10# Perubahan Aisyah

11K 1.5K 347
                                    

Assalamualaikum, saya datang lagi. Lumayan lama sepertinya, enggak up di lapak ini.
Oh iya, sebelum kalian baca. Saya mau kasih info, kalau cast Aisyah Ayudia Prameswari saya ganti. Tersebab beberapa waktu lalu ada yang koment, cast Aisyah sudah dipakai di cerita yang lain.
Jadi, untuk menjaga perdamaian di negeri orange ini, 😅 saya putuskan mengganti saja. Tetapi saya sudah membahas hal ini sama author tersebut, beliau tidak mempermasalahkan. Cuma saya enggak enak, dan sepakat ganti saja. Semoga enggak merusak imajinasi kalian ya. 😅

Aisyah


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Aisyah menatap kisi-kisi jendela kamar. Pukul sembilan malam. Semilir angin merasuk. Menerpa gorden yang belum tertutup sempurna. Dia baru selesai mengikuti manaqib rutin yang diadakan di mushola asrama putri. Embus udara malam  yang masuk melalui celah jendela terasa menyejukkan. Tetapi kurang melegakan bagi Aisyah. Beberapa sosok yang dinanti tak kunjung bertemu. Kedua orangtua, yang paling utama ingin dia temui. Dan, Ammar. Iya, Aisyah tidak tahu kenapa dia justru menantikan pertemuan kembali dengan lelaki itu.

Aisyah meraih buku tebal bersampul biru yang terletak di kasur miliknya. Buku pemberian ustazd Ammar saat pertama dia menginjakkan kaki di pesantren ini.

Buku diary bersampul biru itu sengaja Ammar berikan untuk Aisyah, agar gadis itu mencatat apapun tentang perubahan yang dia rasakan selama di pesantren. Jika teringat sikapnya yang berontak awal dulu, Aisyah pasti mengulas senyum. Malu dan menyesal. Kenapa bisa sikapnya sangat kasar dan tidak sopan.

Sabtu malam, jam mengarah ke pukul sembilan lebih seperempat menit. Aisyah berdecak. Sepertinya harapan bertemu dengan Ammar malam ini juga akan pupus, seperti hari-hari sebelumnya.

Petala langit sangat cerah, berhias kelip gemintang. Malam yang tenang. Tetapi hati Aisyah mengganjal. Ah. Entah, apa yang harus dicemaskan, dia tidak tahu.

hampir satu bulan Aisyah menjejaki hidup di pesantren ini. Harus diakui, hidup di sini lebih teratur dan menenangkan. Ada damai tersemat di hatinya.
Hidup Aisyah seperti terjadwal dengan sangat rapi. Bangun pukul dua dinihari, menjalankan salat malam atau qiyamul lail. Setelah itu dilanjut dengan tilawah atau renungan sepertiga malam sampai waktu subuh tiba.

Aisyah kadang tidak mempercayai perubahan dirinya sendiri. Memang benar kata orang-orang. Seburuk-buruknya sikap, jika sudah mencecap hidup dalam lingkup kebaikan, pasti akan ikut tertular  kebaikan yang ada, meski ibarat hanya setetes air.

Meninggalkan angan sejenak, mata Aisyah kini fokus pada ruang biliknya. Ada Dewi yang baru memasuki kamar mereka. Cuma Dewi yang baru datang usai pulang ke rumah waktu libur hari jumat.

"Assalamualaikum.. "

"Wa'alaikumussalam, Dewi, sendirian. Winda sama Leyla, enggak ikut balik?"

Tahajjud Cinta (TAMAT/TERBIT NOVEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang