Aroma biji kopi dan desis bunyi mesin kopi menyambut siapapun yang datang kekafe yang berada diujung jalan Ciheleut, sebuah daerah di kaki gunung Salak. Jangan bayangkan bahwa udaranya sedingin lembang, tapi tidak sepanas Jakarta.
Kota yang menjadi tempat kembali bagi seribu orang yang mengumpulkan pundi pundi uang di Jakarta, Bogor.
Seorang pelayan dengan seragam putih dan apron coklat tua menghampiri meja dibelakang seorang wanita dengan hijab casualnya yang sejak tadi merangkai setiap batang bunga untuk ditata disebuah meja.
“Caramel Machiato dan Teh Camomile nya mbak, plus dua cookies tubie”
Untuk sejenak wanita itu menghentikan aktifitasnya dan memberi senyum dengan mata segaris, “makasi mbak, cookies tubie nya free nih”
“free, untuk pelanggan setia Polo Polo Cafe” ujarnya sambil kembali ke bar kopi.
“Sya.. ini di ambangin aja? Terus buket bunga buat Rani udah dikirim belum?” seseorang yang baru kembali dari meja yang baru saja mereka dekor, Rosa.
Hari ini, mereka akan menjadi jasa dekor cuma-cuma bagi temannya yang telah menemukan pasangan hidup. Rosa dan Tasya sendiri sudah menjalani usaha bersama sebagai party planner sejak masih duduk dibangku kuliah diploma 3. Berasal dari SMA yang sama, kedua nya memang lebih akrab dibanding kelima teman lainnya.
Tasya baru selesai membalai pesan di whatsapp dari Lidya mengenai alamat Polo Polo Cafe.
“Iya ros, diambangin aja biar lucu. Terus, mintain ke mas masnya dong korek buat lilin. Udah jadi nih.”
Rosa terdiam melihat empat tempat lilin yang telah dililit dengan bunga yang sangat cantik,
“sumpah sya, kalo lo yang bridal shower, lo sendiri yang harus dekor karena tangan gue dan yang lain gak kayak lu. Ini cantik...”
“makasi” putus tasya cepat.
Setelahnya, hanya ada wajah ditekuk tekuk dari Rosa bersama dengan tawa Tasya.
☕☕☕
Putri mengeluarkan beberapa kertas berwarna biru sambil menunggu pesanan mereka datang. Posisi duduk saat ini seperti rapat ruang meeting tiap akhir bulan, memanjang dan penuh.
Ada Rani dan Dhani yang duduk dibagian tengah, ya karena mereka bridal and groom to be. Lalu sebelah kanan Rani ada Rosa, Gabriel –pacar Rosa-, didepannya ada Niel – pacar Tia- Tia, Tasya, Lidya, Putri, Rama –pacar Putri-. Sementara dikiri Dhani ada Dewi dan Ghani –pacar Dewi-.
Niel dan Tia sudah menjalin hubungan satu tahun, rencananya, awal tahun depan keluarga Niel akan datang untuk melamar.
Putri dan Rama sudah melakukan lamaran dan rencanaya akan menikah setelah kontrak Putri dengan perusahaannya selesai. Maklum, pekerja kontrakan, ada poin dilarang menikah selama kontrak.
Dewi dan Ghani sudah merencanakan kedepannya. Namun Dewi yang masih menyelesaikan pendidikannya di Solo dan Ghani yang masih ditugaskan di Padang membuat mereka menunda melangkah kejenjang selanjurtnya.
Rosa dan Gabriel masih terhalang ijin dari kakak pertama Gabriel yang hingga pertengahan kepala tiganya masih belum menemukan tuan putrinya.
Lidya ? Sudah mulai membuka hati setelah sembuh dari luka lama selama delapan tahun. Pria yang akhirnya meluluhkan cewek es diantara tujuh teman lainnya adalah senior dikantornya.
Sementara Tasya? Lingkungan kerjanya dengan teman-teman sebaya dan bekerja bebas membuat nya jauh tidak memikirkan pendamping. Bahkan kalau ditanya “gak malu keundangan sendiri”, dengan santainya dia akan bilang “tinggal pinjem sepupu A,B,C buat jadi pendamping. Done!”. Entahlah, apa memang masih mengejar karir dan pendidikan, atau luka lama yang belum sembuh. Yang jelas, dia yang justru memberi kabar mengejutkan sore ini.
Sedikit melonggarkan tenggorokannya dari nasi goreng keju dan es teh manis favoritnya, “ehem..” sekarang semua mata tertuju padanya.
“gue.. ada pengumuman sedikit buat kalian” mengeluarkan amplop putih dan akan memberikannya ke satu-satu temannya, tapi Rani sudah heboh dengan sendirinya seperti mendapat undian mobil dari salah satu mall di Bogor.
“lo mau nikah sya ?”
Sontak Tasya melemparkan amplop yang sudah dipegangnya kedepan, dan mirisnya malah mengenai wajah Dhani.
“eh.. santai dong. Nanti kalau calon suami gue ga bisa ngucapin akad gimana?” protes si “yang punyanya” sambil mengelap wajah Dhani.
“ya gak sah!” balas Tasya dengan memutar bola matanya dengan malas. Sontak mendapat plototan dari teman-teman disekelilingnya.
“iya, gue minta maaf ya Dhan.” ucapnya dibalas dengan senyum tipis Dhani, “lagian lo, orang belum selesai ngomong udah dipotong.”
Saat Rani akan membalas Tasya, Rosa menegahi dua anak yang bisa lengket kayak tinta merah dibimbingan dospem, tapi juga gak mau ngalah kayak mahasiswa sama dosen penguji. Gak ada hawa tenang kalo gak dibilang “skripsi kamu diterima, kamu lulus.”
“emang lu mau ngumin apa sih sya?”
Sedikit membenarkan posisi duduknya dan menagkup dua tangannya dimeja, sedikit terpejam dan menarik nafas.
“jadi gue lolos kuliah S2 di Korea Selatan ambil digital marketing dan bulan depan gue bakal berangkat plus kemungkinan gue disana bakal lama karena mau sambil kerja dan jalan-jalan. Gue pingin kalian bisa nganterin gue ke bandara sebelum gue berangkat.”
“gue seperti ngedenger orang ngucap akad. Satu tarikan nafas, sah!”
Mereka sedikit tertawa tapi kemudia kembali fokus dengan Tasya. Satu-satunya jomblo yang sudah menginjak 23 tahun tanpa tanda-tanda tertarik pada laan jenis. SEMUA TEMAN. No Baper Baper Club.
“apa alasan lo? Bukannya baru aja lo selesaiin s1 lu? Wisuda gue sendiri dong ...” keluh Rosa yang memang melanjutkan pendidikan S1 bersama disalah satu universitas swasta di Jakarta. Diantara mereka bertujuh, yang melanjutkan ke jenjang sarjana hanya Tasya, Rosa dan Dewi.
“yaa kan ada Nadya, Ros."
“kerjaan lu?”
“bukannya posisi lu udah enak ya? Eksekutif.”
“nyokap lo aja kalo ketemu nyokap gue udah pinginnya lo nikah, sekarang malah terbang keluar.”
“itu otak gak capek apa? Istirahat dulu kek ..”
“nanti salam sama Jongsuk Oppa ya Sya.”
Diantara semua yang menghakimi menyudutkan dan memperingati dengan tajam, tapi tetap dengan cinta kalo kata Tasya menanggapi setiap omelan teman-temannya. Hanya Lidya yang mampu mencairkan suasana.
“ahaha sip Lid, nanti gue bilang. Oppa, Lidya saranghaeee”
Krik.. krik.. hanya ia dan Lidya yang tertawa.
“baiklah.. sepertinya menjelaskan ke kalian jauh lebih sulit daripada gue jelasan via skype sama tiga bos gue di singapur.” Sedikit menjeda, Tasya kembali melanjutkan kata-katanya “gue memilih sekolah kesana karena memang ada kesempatan. Selain itu, gue juga pingin menata hati gue dengan lebih baik sebelum ada orang baru yang hadir. Gue udah memaafkan, tapi untuk menyembuhkan trauma ga semudah itu. Maybe you guys are so lucky. Ketemu dengan seseorang yang mencintai dengan tulus tanpa pernah digadaikan cintanya. But im not lucky as that. Simple. Gue juga cewek, sekuat apapun gue terlihat i’m fine” gue selalu berteriak “save me”. Hati gue rasanya udah bener-bener mati. Dan gue pingin melupakan semuanya dengan pindah ke negara baru. Ditambah tahun depan dia bakal nikah. Gue bukan malaikat, walau sejuta orang bilang gue baik banget...”
Sedikit menyenderkan punggung ku ke sandaran kursi, sambil mengingat luka 3 tahun silam. Memang ia yang pertama menjadi kekasih ku. Dan untuk pertama kalinya Tasya menjalani banyak hal.Pacaran diem-diem, ngedate pake uang orang tua, pulang bareng kalo beres sekolah, hingga LDR ketika Tasya memutuskan untuk tetap melanjutkan kuliah kuliah di Bogor, dan dia memilih di Yogyakarta.
“... gue butuh waktu buat hati dan diri gue untuk menghilangkan rasa trauma. Karena dia selalu jadi sepenggal kisah yang tak kan pernah kubagi dikemudian hari”
Dan sore itu, langit jingga mengiringi bahagia dan duka serta memberi kekuatan satu dan lainnya. Serta berjanji, mereka akan selalu menjadi pundak untuk bersandar satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Light To Heart
RomanceIni tentang pelabuhan hati, bukan sekedar berlayar lalu berganti kapal. Ini tentang perjalanan panjang hingga menemukan akhir.