sekolah lamaku, trauma tersebut berasal dari orang-orang brengsek yang bahkan aku tidak ingat wajahnya. Kelakuan mereka yang sangat bejat membuatku shock berat secara batin maupun tubuhku. Kejadian tersebut membuat otakku seakan berhenti mencari tau apa yang sedang terjadi, anehnya walaupun aku melihat wajah mereka tapi aku tidak bisa mengingat bagaimana wajah jelek mereka, yang bisa kuingat hanyalah perbuatan bejad mereka yang merusak separuh hidupku. Karena mereka aku memiliki body shock yang saat disentuh terutama oleh pria, membuat tubuhku bergetar ngeri saat ada sentuhan yang entah dari siapapun menyentuh tubuhku, otakku juga seakan menolak untuk mengikuti perintah, yap aku hilang kontrol akan tubuhku. Karena trauma tersebut juga aku diharuskan pindah ke daerah dan juga sekolah, jika tidak aku tidak akan pernah masuk sekolah lagi. Ayahku kiranya sudah berjuta kali bertanya apa yang terjadi, sudah puluhan pskiater juga sudah didatangkan, tapi semua itu sia-sia. Mulut ku bungkam seribu bahasa, aku menutup erat-erat rahasia atas insiden yang kualami. Mau tidak mau kami akhirnya pindah ketempat baru berharap semua akan terlewati, dan body shock yang aku alami dapat disembuhkan.

Kami berdua sudah selesai menghabiskan sarapan kami dan kami beranjak menuju mobil untuk berangkat ke sekolah baruku yang jaraknya sekitar 20 menitan dari tempat ku menetap sekarang. Berharap sekolah baru tersebut menjadi obat secara tidak langsung untuk melupakan hal-hal yang kudapat saat di sekolah lama.

Keadaan begitu sunyi di dalam mobil, hanya suara radio pagi yang berusaha untuk meramaikan suasana. Kulihat jalan tidak begitu ramai dengan kendaraan, padahal hari ini adalah hari senin yang notabennya pasti ramai dengan para pekerja yang berlomba untuk sampai ke tempat kerjanya, mungkin karena kota yang kutinggali sekarang tidak begitu besar sehingga tidak terlalu banyak perusahaan yang bersarang di kota ini.

Kulihat sekeliling jalan sambil mengahafal jalan-jalan yang akan ku lewati setiap hari. Dengan tangan kiri menopang dagu dan menyandar searah dengan kaca mobil, tak jarang ku menutup mata menghayati lagu yang di sediakan oleh radio setempat. Tapi kurasa ada yang aneh, aku mendengar suara terisak-isak seolah seseorang menahan tangisannya. Kucoba mencari asal suara tersebut, kutoleh kepala ke kanan dan betapa terkejutnya aku melihat air mata ayah sudah berjatuhan mengiasi pipi merahnya. Kutatap terus ayah, ingin sekali rasanya ku usap air mata ayah dan bertanya apa yang membuat ayah begitu bersedih seperti ini, tapi rasanya begitu berat untukku melakukannya, padahal ku tau saat ini ayah pasti membutuhkan seseorang untuk memeluknya dan mengatakan kalau semua ini akan baik-baik saja. Saat rasanya keberanianku untuk memeluk ayah terkumpul, tiba-tiba ayah mengeluarkan kata-kata yang sangat menusuk hatiku begitu dalam.

"I'm sorry son, maafkan ayah. Seharusnya semua ini tidak terjadi pada putra ayah. Coba saja ibumu tidak pergi meninggalkan kita, pasti hidup kita berdua tidak akan seperti ini, maafkan ayah yang sudah gagal menjadi kepala keluarga". Tangan kiri yang tadi memegang stir mobil berpindah ke matanya untuk mengusap air mata yang sudah terlanjut jatuh membanjiri pipinya.

Aku paling tidak bisa melihat orang yang kusayang menangis, persetan dengan body shock yang kumiliki. Dengan sigap ku memeluk ayah yang sedari tadi terus mengeluarkan air matanya. "Ayah jangan bicara seperti itu, danniel tau ayah pasti rindu dengan ibu, tapi danniel tak akan meninggalkan ayah. Danniel sayang sama ayah, maafkan sifat danniel yang membuat ayah kecewa, danniel janji danniel akan berusaha menyelesaikan masalah danniel dan akan menjadi danniel yang seperti dulu lagi", tanpa sadar air mataku turut jatuh membasahi kemeja ayah.

Ini merupakan kejadian paling memilukan dalam hidupku. Tangan ayah yang tadinya berada di wajahnya untuk mengusapkan air matan sekarang berpindah ke kepalaku dan mengusap-usapnya dan ayah mencium rambutku yang berwarna hitam itu.

"Dad, can i ask something. Please dont leave me alone whatever happen to me, jika danniel tidak bisa menyelesaikan masalah danniel sendiri dan keadaan danniel tidak membaik bahkan memburuk, danniel minta ayah untuk tidak meninggalkan danniel seperti yang ibu lakukan". Ku eratkan lagi pelukanku yang melingkar di tubuh ayah. Rasanya begitu nyaman hingga aku tidak ingin berpindah dari posisi ini.

"I'm promise son. Ayah tidak akan meninggalkan danniel apapun yang akan terjadi". Tangan ayah berpindah dari kepalaku ke bahuku dan merangkulku dengan lembut. "Hei hei, see. Kamu udah agak berubah sayang. Sekarang kamu sudah mau memeluk ayahmu ini. Ini bagus son, ayah senang lihatnya". Muka ayah yang tadinya sedih berubah menjadi tampan dengan senyumannya.

===============
Cast danniel belum gua tetapkan soalnya cari pict untuk danniel sekarang dan nanti belum nemu yang cocok

Tidak TersentuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang