Aku menyapa perempuan itu senormal yang aku bisa, meskipun rasanya tendon wajahku kaku dan keras. Raut wajahnya tiba-tiba berubah, dan dia menghampiriku segera. Kamar kami di batasi oleh bagian tengah gedung yang kosong karena seluruh kamar berada di tepian, maka dia pergi memutar sampai setengah lantai tiga. Dengan sangat tergesa-gesa ia menyentuh pelipisku dan sialnya itu menciptakan rasa sakit. Dia menekannya terlalu keras.
"E-eh, maaf, aku hanya panik, siapa yang memukulimu?" raut khawatir sangat jelas nampak di wajah gadis yang nyaris tanpa kerut tersebut. Akan tetapi, baik di depan Belma pun, aku tidak boleh mengatakan tentang pekerjaanku, maka lagi-lagi aku harus berbohong.
" Tiga berandalan memaksa aku memberikan beberapa bit yang ada di saku, aku sempat menolak dan mereka licik, mereka memakai batu untuk menghajar pelipisku, ini sudah lumayan keadaannya, Tuan Muzam memberiku satu kantung es untuk mengkompres beberapa lebam, semua sudah lebih sekarang."
Sorot matanya mendadak tajam." Sudah aman? Bagaimana jika infeksi atau retak tulang terjadi tanpa diketahui? Itu berbahaya, masuk dan akan aku rawat lukamu."
" Masalahnya, pintu rumahku—" dengan sekali serobot, Belma mengambil kunci dari tanganku dan memasukkannya ke lubang kunci. Dengan mudahnya dia memutar kunci tersebut, pintu akhirnya terbuka, bau apek dan sedikit lemon sisa parfum buah murahan dari toko loak menguar pergi. Aku tak bisa berkomentar banyak, tenaga Belma kali ini sangat aku andalkan.
"—sudah terbuka, lekas masuk dan duduklah di sofa, akan aku ambilkan perban dan plester." Potongnya.
Jika Belma dalam mode seperti ini, tidak ada yang bisa menghentikannya sekarang. Siapapun harus menurut, entah orang itu mengenalnya atau tidak.
" Aku cukup dengan es ini semua akan baik—" ucapku karena merasa tidak etis.
Namun, lagi-lagi dia memotong kalimatku sebelum selesai" —Jangan mengada, es akan menyempitkan aliran darahmu, efeknya hanya mengurangi rasa sakit dan lebam, sedang ia tidak bisa mencegah infeksi dan iritasi."
Benar-benar tidak bisa dihentikan bagaimanapun. Sembari menunggu Belma mengutak-atik lemari dapurku yang berada tepat di seberang sofa sekaligus meja makan ini, aku mengompres dada dan perutku yang terasa agak ngilu dan kaku, rasa dingin menjalar ke anggota tubuh yang aku kompres, seakan-akan melepaskan semua rasa sakit ke udara. Selang beberapa menit, setelah es ini mencair, Belma datang dengan kotak obat jatah pemerintah yang sudah lama tidak aku pakai.
" Semua kit medis ini masih nampak baru dan tersegel rapi, kau tidak pernah memakai benda ini satu kalipun ya?"Belma mengambil satu pak berisi plester dan kain kasa serta kapas, betadine dan satu botol revanol basah. Ia membasahi kapas tersebut dengan air yang ia ambil dari keran siap minum dan membersihkan lukaku dengan hati-hati. Meski hati-hati tapi itu rasanya tetap perih.
" Ini hanya luka sedikit, janganlah cengeng!" Aku tertohok dengan ungkapan Belma.
Dalam keadaan hening dan sepi ini, hanya ada aku dan Belma di rumah ini. tunggu! Aku tidak berpikiran macam-macam untuk melakukan hal bodoh , bukan, ini lebih kepada kekagumanku yang selama ini aku pendam kepada Belma. Dia adalah satu-satunya orang paling perhatian setelah Ayah dan ibuku, entah sejak pertama kali aku berada di kawasan pemukiman ini. Belma adalah tetanggaku yang pertama kali aku kenal, saat pertama kali membuka pintu rumah apartemen ini, aku nyaris saja tidak menyadari ada dia jika dia tidak mengetuk kamar apartemen dan memberi ucapan selamat datang.
Itu adalah kali pertama aku merasa memiliki tetangga, karena dirumah ku yang lama, seingatku tidak ada satupun tetangga apartemen yang setidaknya berkunjung. Bahkan saat kedua orang tuaku meninggal, hanya beberapa tetangga yang datang untuk mengucap bela sungkawa. Itu saat yang paling memilukan, karena kami sepenuhnya hanya ditemani oleh manajer pabrik tempat ayah dan ibu bekerja serta beberapa sahabat karyawannya. Mereka mengurus segala keperluan kremasi kedua orang tua kami, termasuk lahan penguburannya. Jika saja boleh meminta, akan lebih baik mengubur mereka dalam keadaan utuh, namun masalah lahan membuat pemerintah memberi kewajiban untuk melakukan kremasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Ursulanda | dan bagaimana kami memenangkannya [ TAMAT ] [Revisi]
Science FictionKisah-kisah lama telah hilang, dunia berganti pada lembaran baru. Tanah-tanah hijau itu jadi saksi dari tumbuhnya Tirani baru yang merongrong di era kebangkitan umat manusia. Jauh setelah gempa besar dan perang nuklir, segelintir umat manusia mulai...