√121

135 23 11
                                    

Tanpa memedulikan laptop yang kusimpan di dalam tasku, aku melemparkan tasku ke atas tempat tidurku. Sejak kepergian Mawar dari kafe tadi, perasaanku menjadi sangat tidak karuan. Di satu sisi aku merasa kalau aku telah melakukan sesuatu yang salah, namun di sisi lainnya, aku merasa akan lebih salah lagi jika aku tidak melakukan sesuatu itu.

"Aduh, Bambang! Kaki gue kena anjir," jerit Aretha seraya mengusap-usap kakinya yang tertimpa oleh tasku.

"Eh, eh, maaf," ucapku sembari mengambil tasku yang sudah tak lagi di tempatnya dan meletakkannya di samping tempat tidur.

"Lo lagi ada masalah, ya, Kak?" tanya Aretha.

Aku menganggukkan kepalaku. Ini adalah saat yang tepat untuk menceritakan semuanya kepada Aretha. Aretha berhak tahu kisah yang mungkin akan menjadi kisah tragis versi duaku ini. Aku tak mau menjalani kisah ini sendirian, aku butuh seseorang untuk memberikanku masukan atau mungkin kritikan. Dan orang itu sudah jelas adalah adikku sendiri, Aretha.

"Gue mau jujur sama lo," ucapku sembari duduk di samping Aretha yang sudah duduk di atas tempat tidur.

"Jujur tentang apaan?" tanya Aretha.

"Gue suka sama Calum," jawabku lalu aku memperhatikan ekspresi Aretha. Datar. Sepertinya dia sudah menduga hal itu. "Dan gue malah bantuin Mawar buat dekat sama Calum."

Ekspresi Aretha yang tadinya datar berubah menjadi ekspresi orang yang baru saja mendengar berita terluar biasa yang pernah ada. "Lo gak lagi bercanda, kan, Kak?"

"Gue gak bercanda," jawabku.

"Ih, Kak, lo kok bisa bego gitu, sih?" tanya Aretha dengan nada kesalnya.

Aku mengangkat kedua bahuku pertanda aku juga tak tahu kenapa aku bisa sebodoh itu. "Terus gue harus gimana dong, Tha?"

"Ya, mana gue tau, Kak, lo tuh udah salah langkah. Kalau lo emang suka sama Calum, seharusnya lo gak nawarin diri buat deketin Mawar sama Calum," jawab Aretha. "Kak, dengerin gue, ya, ini belum terlambat. Kalau lo yakin dengan perasaan lo ke Calum, lo bisa dapetin dia."

"Maksud lo?" tanyaku. "Gue harus jujur ke Calum kalau gue suka sama dia gitu?"

"Ya enggalah, Kak, astaga, maksud gue itu, kalau lo emang serius, lo bisa terus dekat sama Calum, lo tunjukin rasa sayang lo secara gak langsung ke dia. Kalau dia nyaman sama apa yang lo kasih ke dia, percaya sama gue, sekuat apapun Mawar berusaha, tetap lo yang dapetin dia," jawab Aretha.

Aku terdiam sejenak, memikirkan ulang jawaban yang diberikan oleh Aretha. Jawaban yang juga merupakan saran dari Aretha sangat bagus. Tetapi, aku tidak mau melakukannya karena menurutku itu terlalu jahat. Jika Calum bersamaku, itu artinya Mawar akan sakit hati. Aku tidak mau Mawar merasakan hal itu, biar aku saja yang merasakannya.

"Gimana? Bagus, kan?" tanya Aretha yang tak sabar menunggu tanggapan dariku.

"Engga, Tha, gak bagus sama sekali," jawabku. "Kalau gue pacaran sama Calum, Mawar pasti bakal sakit hati dan dia pasti mikir kalau gue itu jahat. Lagian, Tha, Calum udah nganggap gue sebagai adiknya."

"Kakak-adik zone?" tanya Aretha.

Aku menganggukkan kepalaku. "Tha, gue bingung."

"Gak ada yang perlu lo bingungin, Kak," balas Aretha. "Kalau lo emang mau jadi orang baik, yang bisa lo lakuin cuma lanjutin apa yang udah lo tawarkan. Dan jangan lupa, lo juga harus bisa nahan semua rasa sakit yang bakal lo rasain."

Balasan Aretha membuatku benar-benar bingung. Untuk pertama kalinya, aku merasakan kebingungan yang luar biasa. Tetapi sebingung apapun aku, aku akan tetap membantu Mawar mendekati Calum. Dan seperti yang dikatakan oleh Aretha tadi, aku juga harus bisa menahan rasa sakit yang mungkin akan datang menghampiri.

Catch Fire × Calum Hood || ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang