44 - Undangan

71.6K 7.8K 347
                                    

Kediaman Aliansyah dan Shafiyah terdengar semarak. Kehadiran Almeera dan dua orang tamu dari Inggris-Christian dan Ashley, ditambah suara Yusuf yang cerewet membuat ruang tamu berukuran 4x5 itu meriah. Setelah makan malam, Ummi Fatma asyik berbincang dengan Ashley, sementara Christian berbincang dengan Yusuf dan Kyai Muhsin sementara menunggu Ali-sang tuan rumah membersihkan diri. Kakak Almeera itu baru saja pulang dari kegiatan seminarnya.

"Gimana dek?" Shafiyah mencolek bahu Almeera. Mereka berdua sedang berada di dapur menyiapkan minuman dan makanan kecil. Almeera memasukkan kacang almond yang dibawanya dari Inggris ke dalam toples.

"Apanya Mbak?"

Shafiyah menunjuk arah ruang tamu dengan dagunya. Almeera yang paham maksud ucapan kakak iparnya itu hanya mengulum senyum tipis.

"Nggak gimana – gimana, Mbak..." katanya kalem.

"Masa?" Shafiyah mengerutkan kening pura – pura tak percaya. "Orang kalau sampai rela ikut balik ke rumah biasanya ada sesuatu loh, Dek. Kakak bisa liat Ummi sampai kaget pas tau kamu bawa teman laki – laki. Untung ada Ashley sekalian..."

"Al tahu. Tapi gak mungkin Al ngelarang kalau mereka ingin liburan kesini, kan? Lagipula Chris yang bersikeras ingin ikut begitu Al bilang keluarga kita punya pesantren islam. Dia sedang dalam masa pencarian, mudah – mudahan Allah berikan hidayah melalui kita. Mbak nggak usah khawatir, insya Allah Al bisa jaga diri. Bagi bule – bule kayak mereka, ini tuh nggak ada bedanya sama jalan – jalan."

"Oh ya? Tapi Mbak tetap aja belum bisa percaya..."

Almeera tak bicara lagi. Tangannya sekarang sudah dengan cekatan memotong pudding dan menyiramnya dengan saus coklat.

"Ngobrol apa anak – anak Ummi ini?" Suara Ummi Fatma membuat Almeera menoleh dan tersenyum. Wanita paruh baya itu duduk di meja pantri dengan senyum lebar. Sejak tadi, Almeera bisa melihat wajah Umminya tak lekang dari senyuman. Hatinya ikut menghangat saat ia melihat raut Umminya yang penuh kebahagiaan.

"Nggak ada apa – apa Ummi, cuma ngebahas si bule itu. Fiya cuma nanya lagi ke Al, apa bener nggak ada apa – apa? Kalau nggak ada apa – apa nggak mungkin sampai ikut Al kesini kan, Ummi?"

Ummi Fatma tak berkomentar. Wanita paruh baya itu hanya menatap anak gadisnya dengan tatapan ingin tahu. Padahal tadi Almeera sudah menjelaskan maksud kedatangan Chris dan Ashley kesini, tapi mendengar ucapan Shafiyah, hati beliau menjadi ragu kembali. Yang dikatakan menantunya ada benarnya juga.

"Maasyaa Allah, Ummi. Percaya sama Al, kedatangan mereka kesini itu murni karena liburan. Mereka berdua juga katanya ingin mempelajari islam, dan Al rasa sambil liburan mereka bisa sambil belajar. Cuma itu. Wallahi..." Almeera sampai membawa nama Allah dalam percakapan mereka.

Shafiyah terkikik. "Kalau ada apa – apa juga nggak apa – apa, dek. Iya kan Ummi?"

"Ya. Al udah dewasa, memang udah waktunya menikah." celetuk Ummi Fatma.

Almeera merengek dan memasang wajah memelas. Kakak ipar dan Umminya seperti bersekongkol menggodanya.

"Al belum kepikiran buat nikah, Ummi. Masih lama! Lagipula, kalau misalnya Al mau menikah-pun, nggak mungkin sama orang luar negeri apalagi bule kayak Chris. Pertama, dia itu non-muslim, dan yang kedua, Al nggak mau tinggal jauh dari keluarga. Kalau masih sekitaran Jakarta la ba's, Al bisa bolak – balik. Tapi kalau Inggris? Paling – paling Al cuma bisa pulang setahun dua kali."

"Tapi dengar – dengar, si Chris itu kaya loh dek. Dia dokter syaraf, keluarganya juga keluarga terpandang di Inggris. Biaya tiket gak jadi masalah lah..." Shafiyah seperti belum habis amunisi untuk menggoda Almeera.

Assalamualaikum Almeera (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang