Dia sedang tertidur pulas dengan perut buncitnya. Selama dia tidur aku bisa melihat wajah nya yang begitu ku rindukan selama ini.
Apa ini nyata? Dia di hadapanku sekarang terbaring lemas. Aku bisa merasakan kulit tangan nya yang sedang aku pegang sekarang dan tidak akan pernah aku lepas lagi. Batinku sambil terus duduk di sambil Quinziiy yang tengah beristirahat setelah kejadian mengerikan tadi.
Aku bisa memandangi dia sekarang sampai puas, entah mengapa tanganku juga sangat nakal ingin sekali memegang perutnya yang buncit karena perbuatanku.
"Bagaimana hidupmu selama ini tanpa aku Quinziiy? Pasti berat tanpa aku bukan? Aku sangat penasaran dengan reaksimu saat tau hamil akan darah dagingku."
Aku mendekatkan wajahku pada perut Quinziiy dan segera mendaratkan kecupan hangat di sana. "Apa pun kelamin mu nak, terimakasi karena terus setia menemani Mami Quinziiy tanpa adanya perlindungan dariku Papi yang sinting ini."
Saat sedang asik berbicara dengan kandungan Quinziiy, aku tidak sadar kalau ternyata orang yang tengah mengandung telah sadar dan mendengarkan semua perkataanku barusan.
"Yah daddy, semua ini berat tanpa adanya daddy di samping momny." Quinziiy memegang rambutku dengan lembut dan itu cukup untuk membuatku kaget.
Saat aku mengangkat kepala, yang pertamakali ku lihat hanya wajahnya yang tengah tersenyum hangat yang sanggup menghangatkan hatiku hanya dengan melihatnya.
"Baby, kau sudah bangun! Bagian mana yang masih sakit?" Ucapku sambil memasang ekspresi panik.
Sambil berusaha untuk bangun dan duduk, dia menatapku dan tepat meletakkan telapak tangannya ke dada sebelah kirinya. "Sebelah sini Dave, sakit setiap kali aku mengingat dan merindukanmu."
Aku terdiam dan sejenak fikiranku hanya terisi oleh Quinziiy dan Quinziiy.
"Dave.."
Aku langsung memeluknya yang barusan ingin berbicara. Ku peluk dia sambil mengelus rambutnya. "Maafkan aku."
Tangis nya seketika pecah dan dia menangis sejadi jadinya saat itu di dalam pelukanku, membuat jas hitamku basah akan air mata dan ingusnya tapi tak akan pernah ku jadikan masalah.
"Menangislah sepuasnya di hadapanku. Jangan sampai bayi kita merasakan kesedihanmu Quinziiy. Biarlah dia lahir dengan perasaan gembira karena sudah hadir di antara kita."
Dia membalas pelukanku, berbicara dengan suara kecil dan di ikuti isakan tangisnya. "Aku rindu, dan hanya kamu yang teringat saat kata itu muncul."
-*-*-*-*-
"Bisakah kita bertemu?"
"Aku tidak ingat kalau ada urusan denganmu."
"Haha maafkan kalau mungkin aku mengganggu waktumu Mr. Revano, tapi aku ingin membicarakan sesuatu padamu."
"Baiklah, datanglah ke sini. Aku sedang malas mengurus pasporku."
"Tentu saja, aku akan kabari saat sudah sampai di Paris."
"Tapi ada bagusnya kalau kau tidak akan melakukan sebuah tindakan konyol Lucia."
"Tentu tidak, sampai jumpa Revano."
-*-*-*-*-
Papa pergi ke Canada untuk mengurus pemakaman Neivel di sana karena Pak Dian tengah menjalankan bisnis di sana.
"Dave, mana papa kamu?" Tanya Quinziiy saat ku ajak berkeliling rumah dan tidak mendapati Evan di mana pun.
"Ahh dia ke pemakaman Neivel sayang, kenapa kau menanyakan keberadaan pria itu?" Ucapku sambil terus mendorong kursi roda yang sedang Quinziiy naiki.
Dia tertawa kecil mendengar jawabanku dan lekas diam memandang keluar jendela saat selesai mendengar ucapanku.
"Aku merindukan Dyani."
Aku berhenti mendorong kursi roda Quinziiy dan beralih tempat untuk bertekuk di hadapannya. Air matanya jatuh dengan sekali kedipan mata. Wajahnya dapat menggambarkan kesedihan yang dia rasakan.
"Yaa aku tau sayang. Mengingat bagaimana cara dia meninggalkanmu begitu saja."
Sejak kejadian itu, Dyani ikut bersama dengan Andrew untuk di mendapatkan hukuman di Canada.
"Sudahlah, tidak usa merindukan dia. Setidaknya sekarang sudah ada gantinya bukan?" Kataku sambil mengusap air matanya.
"Siapa?" Ucap Quinziiy sambil terus menarik ingusnya yang hampir jatuh.
Serentak aku mencium kepalanya dengan pelan. "Menurutmu siapa sayang?" Aku tersenyum padanya setelah mencium kening nya.
Dia tersenyum dan tertawa melihatku. "Bagaimana kalau aku yang terkena tembakan Dave?" Ucapnya sambil menaikan alis.
Aku tersenyum sinis. "Aku juga tidak tau, tapi intinya dia tidak akan menghirup udara lagi."
Quinziiy kembali tertawa mendengar candaanku. Tapi sungguh sebenarnya itu bukan candaan
Aku membawanya kembali ke dalam kamar tidur, raut wajahnya seakan menandakan kalau dia belum ingin di suru istirahat lagi. "Sekarang waktunya istirahat My Queen."
Wajahnya masih tertekuk, ada aura penolakan di sana. "Aku belum mau istirahat, masih mau jalan jalan."
"Tapi nanti kamu kecapean Calon istriku."
"Ihh pokoknya belum mau tidur."
Aku menatapnya kosong. "Kalau begitu tidur denganku."
~~~~~~
Sebelumnya maafkan autor TBRFQ yang sangat renta sakit ini😩😩. Karena sering jatuh sakit akhirnya saya belum ada waktu untuk menyelesaikan banyak chapter dari cerita ini, mohon maaf ya kalau pendek☹️ Love u all❤️❤️
Vote and Comment
Love yaa
30 Januari 2019
-Next Chapter 30-

KAMU SEDANG MEMBACA
A Beautiful Revenge For Quinziiy
RomanceHidup Dave hancur karena keluarga Geraldy yang ingin menjadikan ia sebagai penerus perusahaan Geraldy NY Company. Tapi bagaimana kalau saat itu ia masih berada di dalam kandungan? Lucia Geraldy yang ingin sekali memiliki keturunan ternyata mempunyai...