Hari ini, Kinzy sedang ada acara dengan sahabat-sahabat rempongnya. Masih dengan sahabatnya sedari masa sekolah.
Katanya mereka sedang mengadakan acara ladies day. Ini bukan seperti acara party-party asik ala anak muda. Mereka hanya pergi ke mall lalu melakukan hal-hal yang biasa mereka lakukan semasa SMA; seperti karaoke, SPA, shopping, nonton, dan ngemil.
Walaupun hanya melakukan kegiatan seperti itu, tapi acara ini sudah mereka rancang sejak jauh-jauh hari. Mengingat mereka yang sudah tidak sebebas masa sekolah dulu, sekarang mereka sudah sibuk bekerja. Bahkan Cara dan Moni sudah bekerja di luar kota. Tentu saja tidak dengan Kinzy yang masih setia dengan jabatan ibu negara.
Kerena acara rempong Kinzy beserta sahabatnya, jadilah Arthur yang menjaga anak-anaknya selama seharian ini.
Setelah Kinzy mengantarkan Ansell ke kantor Arthur jam setengah sepuluh pagi tadi, sekarang sudah masuk jam makan siang dan Arthur sedang menunggu kepulangan bus sekolah si Kembar di depan kantor sambil menggendong Ansell dengan baby carrier.
"Papapapah!" Ansell masih setia dengan jari telunjuk Arthur. Bayi laki-laki itu tampak sangat tertarik dengan jari besar papanya. Sedari tadi Ansell terus menggenggam jari Arthur, menekan-nekannya, lalu dimasukkan ke dalam mulutnya. Tapi tentu saja Arthur cepat-cepat menarik jarinya, soalnya ia juga tidak tahu sudah menyentuh apa saja seharian ini.
"El, jari Papa jorok. Jangan dimakan!" Ucap Arthur geram sambil menciumi pipi gembil Ansell dan diiringi dengan tawa geli bayi kecil itu.
TIN TIN!
"Tuh, tuh, Kakak datang!" Arthur melepaskan jari telunjuknya dari genggaman Ansell lalu beralih menunjuk bus sekolah yang memelankan lajunya ketika sudah hampir mendekati Arthur.
"Yayayaya!" Pekik Ansell ketika melihat bus sekolah kakaknya.
"Iya, Kak Aya sama Kak Kea datang!" Ucap Arthur pada Ansell sambil mencium pipi gembil itu lagi.
Setelah berhenti sekitar dua meter di depan Arthur, seorang wanita muda yang menjadi guru si Kembar lebih dulu turun dari bus lalu membantu si Kembar turun.
Ayana menyalim tangan wanita muda itu lalu disusul adik kembarnya. Setelah itu barulah mereka berlari mendekati Arthur dan Ansell.
Bus pun kembali melanjutkan perjalanannya setelah wanita muda tadi memberikan isyarat pamit pada Arthur.
"Pa, kita kok diantakh ke sini?" Ayana bertanya sambil mendongkakkan kepalanya menatap Arthur.
"Mama lagi pergi. Jadi busnya Papa suruh nganter ke sini." Jelas Arthur dan dibalas anggukan oleh Ayana.
"Pekhgi kemana? Kok Aya gak diajak?"
"Kea juga kok gak diajak?" Keana ikut-ikutan.
"Santai, Papa juga gak diajak." Balas Arthur sambil membawa anak-anaknya masuk ke dalam kantor.
"Papa 'kan udah biasa ditinggalin. Kakhena Mama gak sayang sama Papa."
Sembarangan! Kalau Mamamu gak sayang sama Papa, gak sebesar ini kalian! Arthur geram dalam hati.
"Masa sih? Jadi siapa dong yang sayang sama Papa?" Arthur memasang nada sedihnya.
"Gak ada. Papa 'kan nakal, suka nangisin kita." Ayana memang anak paling jujur dan sangat mengenal ayahnya.
"Walaupun Papa sering nangisin kita, Kea sayang kok sama Papa." Arthur mengembangkan senyumnya. Ternyata masih ada manusia yang memihak kepadanya.
"Dibanding Kea, Aya lebih sekhing dinangisin!" Ucap Ayana ketus pada Keana.
"Udah, gak usah berantem rebutin Papa." Arthur mengentikan mulut Keana yang henda membalas ucapan Ayana.
"Kita gak khebutin Papa! Kita lagi ngehitung kesalahan Papa sama kita." Masih Ayana yang selalu jujur.
"Oke. El sayang gak sama Papa?" Arthur mengalihkan pembicaraan pada anak laki-lakinya.
Ansell menunjukkan senyuman tanpa giginya pada Arthur, lalu menyenderkan kepalanya pada bahu Arthur yang cukup lebar.
"Wah, El sayang Papa!" Arthur memeluk Ansell erat. "Jadi, Aya sayang gak sama Papa?"
"Nggak!" Jawab Ayana cepat disertai dengan wajah sebalnya menatap Arthur.
"Terus, Aya anak siapa?"
"Anak Papa."
"Papa siapa?"
"Papa Akhthukh."
"Loh, tapi Aya 'kan gak sayang sama Papa."
Ayana tidak menjawab. Gadis itu tampak menatap Arthur dengan isyarat ini aku mau diusilin gak sih?
"Kalau Aya gak sayang sama Papa berarti Aya bukan anak Papa." Arthur tersenyum menang.
"Oh, gitu, ya? Oke, Om!" Ayana berjalan lebih dulu meninggalkan Arthur beserta saudaranya.
"Lah? Eh, gak gitu, Aya!" Arthur buru-buru menarik tas ransel Ayana lalu merendahkan tubuhnya untuk membawa gadis kecil itu ke dalam pelukannya. "Ya Tuhan, anak siapa sih?"
"Anak indosembekh, Om." Ucap Ayana dengan nada bergetar lalu dibalas dengan kekehan Arthur.
"Cup cup cup, Papa cuma bercanda kok. Walaupun Aya gak sayang sama Papa, tapi Papa tetap sayang kok sama Aya. Ayana Moracco tetap anak Papa Arthur." Arthur mengusap-usap kepala Ayana.
"Papa, mau pipis." Ucap Keana tiba-tiba sambil memasang wajah memelasnya.
"Tunggu bentar, ya, Sayang." Arthur buru-buru mengusap air mata Ayana.
"Papa, gendong." Ayana mengulurkan kedua tangannya pada Arthur ketika mereka hendak melanjutkan langkah mereka.
Arthur menghela napasnya. Daripada anak gadisnya itu menangis lagi, lebih baik ia menurutinya saja.
"Papa, Kea juga mau digendong." Tapi ini yang Arthur takutkan.
Ketika salah satunya digendong, satunya lagi pasti tidak mau mengalah.
Jadilah sekarang Arthur menggendong ketiga buntutnya sekaligus. Ansell dengan baby carries di depan dada Arthur, Ayana sebelah kiri dan Keana sebelah kanan.
Arthur si Super Daddy.
***
Salam,
Kecoamerahmuda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jajar Genjang [END]
HumorMiring dah! Miring! 🐥Sequel Bad Boy Is A Good Papa🐥 *** Copyright 2019, Kecoamerahmuda. Publikasi hanya di Wattpad.