02. Captain Stefan Avery

837 105 4
                                    

Note : William itu Stefan (William nama pemberian Yuki karena Stefan lupa ingatan)

.
.
.

Sean melangkahkan kakinya dengan berat menuju sebuah ruangan. Ketika sampai pada ruangan itu dan membuka pintu, ia mendapati seorang pria paruh baya tengah duduk menantinya.

"Kau sudah datang?" Pria itu menyambut kedatangan Sean dengan sebuah pertanyaan berbasa-basi.

Mengangguk pelan, melalui gesture tubuh itulah Sean menjawab. Tanpa menunggu perintah dari sang empunya ruangan, ia segera duduk berhadapan dengan pria itu -Foster, namanya. Atasannya dan juga Fred. "Aku membawa apa yang anda inginkan."

Seulas senyum terukir diwajah Foster. Binar puas terpancar dari sorot matanya yang menakutkan. "Berikan pada ku."

"Ini." Sebuah amplop coklat segera tersodor di hadapan Foster.

Dengan gerakan cepat Foster segera membuka isi amplop coklat itu, mendapati serentetan kertas berisi biografi beberapa orang yang ia inginkan. Binar puas semakin terpancar. "Ini lengkap semua." Gumamnya sembari menilik satu-persatu biografi itu hingga akhirnya, tatapan matanya terkunci pada sehelai kertas biografi milik Stefan Avery. "Jadi, salah satu yang membahayakan posisi ku adalah kapten Stefan Avery?" Gumamnya pelan walau masih dapat terdengar jelas oleh Sean.

"Ya." Sean membenarkan. "Dia seorang mata-mata. Lulusan terbaik akademi militer. Dilatih dan di persiapkan dengan metode pelatihan brutal. Berkat didikan itu serta kejeniusannya, dia berhasil lulus dengan nilai sempurna dan diterima di dinas intelegent."

Dahi Foster seketika mengernyit, pria itu sepertinya menyadari sesuatu. "Jangan-jangan..."

"Ya, anda benar." Sela Sean. "Kapten Stefan Avery merupakan putra tunggal dari sekretaris negara, Clin Avery. Secara tidak langsung keberadaan kapten Stefan bisa jadi merupakan kepentingan negara juga. Memata-matai lawan, mencuri informasi rahasia negara lain dan yang terakhir bisa kita simpulkan, kapten Stefan Avery terlibat dalam pembunuhan orang-orang yang mencoba menggulingkan pemerintahan kepala negara."

"Brengsek." Umpat Foster penuh dengan aura kemarahan yang menyelimutinya. "Kenapa aku baru menyadarinya."

Sean yang telah mengetahui eksistensi Stefan, hanya bersikap tenang dengan wajah datarnya.

"Tunggu, apa sejak awal kau mengenal anak lelaki tua itu?"

Tanpa ragu, Sean membenarkan. "Kami merupakan rekan se team saat bertugas di Afganistan."

Tiba-tiba Foster tertawa sinis. "Ini menarik. Mungkin akan lebih menyenangkan jika dia berakhir di tangan rekan se team-nya." Ucapnya. "Aku memberi mu waktu satu bulan. Temukan dan bunuh dia."

Terkejut, tentu saja di alami oleh Sean namun dengan sigap lelaki itu kembali memasang wajah datarnya. "Baik, tuan." Jawabnya singkat.

"Hei. Jangan melamun!" Tepukan Sarah -istri Sean- membuat Sean kembali ke alam sadarnya. Lelaki itu berbalik mendapati sang istri yang tengah mengandung tujuh bulan sedang membawa sebuah nampan berisi beberapa potong sandwich.

"Ini, makanlah. Aku tidak tahu kau akan pulang secepat ini. Jadi, hanya sandwich ini yang bisa ku buatkan untuk mu."

Sean memandangi sandwich itu membuatnya lagi-lagi menelan kisah pahit yang ia ingat tentang kisahnya dan Stefan.

"Hei, apa kau selalu bersikap paranoid? Ini makanlah, kau belum makan apapun sejak misi berakhir."

STEFAN & YUKITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang