27. Penempatan Pada Tempatnya

1.6K 76 0
                                    

Jujur itu tidak disembarang situasi karena bisa berpengaruh pada kondisi hati.

****

Dengan langkah pelan, Risya memasuki ruangan persegi yang pagi ini digunakan sebagai kelasnya di jam pertama. Allah mahabaik menjadikan matanya tidak seperti mata panda tatkala ia bangun subuh tadi. Semalaman menangis karena sungguh perasaannya tidak karuan. Ia membaca Al Quran Al Karim sambil air mata terus merembes keluar dari mata indahnya. Terbilang melantunkan saja tanpa membaca, sebab pandangannya yang buram akibat air mata. Terlebih saat ia membaca salah satu ayat dalam surat An-Nahl. Tepatnya di ayat 16, Allah berfirman;

أَتَىٰ أَمْرُ اللَّهِ فَلَا تَسْتَعْجِلُوهُ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ

Ketetapan Allah pasti datang, maka janganlah kamu meminta agar dipercepat (datang)nya. Mahasuci Allah dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.

Semalam saat melantunkan ayat itu di telinga dan di pikiran Risya terngiang arti dari ayatnya, dan tanpa sadar air matanya mengaliri pipinya semakin deras. Mengingat tidak jarang ia melempar tanya pada Allah tatkala ada keinginan yang membuncah di hatinya. Sembari menangisi kelalaiannya-yang tidak jarang mengingkari tepatnya kedatangan ketetapan Allah, ia terus merapalkan kalimat-kalimat istigfar, dan zikir setelahnya untuk menyingkirkan perasaan kurang nyaman di hatinya. Untuk semalam, begitulah Risya menghabiskan malamnya.

“Senyum manis yang hilang entah ke mana.”

Risya tahu dirinya yang terkena ucapan sahabatnya, Aya. Sahabatnya yang satu ini memang paling peka melihat tingkah Risya. Biarkan saja, toh Aya akan berhenti sendiri nantinya. Pikir Risya. Ia pun kembali fokus mendengar penjelasan dosen di kelasnya.

“Manisnya si eneng pergi terbawa angin,” ucap Aya sedikit lebih keras.

Risya bergeming.

Bukan sasaran Aya yang menanggapi, ia malah mendengar rutukan Sistia di sebelahnya, “Nilai eror baru tahu rasa!”

Aya tidak balas merutuk. Gadis itu memilih mengingatkan Sistia dengan berkata, “Fokus aja dengarin dosen biar nilainya benar, Dik. Jangan rutukin Kakakmu yang cantik ini. Nggak baik tahu!”

Sistia menatap Aya sengit seakan ingin mengibarkan bendera perang. Baru gadis itu membuka mulut hendak membalas ucapan Aya, tapi Risya sudah menatapnya bergantian menatap Aya setelahnya.

“Nanti saja perangnya di luar kelas. Perhatikan dosen!”

Aya dan Sistia kompak mengangguk dan mengalihkan pandang. Mereka fokus memperhatikan dosen meski sesekali masih saling menatap kesal.

“Apa?”
“Apa, eh?”
“Aku period ya, Sis.”
“Terus?”

Mulut Aya menganga tatkala suara dosen menginterupsi kegiatan adu mulutnya dengan Sistia. “Sistia, Aya, kalian silakan meninggalkan kelas saya!”

“Siap, Pak.”

Risya menggeleng menatap kedua sahabatnya yang begitu senang meninggalkan kelas. Terlihat raut wajah mereka tanpa beban. Jika sebelumnya kedua sahabat itu adu mulut, siapa sangka sesaat sebelum meninggalkan kelas keduanya malah berhigh-five, kompak mendekat pada Risya dan berbisik, “Duluan ke kantin ya, Sya.”

Risya hanya bisa geleng-geleng kepala menanggapinya. Gadis itu bernapas lega kemudian. Berpikir bahwa dia sudah akan tenang dan bisa fokus mendengar penjelasan dosen, nyatanya itu hanya mimpi karena ponsel pintarnya berdering tanda pesan baru saja sampai ke ponselnya.

Setulus Rasa (END)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang