Dimas Van Dijk : Laki- laki di Balik Jendela

3.2K 164 31
                                    

Air mata Valeri tak berhenti menetes, dadanya sesak saat melihat laki-laki itu. Ada rasa rindu yang mendalam yang Valeri rasakan. Rasanya amat menyakitkan ketika iris matanya bersitatap dengan laki-laki di jendela itu. Dia merindukan laki-laki itu. Tapi masalah terbesarnya dia tidak pernah bertemu ataupun mengenal laki-laki itu.

Sudah berhari-hari ini Valeri demam semenjak insiden pingsan di kelas hari itu. Valeri hanya mampu berbaring dan menolak untuk makan. Mama dan Papanya begitu khawatir akan keadaan Valeri. Dokter sudah didatangkan berkali-kali untuk memeriksa keadaan putri tunggal keluarga Britssen itu. Tapi hasilnya masih tetap sama. Tubuhnya sakit tapi hatinya jauh lebih sakit. 

Tidak ada yang tahu apa yang terjadi kepada putri tunggal keluarga Brittsen itu. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut gadis yang Desember lalu telah berusia 18 tahun itu. Kecuali isak tangis. Menurut keterangan Fallen yang menunggui dan mengantarkan Valeri pulang, tidak terjadi apa-apa selama Valeri pingsan. Dan tidak mungkin juga ada yang menyakiti Valeri karena Fallen telah menungguinya tanpa beranjak sedikitpun dari sisinya selama dia pingsan. Tanpa mereka ketahui laki-laki itu, Dimas Van Dijk,selalu mendatanginya selama dia terlelap. Memberikan kisi tentang ingatan yang selama ini Valeri lupakan.

Hari ini dengan terpaksa Tuan dan Nyonya Britssen meninggalkan Valeri demi mengurus pekerjaan mereka yang sudah lama terbengkalai.Dengan berat hati mereka meninggalkan Valeri dengan sederet Maid yang siap sedia membantunya dan melaporkan keadaannya pada Valeri kepada Tuan dan Nyonya Britssen yang tengah berada di luar kota.

***

Seorang laki-laki berambut pirang kecokelatan, tengah mengamati sesuatu dari sebuah jendela besar dihadapannya. Matanya memang memandang kearah sekumpulan anak-anak lain yang tengah asik bermain, namun jiwa dan pikirannya tengah berkelana entah kemana. Rambut pirangnya melambai- lambai tertiup angin. Cahaya sang senja menerpa wajah rupawan milik laki-laki itu. Hingga sebuah kata terucap dari bibirnya

"Valeri.... Maaf aku sempat melupakanmu.... Aku mencintaimu." perlahan bayangan Dimas mulai menghambur.

"DIMASSSSS!!!!!" Valeri terbangun dengan napas terengah-engah seolah tengah diburu oleh sesuatu. Dia memandang kesekeliling, kamarnyalah yang dia lihat. Bukan Kapel itu dengan seorang laki-laki yang tengah berdiri di depan jendela. Dia menetralkan napasnya.Tenggorokkannya begitu kering. Valeri meraih gelas yang ada di nakas samping tempat tidurnya, namun gelas itu kosong. Valeri memanggil Mama dan Papanya namun tak seorangpun yang menyahut. Kemana semua orang? pikirnya.

Valeri memaksakan dirinya untuk berjalan ke dapur yang ada di lantai bawah.Dengan langkah tertatih dan menyeret kakinya dia memaksakan tubuh lemahnya menuruni tangga.Tubuhnya benar- benar lemah, karena sudah berhari-hari tidak memakan apapun kecuali air. Tenggorokannya benar- benar tidak bisa diajak berkompromi sama sekali.

Saat menuruni anak tangga tiba-tiba kepalanya pusing. Dia terjatuh terjun bebas menuju anak tangga terakhir. Kepalanya terluka,dan terus mengeluarkan darah. Kini Valeri bersimbah darah. Darah mengalir melalui kepalanya dan melewati mata hingga memburamkan matanya. Darahnya bahkan sampai menetes dari kedua ujung jarinya.

Diujung kesadarannya yang tersisa,samar- samar dia melihat sesuatu. 

"aku menyukai Dimas"

"Valeri... mama memanggilmu"

"ASTAGA VALERI!!!... Kamu mengejutkan Mama nak...bagaimana bisa kamu disini? bahkan Mama tidak mendengar langkah kakimu memasuki kamar"

"Oh iyaa...Valeri ayo antarkan Mama Kekantor, pekerjaan Mama yang harus diselesaikan besok tertinggal disana. Mama takut pergi kesana sendiri apalagi sekarang hampir petang" 

"Kamu siapa?" 

 "Valeri kudengan kamu jatuh dari tangga dan lupa ingatan ya?"

"Aku Elizabeth Brouwer putri dari Rudolf Brouwer salah satu bawahan ayahmu... aku dulu sering bermain kerumahmu dulu" 

" Mengapa kamu memandangi jendela seperti itu? ada apa yang begitu menarik bagimu diluar jendela itu?"  

"Ahh... maaf aku lancang namaku Valeria Britssen" 

" Bukan... bukan Namaku Valeria Van Loen salam kenal" 

"Tidak.... apa kamu tidak takut orang- orang akan mengunjingkan dirimu karena berbicara padaku?"

"Takut? untuk apa? aku tidak perduli kata orang lain... toh aku tidak akan mati jika tidak mendengarkan kata oranglain kan?"

"Ohh iya namamu siapa?" 

"Aku Dimas. Dimas Van Dijk" 

Ingatan itu terus- terusan menghampirnya. Kepalanya serasa mau pecah ketika ingatan itu masuk terus menerus. Begitu banyak hal-hal yang sebelumnya dilupakannya kini datang menghampirinya. Hal-hal yang selama ini dia kira hanya mimpi semata. Hal yang dia kira hanya halusinasinya. Tentang siapa laki-laki yang tengah menatap gerombolan anak lain yang tengah bermain melalui jendela di sebuah kapel kecil milik sekolahnya. Dan mengapa laki-laki itu tampak begitu kesepian tanpa seorang temanpun.

Valeri bangkit dari posisinya, terduduk bersandar pada pegangan tangga. Dia mengusap darah yang mengaliri wajah dan matanya. Pandangannya kosong. Mengapa dia bisa melupakan hal sepenting itu. Mengapa dia bisa melupakan laki-laki yang dia cintai. Kekasihnya,Dimas Van Dijk. Mengapa tuhan begitu jahat mempermainkan kisah cinta mereka. Dia berteriak histeris, memekik dan menangis sesegukan. Menyuarakan kesedihan serta ketidakadilan akan kisah cintanya.

Dia mencintai Dimas, dan kini Dimas pun mencintainya namun mengapa ketika mereka sudah saling mencintai. Takdir memisahkan ruang dan waktu diantara mereka. Sungguh ironis memang. Kisah cinta antara Valeria Britssen dan Dimas Van Dijk kini tidak bisa bersatu.

"Dimas aku sangat mencintaimu, hiduplah dengan baik disana."

Tiba tiba semuanya menjadi gelap. Dan yang terkahir dia dengar adalah suara jeritan para maidnya yang menemukan Valeri bersimbah darah.

-End-






Tabi bohongan... hehehe peace...


Dear My Readers...

Maaf ya guys buat kalian yang udah nungguin banget cerita ini up... Maaf banget aku nggak bisa up cepet-cepet berhubung aku ini anak kelas XII, bulan ini adalah bulan-bulan ujian praktek dan berhubung juga aku dari Bali jadi ujian praktek seni budayanya itu buat Fragmentari... Setiap malam dan sepulang sekolah aku harus latihan nari... So sorry guys....




To Be Continued


Dimas Van DijkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang