PART 9: SALAH TINGKAH

41 6 0
                                    


                         🌼🌼🌼

Hari ini adalah hari senin, dimana SMA Nusantara melaksanakan upacara. Upacara kali ini berbeda. Empat puluh lima menit sudah terasa seperti 45 jam. Hari ini yang memimpin upacara adalah Pak Johan. Kepala sekolah yang killernya minta ampun. Bukan hanya killer, dia juga sangat disiplin, tegas, dan berwibawa. Semua murid SMA Nusantara takut sama Pak Johan. Hukuman beliau sangat elegan dan menawan.

"Lama banget sih kalau ceramah, udah kayak mau kampanye.", kata Jovi sedikit keras.

"Diem! Nanti lo dihukum sama Pak Johan, baru tahu rasa.", kata Bryan teman Jovi, yang berada di belakang Jovi.

"Bodo amatlah. Gue capek.", kata Jovi sambil melirik Aksa sekilas. Aksa tampak sedang mencari seseorang. Jovi mengikuti arah pandang Aksa. Ara. Ternyata Aksa lagi ngelihatin Ara.

Tak jauh dari barisan kelas Aksa, barisan kedua dari kanan adalah barisan kelas Ara. Jarak barisan kelas Aksa dan Ara, lumayan jauh, yaitu berjarak 3 kelas. Tapi Aksa dapat melihat Ara yang sudah mulai kecapekan. Aksa dan berada di barisan paling depan, sedangkan Ara barisan nomor dua dari depan. Jadi Aksa masih dapat melihat Ara.

"Tu guru lama banget sih kalau ceramah."

"Dari tadi terakhir-terakhir mulu. Sebel gue dengernya."

"Ra, lo kok diem aja? Lo gak papa kan?"

"Gak.", Jawab Ara singkat. Astrid melihat bibir Ara yang mulai pucat. Tidak biasanya Ara seperti ini.

"Ra, bibir lo pucet? Tumben? Lo belum sarapan ya? Gak biasanya kayak gini pas upacar. Apa lo sakit?", Ara tidak mendengarkan ucapan Astrid. Perlahan-lahan pandangannya mulai kabur. Dia memegang kepalanya yang terasa pusing.

BRRAAKK! ARA PINGSAN!

Astrid dan Ranya segera menangkap tubuh Ara. Mereka berdua membawa Ara keluar dari lapangan upacara, dan membawanya ke UKS. Petugas PMR dengan sigap membantu Astrid dan Ranya. Aksa kaget melihat Ara yang tiba-tiba pingsan. Dia langsung mundur dari barisan, dan menyusul Ara ke UKS.

"We bro, mau kemana lo!", kata Jovi pelan.

"We maen nyelonong aja tu botcah.", celetuk Bryan.

"Anak baru, masih baru aja masuk, udah maen bolos upacara aja. ", celetuk Bryan.

"Pasti ada apa-apanya itu. Gue susul deh.", Jovi mundur dari barisan dan menyusul Aksa. Aksa berlari kecil menuju UKS. Setelah sampai di UKS, Aksa mengintip dari cendela UKS. Dia melihat Ara terbaring lemah di atas kasur UKS. Wajah Ara pucat. Rambutnya menutupi wajahnya sebagian. Aksa menatap lekat Ara dari balik cendela UKS. Dia ingin masuk, tapi dia siapanya Ara. Aksa tidak begitu dekat dengan Ara. Tapi sejak dia bertemu dengan Ara, hidupnya sedikit berbeda dari biasanya. Mata Aksa terus tertuju pada gadis yang terbaring lemah di UKS. Pundak Aksa di tepuk oleh seseorang. Aksa menoleh ke arah orang yang menepuk pundaknya. Tatapan datar ia berikan kepada orang yang menepuk pundaknya dan membuatnya ia kaget. Jovi. Dia terkekeh melihat wajah datar sahabatnya.

"Lo suka sama tu anak?"

"Siapa bilang?"

"Lo!"

"Kapan?"

"Gak usah belaga bodoh.", Jovi tersenyum sinis lalu meninggalkan Aksa.

"Lebih baik lo balik ke lapangan daripada kecyduk sama guru.", kata Jovi sambil jalan menuju lapangan. Aksa bingung dengan kata Jovi. Kapan dia ngomong kalau suka sama Ara?.

...

"ARA!"

Suara itu tidak asing di telinganya. Ara menoleh ke sumber suara. Rafa.

AksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang