بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Saling mengingatkan itu kisah kita, saling menjaga itu sikap kita, saling menghibur itu tugas kita, sahabat sampai surga. Begitulah aku menyebut tentang kita.
-Anonim-
***
Sepuluh menit lagi waktu Dzuhur tiba, Razan keluar dari ruang kerjanya untuk pergi ke masjid, namun sebelum pergi ke Masjid dia menyempatkan diri untuk menghampiri Hana yang tengah membuat surat untuk dikirim kepada beberapa devisi.
"Sepuluh menit lagi waktu Dzuhur," ucap Razan pada Hana, namun Hana mengabaikannya. "Salat itu wajib hukumnya. Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan salat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat."
Tangan Hana menekan keyboard dengan kencang tanda kalau dia tidak suka mendengar perkataan Razan. Semakin hari Razan jadi semakin sering menceramahinya.
"Segera Hana," ucap Razan tegas.
"Bapak duluan saja. Kerjaan saya masih sangat banyak," ujar Hana dengan nada dingin tanpa mau menatap ke arah Razan.
"Dibandingkan kamu pekerjaan saya jauh lebih banyak."
"Nggak nanya."
"Iya saya tahu kamu tidak menanyakan itu, saya cuma ingin memberitahu kamu kalau pekerjaan saya jauh lebih banyak dibandingkan kamu tapi saya masih mampu untuk meluangkan waktu untuk salat. Karena salat itu wajib bukan sunah." ucap Razan tegas.
"Dilarang sombong, Pak."
Razan tersenyum. "Terserah kamu mau menganggap saya apa yang terpenting sekarang kamu harus salat. Kita salat bersama di masjid."
Hana menghela napas kasar. "Dilarang memaksa, percumakan kita salat tapi kalau hati kita tidak ikhlas melakukannya."
"Akan jauh lebih percuma kalau kamu tidak berusaha untuk melakukannya sama sekali."
"Jangan paksa aku!" Saking kesalnya hingga akhirnya Hana berucap tanpa menggunakan kata-kata yang formal. "Aku memiliki hak untuk tidak melakukan apa yang tidak aku sukai."
"Kalau kamu muslim kamu tidak memiliki hak untuk itu. Kamu wajib salat dan aku memiliki hak untuk mengingatkanmu untuk melaksanakan salat."
"Kamu tidak memiliki hak untuk memaksaku melakukan itu."
Razan terdiam cukup lama hingga akhirnya sebuah kalimat terucap dengan jelas dari bibirnya. Sebuah kalimat yang berhasil membuat tubuh Hana membeku bagai batu. "Aku melamarmu. Kita menikah."
***
Hana merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur kesayangannya. "Dia benar-benar sudah tidak waras," gumamnya saat mengingat kembali apa yang tadi siang Razan katakan. "Siapa juga yang mau nikah sama dia. Kalau aku nikah sama dia pasti tiap detiknya dia bakal ceramahin aku. Ih males banget. Kayanya aku harus segera resign tapi jaman sekarang kan nyari kerja susah. Masa hanya gara-gara dia aku harus kehilangan pekerjaan. Akh...." Hana berteriak kesal, kedua tangannya mengacak-ngacak rambutnya penuh frustasi. Tak lama terdengar suara pintu yang diketuk dari luar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rindu | END
Spiritüel"Assalamualaikum, istriku," kalimat itu menyambut indra pendengaran Hana saat pintu kamar sudah sempurna terbuka. "Wa.. Waalaikumsalam.." lidah Hana terasa kelu, bahkan dia tak sanggup untuk mendongakkan wajahnya. Razan tersenyum, kedua tangannya me...