HELAAN nafas keluar dari bibir Bintang. Gadis itu menyandarkan punggungnya di pintu ruang kerjanya, sambil menyelaraskan detak jantungnya. Dia memang mencintai Romi, tapi dia tidak akan membiarkan lelaki itu menyentuhnya lebih jauh sebelum mereka resmi menikah. Meskipun itu hanya ciuman bibir dan dia berharap Romi memahaminya. Itu konsekuensi jika lelaki itu ingin bersamanya.
Bintang dikejutkan oleh ketukan pintu di belakangnya. Gadis itu buru-buru menata helaian rambut yang berantakan dan posisi blouse-nya yang sedikit menyingkap. Gadis itu lantas membuka pintu.
"Mbak, saya ganggu nggak?" Rosa bersuara ketika pintu terbuka lebar.
"Nggak kok. Masuk, Ros!"
Kedua gadis yang terpaut usia 3 tahun itu berjalan beriringan. Bintang membawa Rosa duduk di sofa berwarna cokelat tua di sudut ruangannya.
"Gini, Mbak. Saya mau bilang kalau kain linen dengan warna itu di Jakarta lagi langka. Saya udah datengin 5 toko kain tapi semuanya kosong. Tapi saya dapat info kalau di Bandung ada satu toko yang punya stok. Rencananya saya mau ke sana besok, Mbak."
"Oh yau udah, Ros. Reno biar kusuruh nganterin kamu."
Pintu kembali terbuka. Menampilkan Romi yang berjalan bak pragawan lengkap dengan senyum menawam yang selalu membuat Bintang terpesona.
"Aku balik ke kantor dulu, ya. Sekretarisku nelpun, ada yang harus kuurus," tutur Romi sembari mendekati Bintang, meraih kepala gadis itu dan mengecup keningnya lembut.
Ya. Romi memang harus segera mengurusnya. Lelaki itu harus segera menyembuhkan satu titik di tubuhnya dari rasa sakit tak tertahankan.
Bintang tersenyum, menatap calon suaminya lembut. Gadis itu tidak akan pernah menyesal mencintai lelaki itu. Romi adalah lelaki almost perfect yang pernah ditemuinya.
"Hati-hati, ya."
Lelaki itu mengangguk sembari tersenyum sebelum meninggalkan ruang kerja calon istrinya.
"Um... Mbak, kayaknya Pak Romi sayang banget sama Mbak, deh. Romantis gitu." Rosa berkomentar ketika calon suami bosnya sepenuhnya menghilang dari ruangan itu.
Bintang hanya tersenyum malu dengan semburat merah muda di pipinya.
"Mbak, sayang banget juga ya sama Pak Romi?" pertanyaan itu sukses membuat Bintang mengalihkan pandangannya. Kini gadis itu menatap lekat asistennya.
Beberapa detik kemudian Bintang terkekeh. "Aku nggak mungkin nerima lamaran dia kalau nggak sayang, Ros. Kamu ada-ada aja deh."
Rosa tersenyum kikuk. Bukan karena gadis itu menyadari pertanyaan konyolnya. Tapi dia sedang khawatir dengan bosnya. Gadis itu melihat cinta yang luar biasa besar berpendar dari mata bosnya untuk lelaki itu. Astaga! Kenapa harus Bintang dan kenapa harus lelaki itu?
Rosa mengenal dengan baik siapa Romeo Amartha dan gadis itu tidak rela jika perempuan sebaik Bintang menjadi istri dari buaya darat seperti lelaki itu.
Beberapa bulan yang lalu Rosa hampir tidur dengan Romi andai gadis itu tidak ingat siapa lelaki itu. Kelasih bosnya. Keduanya sama-sama berada dalam pengaruh alkohol dan gairah yang terlanjur menguasai mereka. Tapi tiba-tiba Rosa sadar dan buru-buru mendorong tubuh kekar Romi dari atasnya. Gadis itu berlari keluar dari kamar hotel yang sudah Romu sewa untuk mereka.
"Ros, kamu kok ngelamun?" Bintang menyentuh ringan bahu Rosa, gadis itu terkejut.
"Eh, Mbak, maaf saya. Um, soal kain udah fix kan, ya? Saya ke Bandung sama Reno. Kalau gitu, saya permisi dulu."
***
Dua jam setelah kepergian Romi, lelaki itu mengontak Bintang, mengajaknya makan malam di restoran favorit mereka. Jelas Bintang tidak menolak, dia memang sudah lama tidak berkencan dengan calon suaminya itu.
Sementara di tempatnya, Romi sedang menghisap rokoknya sambil memandangi suasana sore ibu kota dari balik jendela kaca besar miliknya.
"Bapak curang. Habis main sama saya, eh nelpun calon istri terus ngajak diner." Wanita di belakang Romi berkomentar sambil memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai, membuat lelaki itu terkekeh pelan.
Romi selalu punya cara untuk menebus kesalahannya pada Bintang. Meski gadis itu tidak pernah tahu seberapa bejat kelakuan calon suaminya.
R
omi menghisap rokoknya dalam dan mengepulkan asapnya perlahan. Lelaki itu tersenyum getir selanjutnya. Bintang Tavisha, gadis itu sangat berarti untuknya. Dia mencintai gadis itu lebih dari semua perempuan yang pernah dikencaninya. Dia sadar Bintang mampu memberikan pendar cahaya indah dalam hidup Romi, seperti nama gadis itu sendiri. Tapi Romi juga tidak munafik, dia harus memenuhi kebutuhannya yang tidak bisa diberikan gadis itu.
"Harusnya calon istri Bapak itu nggak dapetin Bapak. Nggak cocok ah gadis baik-baik buat Pak Romi." Wanita itu berjalan mendekati Romi dan membelai rahang lelaki itu sebelum keluar dari ruang kerja Romi. Wanita itu adalah Ivanka, sekretaris Romi.
"Jangan lupa ditransfer, Pak. Gincu saya habis soalnya." Wanita itu terkekeh manja sebelum menutup pintu, meninggalkan Romi dengan perasaan aneh yang tiba-tiba menyerangnya.
Bintang adalah gadis baik-baik. Romi tidak tahu apa yang akan terjadi gadis itu tahu bahwa dia sama sekali belum berubah. Selama ini tipu muslihatnya luar biasa hebat, sehingga Bintang menganggap Romeo Amartha memang sudah bertaubat dan tidak pernah bermain perempuan lagi.
Di tengah pikiran kacaunya, tiba-tiba pintu ruangan Romi kembali terbuka, kali ini secara kasar. Seorang wanita dengan gaun berwarna hitam berdiri di sana sambil terengah-engah dan memancarkan aura permusuhan. Di belakangnya Ivanka menatap Romi takut.
"Maaf, Pak. Saya sudah mencegahnya tapi..." ucapan Ivanka terpotong dengan gerakan Romi yang mengangkat tangan kanannya. Mengisyaratkan agar Ivanka keluar dan membiarkan gadis itu berada di ruangannya. Ivanka pun undur diri.
Gadis bergaun hitam itu menutup pintu keras-keras. Menatap Romi tajam, seolah ingin membunuh lelaki itu.
Gadis itu berlari menghampiri Romi dan menampar pipi lelaki itu keras-keras. "Brengsek lo, Rom. Yang lo lakuin ke Bintang udah kelewat batas. Guen ngg..." ucapan gadis itu tak pernah tuntas karena Romi lebih dulu menariknya dan mencium paksa gadis itu.
Christina Perri - Thousand Years
Gunungkidul, 30 April 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
FALLING STAR (Completed)
Romance📌 Cover made with Canva [Completed] Bintang Tavisha sejak dulu tidak pernah membiarkan hatinya jatuh pada lelaki lain. Baginya, Romi adalah lelaki yang pantas ia cintai. Meski perangai lelaki itu tak cukup baik di mata publik. Semua menjadi nyata k...