Kutulis beberapa kata untuk memulai sebuah kisah dari masa lalu yang harusnya sudah bisa kulupakan. Kenapa juga masih harus kuingat begini? Entahlah, tetapi aku suka menulis kisah ini. Bahkan aku menyukai untuk memberitahukannya kepada siapapun tentang ini. Meskipun ini tidak begitu penting untuk didengarkan banyak orang. Bagiku, menulis atau menceritakanmu adalah hal yang melegakanku. Namun kali ini cukup berbeda, aku mencoba menulismu dengan keadaan masa sekarang, sudah kucoba untuk menyimpanmu rapat-rapat dalam kenanganku.Kali ini aku dikejutkan dengan kabar terbarumu, meskipun sudah lama tak menyapa namun kau masih membuat jantungku berdebar tak biasa ketika satu kabar masuk melalui chat di handphone ku. Tertera namamu disana, dengan emoticon kucing dibelakang namamu. Ah, menggemaskan bukan? Atau kau malah akan menertawaiku habis-habisan. Makanya, setiap ada acara yang mengundang kita berdua, aku selalu mengubah kembali nama kontakmu menjadi normal tanpa ada embel-embel. Hmm, wanita memang suka gengsi. Dan aku masih mempertahankan itu hingga umur yang sudah terbilang dewasa.
‘Mai, gimana kabarmu? Sudah lama kau tak mengajakku ngobrol. Oiya, aku punya kabar terbaru”
Kutatap sejenak layar handphoneku. Kubiarkan sekitar 6 menit lalu kubalas. Ya nggak mau kalau kamu tau aku sesenang itu mendapat pesanmu. Gengsi.
‘Baik. Kamu? Iya nih, sibuk. Lagi ngurusin kuliah.maklum, udah mau lulus hehe. Kabar apa? Kucing kamu ngelahirin lagi?’ balasku.
Aku terus melihat layar ponselku, sudah kuceritahu bukan, aku senang mendapat kabarmu. Yah, selang 10 menit kamu tak jua membalas bahkan me-read pesanku. Kucoba kembali memastikan dan kau mengetik. Ya Tuhan, aku segera keluar dari pecakapan kita. Jangan sampai ketahuan sedang menunggu balasanmu.
‘Haha. Semangat ya. Udah mau jadi master aja. Bentar lagi nikah nih. Aamiin. Eits, tapi aku duluan dong ya?’Masih kutunggu 10 menit lagi untuk membalas. Biar sama kataku dalam hati.
‘Ya ya ya. Aamiin. Duluan geh’
Kali ini tak butuh waktu lama, kau langsung membalas dalam waktu singkat. Kupikir, sepertinya soal menikah kau menjadi orang yang sangat antusias. Ck!
‘Iya? Boleh?’
Kubalas lagi dengan malas. Heduh, ckckck.
‘Emngnya kamu ada yang mau?’ kataku.
‘Ada. Tau Lisna anak 9A nggak? Temen SMP kita yang katamu manis itu’
‘Kenapa? Kamu suka lagi? Tiati ditolak’
‘Udah kulamar hahaha. Bulan depan mau nikah nih. Kaget nggak?’Derrrr. Kaget. Sedih. Senang. Entahlah.
Hatiku mencelos, mungkin ini petunjuk Tuhan untukku berhenti. Tetapi, apakah harus sekarang? Di saat aku belum benar-benar siap? Apakah ini semua adalah jawaban dari semua pertanyaanku tentang kita? Selama ini, kau selalu kudoakan yang terbaik dan mungkin sekarang Tuhan menjawabnya. Kau akan menemukan yang terbaik. Dan aku… entahlah. Kucoba setenang mugkin membalas pesanmu.‘Wah, mau juga dia sama kamu. Pake mantra apa? Dosa loh pake dukun-dukun’ jawabku bercanda.
‘Wah, penghinaan. Hahaha. Nggaklah, dia sama aku udah proses perkenalan dua bulan lalu. Kami punya banyak kesamaan visi misi dan dia juga kulihat ideal untuk aku. Mungkin ini pertanda, Mai. Doakan lancar ya? Bulan depan plis datang ya? Nggak bakalan seru kalau kamu nggak datang. Kamu kan sahabat aku yang paling aku tunggu.’
Sahabat, sejak 15 tahun lalu memang kita hanya sahabat. Aku yang berharap lebih. Dasar perempuan, suka baper.
‘Okay, aku usahain datang, aku doain lancar ya? Aku kabarin kok kalau jadi datang, cuman lagi riweh sama urusan disini.’‘Okay, udah dulu kalau gitu. Semangat belajar ya? Kudoain cepet lulus dan ketemu jodoh’
‘thanks’
Kurebahkan tubuhku di tempat tidur. Menatap langit-langit kamar. Perlahan mengabur dan aku memejamkan mata. Pikiranku entah kenapa, riweh dan dadaku sedikit sesak. Sudah kukatakan bukan? Kau itu istimewa, melepasmu dan menerima kenyataan bahwa akan ada orang yang lebih berhak membelamu, lebih berhak memarahimu, lebih berhak menerima perhatianmu itu membuatku sedikit egois tak terima. Padahal sejak awal kita ah, kamu hanya menganggap ini sesuatu yang biasa saja. Tapi, bagiku tidak. Kau adalah orang istimewa buatku. Kau yang selalu menemani saat kesusahanku, menyertai perjalanaku, yang kuizinkan mengatur dan menegurku, yang kubiarkan memberiku masukan. Anehnya, aku merasa kau akan selalu menjadi milikku, entahlah. Aku tak pernah berani mengatakan kita akan menjadi sepasang kekasih atau kita akan saling jatuh cinta, tetapi aku mendambakan ini. Meskipun beberapa saat tadi, sepertinya kemungkinannya sudah sangat kecil. Kau akan melakukan hal yang sama dengan orang lain yang baru kau kenal dekat 2 bulan lalu. Tetapi, di satu sisi aku senang, orang itu adalah orang baik yang akan membuatmu lebih baik pula. Yah, mungkin aku harus siap dan harus ikhlas. Kamu akan segera berpindah dan aku pun harus segera berpindah. Meskipun aku tak yakin akan menemukan orang lain se-spesial kamu. Pandanganku semakin gelap dan pendengaranku semakin mengabur. Aku tertidur .
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembali untuk Melepasmu
Short StoryUntuk lelaki yang tak pernah tahu betapa besarnya perasaanku padanya. Atas semua perasaanku, atas semua keinginanku agar kau bahagia, ini adalah tanda perpisahan ku yang paling terakhir. Aku ingin kembali untuk melepasmu di kota penuh kerinduan yang...