Mereka tidak akan pernah menyaka kalau malam itu akan menjadi sebuah petaka. Berawal dari sebuah kesepakatan, 'Kita harus pecahkan misterinya, maka kita adalah teman.'
Siapa yang akan mengira bahwa misteri itu justru membawa mereka ke dalam nereka...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
S A V E M E Or K I L L M E
We found each other I helped you out of a broken place You gave me comfort But falling for you was my mistake
I put you on top, I put you on top I claimed you so proud and openly And when times were rough, when times were rough I made sure I held you close to me -The Weeknd-
Happy reading
Jong Un meremas jari-jemarinya untuk menghilangkan gemetar hebat di tangannya. Dia duduk di salah satu kursi tunggu rumah sakit. Menunggu untuk gilarannya masuk ke dalam. Tubuhnya menunduk karena mulai merasa resah, kedua tangan yang saling bertaut dia gigiti satu persatu. Kaki Jong Un pun bergidik tak bisa diam, dia merasakan sesuatu yang mengancam.
Bayangan tubuh Sae Woon, jeritan Sae Woon, lalu mata terbelalak Sae Woon. Jong Un jelas melihat semua itu dalam pikirannya.
Dia mendengar suara ketukan sepatu pantopel, roda yang bergesek dengan lantai, lalu beberapa suara bisik-bisik sebagian orang. Jong Un menoleh ke sisi kiri, melihat dua suster yang duduk di balik meja bagian informasi sedang tertawa.
Kedua mata suster itu kemudian meliriknya dengan tajam seraya mengatakan sesuatu berulang-ulang seperti mantra.
"MATI KAU!"
Jong Un mendekap kedua telinganya saat suara kedua suster itu berteriak kencang. Sontak membuat dia meraung ketakutan, mendorong tubuhnya ke punggung kursi seolah mencari perlindungan.
"Hakseng!"
Seseorang menepuk pundaknya, dia perlahan mengintip dari celah lengan yang menutupi wajah. Seorang suster menatapnya khawatir. Dia menurunkan seluruh lengannya, menatap ke sekitar sedang menatap dirinya aneh. Jong Un melihat dua suster di balik meja informasi juga sedang menatapnya khawatir.
Semuahanyakhayalan.
"Hakseng, sekarang giliran mu untuk konsultasi," ujar Suster yang menepuknya, Jong Un pun menurut dan berlari masuk ke dalam ruangan. Dia butuh pengobatan segera.
Jong Un meringkut ketakutan saat sang Dokter menyapanya dengan sebuah senyuman lembut. Dia berjalan pelan munuju kursi, lalu duduk dengan perasaan waspada.
"Tenanglah, Hakseng," ujar sang Dokter, dia membaca nama di lembaran informasi. "Jong Un?" tanyanya memastikan, melihat ekspresi Jong Un yang tak mereda dia kembali tersenyum. "Ceritalah pada dokter, Jong Un-ah."
"A-aku me-meli-hatnya," ujar Jong Un terbata-bata, dia duduk bersandar dengan kedua kaki tertekuk ke atas. Kedua jemarinya bergemeletuk di depan bibir. Mata Jong Un menatap ke lain arah dengan melotot, berusaha untuk mengalihkan pikirannya. "Terga-gantung."