Aku masih terduduk di tempat yang sama, sedikit lebih jauh dari tempat yang dulu sangat kusukai. Namun, sekarang aku amat sangat membenci tempat ini. Kenapa ? Di sini pernah ada seorang gadis yang amat beruntung, dilamar oleh pemuda yang selama ini sangat dicintainya. Klise, seperti novel romantis. Dan semua itu runtuh dalam sekejap.
Semua berubah sangat cepat, bahkan si pemuda itu sendiri. Gadis itu kecewa. Dia lari dan pergi meninggalkan ceritanya sendiri. Sudah berpikir itu siapa ? Ya. Itu diriku sendiri. Entahlah aku merasa gagal dalam hidup ini. Aku muak dengan lelaki itu. Datang dan hanya membawa sial.
Di sini cerita hidupku yang baru sudah sejak lama berjalan. Lari bukanlah suatu penyelesaian. Tapi aku justru lebih nyaman dari itu. Sore ini aku lihat sepasang anak muda yang masih bersekolah. Sepertinya sama dengan diriku dulu.
Ah indah ya, masa remaja. Aku jadi ingin kembali seperti itu. Andaikan waktu tidak berlalu begitu cepat.
Angin sore menerpa begitu kencang, sampai aku menangkap kertas yang terbang ke arahku.
Apa ini ? Surat ? Aku bergumam sendiri. Mencoba membaca surat sederhana itu. Satu hal yang membuatku tercengang.
Ada namaku.Aku langsung mencari tanggal surat itu. Tepatnya hari ini sepuluh tahun yang lalu.
Isi surat itu tak berbeda dari surat pernyataan cinta. Tapi anehnya justru aku penasaran dengan siapa yang mengirim itu untukku.
Aku bergegas bangkit lalu pergi ke sebuah rumah yang tak jauh dari situ. Rumah teman sekelasku dulu. Dengan tekad yang kuat, aku tanpa malu mencari teman sekelasku.
Tuhan mungkin sedang berpihak kepadaku. Teman sekelasku ada di rumah, dan aku bertanya mengenai siapa pemilik surat dengan gaya tulisan ini.
Seperti dugaanku, dia yang sangat hafal dengan gaya tulisan teman-teman sekelasnya mampu mendeteksi siapa pemilik surat ini dengan cepat. Meskipun sudah sangat lama. Ternyata dia juga menyimpan berbagai macam tulisan tangan milik teman sekelasnya. Tanpa sengaja, karena dulu dia sebagai sekretaris.
Dia memberitahuku nama dan alamat pemilik surat itu, lalu aku mengajaknya ke sana. Tapi dengan ramah dia menolak dengan alasan ini akan menjadi urusanmu saja.
Aku sedikit bingung dengan apa yang dikatakan olehnya. Karena rasa penasaranku. Aku bergegas ke alamat yang diberikan oleh teman sekelasku.
Alamat itu tak terlalu jauh dari tempatku, namun agak meninggi karena datarannya dekat dengan bukit kecil di tengah kota.
Aku sempat ragu saat sampai di depan rumah yang sudah tak berseri itu. Bahkan bisa dibilang tak bernyawa.
Namun, langkah kakiku tak bisa berhenti untuk terus maju sampai aku berdiri di depan pintu.
Aku mengetuk pintu dengan pelan, cukup lama menunggu sampai seorang wanita tua membuka pintu, dengan wajah sendu.
Raut kekhawatiran dan kepasrahannya sangat jelas terlihat di mataku. Namun, wanita itu masih berusaha untuk tersenyum ramah kepadaku, dan bertanya siapa yang kucari.
Aku membisu sebentar, lalu dengan yakin aku katakan aku ingin bertemu seorang pemuda. Ekspresinya langsung berubah terkejut. Bahkan sangat terkejut
Wanita itu dengan panik bertanya padaku, untuk apa mencari pemuda itu.
Aku hanya menjawab, ada urusan yang belum selesai denganku.
Kepanikannya membuatku merasa tidak enak, bahkan aku juga berpikir untuk kembali besok lagi. Namun sudah terlanjur di sini. Paling tidak aku bisa melihatnya.
Wanita tua itu mempersilahkanku masuk, lalu membawaku ke sebuah kamar yang tertutup rapat. Namun bau busuk menguar sangat merusak indra penciumanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shot Story
Short StoryAku mendapat surat cinta, sepuluh tahun yang lalu tepat hari ini, surat cinta yang membawaku pada takdir singkat . . . Kumpulan cerita pendek satu halaman.