si non-ekskpresif

32 3 0
                                    

Akhir-akhir ini Davin sering kali merasa gelisah. Tepatnya gelisahnya soal si Charryn! Dia lalu menelpon sekretarisnya dan menyuruhnya untuk menginvestigasi Charryn. Wajahnya yang cukup mirip dengan seseorang yang perdah dia lihat, tapi dia lupa siapa. Tak jelas apa respon dari sebrang sana, yang pasti Davin terdengar kesal.

"Aiden, aku serius! Pokoknya semua harus ada di mejaku besok pagi," perintahnya. Aiden sebenarnya adalah salah satu teman kuliahnya yang akhirnya Davin pekerjakan karena performa dan etika kerja yang boleh diadu. Meski mereka tidak terlalu dekat, Aiden akhirnya menerima saja tawaran pekerjaan yang tiba-tiba datang saat dia butuh uang setelah dia berhasil menghabiskan seluruh harta yang ditinggalkan orangtuanya di meja perjudian. Pada akhirnya, Davin & Aiden akhirnya menjadi teman dekat dengan hubungan bos-pekerja.

Setelah memacu mobilnya menuju vila pribadi yang dibelinya di pinggiran kota, dia akhirnya punya waktu untuk rileksasi tanpa khawatir. Cuma di tempat pribadinya inilah dia bisa bebas berekspresi dan santai. Tentunya seorang CEO termuda di perusahaan e-commerce yang terkemuka di Indonesia gak bisa sembarangan santai dengan banyaknya orang yang sirik dan gak senang dengan kesuksesannya.

Setelah menanggalkan semua pakaiannya, dia lalu menuju ke kamar mandi dan berbaring di bath tub yang sudah terisi air hangat dengan minyak mandi favoritnya. Dia mulai menutup mata saat bunyi dering dari handphone-nya yang akhirnya dia matikan supaya tidak ada lagi yang bisa mengganggu.

***

Davin menghabiskan malamnya dengan tertidur diatas laptopnya. Riset pasar memang benar-benar melelahkan. Semua ini memang resiko yang sudah dia pilih. Dia bertekat untuk memperluas usahanya ke ranah internasional. Tiba-tiba dia terbangun dan langsung memandang jam di mejanya, and shit. Dia terlambat lagi. Sudahlah rumahnya itu jauh setengah mati dari kota. Gak heran kalau dia sering terlibat kasus tabrak menabrak kan? Canda.

Setelah selesai siap-siap, dia langsung loncat ke mobilnya yang di pacu cepat ke kantornya di pusat kota. Setelah sampai, dilihatnya mejanya yang kosong dan Aiden yang kemudian menunjukkan diri dari arah pintu.

"Gak usah marah. We have something more important than that to take care of," jawab Aiden dingin. Davin, sepenuhnya mengerti. Meski dia punya rasa ingin tahun tingkat dewa saat ini, bukan itulah yang harus mendominasi fokusnya sekarang. Banyak hal lainnya yang berhak memiliki fokus dan perhatiaannya selain Charryn.

***

Davin menyelesaikan pekerjaannya dengan cukup cepat pada hari itu, dengan begitu dia langsung membuka beberapa puluh file lagi untuk me-review pekerjaannya esok supaya dia tak perlu buang-buang waktu mempelajarinya besok. Waktu selalu salah satu faktor yang sangat dihargai oleh Davin. Meski kau memiliki kekuatan yang sama, skill yang sama, performance yang sama, tentunya waktu adalah hal penting yang mendeterminasi keberhasilan ketimbang lawanmu.

Setelah 30 menit berkutat, akhirnya dia keluar dari ruangannya dan pulang. Di sepanjang jalan, dia terus-terusan memikirkan seribu satu cara untuk minta maaf. Dalam hati, berbagai skenario sudah di ulang-ulang dan tanpa sadar ujung bibirnya sedikit meninggi.

Meski Davin benci untuk mengakuinya, beberapa hari belakangan, Charryn adalah makanan untuk pikirannya. Setelah pekerjaan, Charrynlah yang muncul di kepalanya. Ah, persetan. Aku cuma ingin hidup tenang dan berendam tanpa mikirin apapun! Dipacunya mobil itu dengan sangat kencang menuju villanya di pinggir kota. Alhasil, dia sampai dalam 17 menit untuk perjalanan yang seharusnya memakan 20 hingga 25 menit.

Davin melangkahkan kakinya kerumah dan langsung meletakkan bawaannya dari kantor di ruang tamu. Lalu dia bergegas menelanjangi tubuhnya dan masuk ke kamar mandi ekstravagannya. Diisinya bath tub berukuran besar itu dengan hari hingga tiga perempat penuh dengan air hangat yang suhunya sangat pas. Tak lama kemudian dia berjalan menuju lemari sabunnya dan menuangkan sabun secukupnya, dengan dua botol kecil minyak lavender untuk membantunya rileks. Ah, andai saja hidup selalu semudah dan serileks ini. But no.

***

Setelah selesai menikmati me time-nya, dia langsung nyetir santai menuju rumah Charryn persis seperti yang sudah di lakukannya beberapa hari belakangan. Semenjak dia tahu tidak ada alternatif lain untuk mempercepat pemulihan kakinya, Davin langsung merasa bersalah. Apalagi saat waktu itu dia melihat Charryn sempat nge-drop saat dokternya bilang dia gak bisa ppulih lebih cepat lagi. Pemulihan tercepat yang bisa di harap adalah dua bulan. 

Nyetir santai itu membawanya ke rumah Charryn setelah mengemudi selama 20 menit. Selain itu, dia juga menyempatkan diri membeli martabak terang bulan  setengah coklat setengah keju favoritnya, yang dia harap juga favorit Charryn atau mamanya. Saat mengetuk pintu, seperti biasanya dia disambut oleh wanita paruh baya dengan rambut bergelombang sebahu dengan beberapa helai rambut putih yang menyelip di berbagai area.

Keduanya lalu berjalan masuk ke dalam rumah, dipimpin oleh pemilik rumah dan si tamu ngekor dari belakang. Setelah berbincang selama beberapa menit, seperti biasa, mamanya Charryn pergi menyiapkan makan malam sederhana untuk semua. Nah, di saat itulah Davin pergi mengetuk pintu kamar Charryn yang berwarna biru muda dengan pelan.

"Charryn, ini Davin. Aku udah gak tau lagi harus bilang apa. Intinya aku tau ini salahku. Gak perlu aku jelasin panjang lebar. Terserah mau maafin atau tidak," Davin memulai.

"Ini, aku bawain terang bulan coklat keju kalau kamu mau. Aku gantungin di pintu ya." Davin lalu menggantung bungkusan martabak itu di pintu dan lalu pergi.

Tak lama kemudian, Charryn membuka pintu dan mengambil martabak itu sambil berjalan ke ruang tamu. Di sana, dilihatnya Davin tengah memegang handphone-nya sambil berberes-beres dengan maksud pulang. Namun penampakan Charryn membuatnya kaget dan berhenti berberes.

"Ambil piring," suruh Charryn dengan ekspresi datar. 

Betapa beruntungnya Davin, nyatanya memang terang bulan coklat keju juga favoritnya Charryn. Charryn suka yang keju, mamanya suka yang coklat. Dengan sigap mamanya memberikan piring ke Davin, dan meski prosesnya masih dalam diam, akhirnya mereka bisa duduk bersama sambil menikmati martabak terang bulan.

Martabak terang bulan yang amat berjasa.

***

The Truth - She Is Not Your FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang