Namanya Raditya manusia setengah gila, mereka menertawakannya seperti itu. Mengapa? kata mereka dia itu aneh, dan tak peduli dengan keadaan sekitar. Seperti layaknya mayat hidup yang tak ada expresi. Ketika orang lain mengolok pun dia hanya diam tak ada reaksi.
Dia itu makhluk pasif. Dia tidak tidak terlalu suka dengan manusia-manusia asing di luar sana, yang terlalu bising dan siap untuk menerkam sesama kapan saja. Terlalu bodoh memang, dia menganggap semua orang sama, mungkin itu karna dia sudah terbiasa sendiri sejak lama dan dia sudah terlalu nyaman.
Itu sebelum dia kenal dengan yang namanya cinta, kata-kata yang di anggap sebagian orang sakral. Dia memang tidak mengenal cinta, yang kata orang bisa membuat siapa saja buta, cinta yang kata orang seperti bumbu membuat kita bisa merasakan manis pahit asamnya hidup ini. Yang bisa membuat manusia menangis dan tertawa.Setelah dia sedikit mengenal cinta, dia pun perlahan membuka hatinya untuk dunia dan untuk manusia-manusia di dalamnya.
Karena cinta dan kehadiran manusia indah yang selama ini belum pernah dia lihat, perlahan hatinya yang gelap hitam pekat memancarkan sedikit cahaya. Dia ingin sekali mengenal perempuan itu, dia sadar dia terlalu takut dan tak bisa apa-apa. Karena keinginannya yang kuat, dia mencoba untuk sedikit terbuka dengan manusia lain dan mengenal mereka satu per satu.
"Pagi cuuk.. lo udah sarapan? ikut gue yuk. Laper nih." Seperti biasa setiap pagi Garit selalu bersemangat.
"lo g liat gue udh kek ular?" Radit menjawab dengan lesu.
"oke, lo mau nitip g? gue beliin nih."
"nggaa.."
"serius?" Garit mencoba meyakitkan Radit.
"beneran, bgsd!"
"wii ya deh, ehh anu cuk.. gue minjem uang lo dong, dompet gue ketinggalan."
"gaya doang kan mau traktir gue."
"hehe maksudnya gue beliin, tapi lo yang bayar."
"nih, lo bawa aja." Radit mengeluarkan dompetnya.
Perkenalkan manusia yang selalu menemani Radit di sekolah. Namanya Garit, dia adalah tetangga Radit dan sudah mengenal Radit dari kecil, bahkan orang tuanya sering main ke rumah Radit. Mereka ada tetangga yang sudah seperti keluarga, hanya saja sifat anehnya yang tidak mau peduli dengan orang lain, membuatnya tidak terlalu mengenal Garit dan hanya sekedar saja.
Garit pun sudah mengerti dengan sifat Radit yang aneh itu. Dia berjanji akan membuat Radit sadar akan indahnya dunia ini dan mengenalkan padanya dunia yang selama ini dia anggap kejam bahkan manusia-manusia di dalamnya. Dialah orang yang di percayai oleh mama Radit untuk menemani Radit di sekolah.
Garit sudah berusah dari dulu, tapi usaha nya selalu gagal untuk membuat Radit sadar. Garit bukanlah tipekal yang mudah putus asa, dengan semampunya dia berusaha membuat Radit yakin. Bagi Garit, Radit sudah seperti kakaknya sendiri. Mereka memang satu sekolah dan berada di kelas yang sama, walaupun umur mereka terpaut satu tahun, dan Garit lebih mudah dari Radit.
"cuk main dulu yuk, kan masih belum sore bangeet."
"ngga.."
"okee, ehh cuk liat deh si Lusi, sumpaah gue suka banget sama dia, suka pada pandangan pertama kata orang-orang."
"woi biasa aj kali liatinnya."
"untung ya gue bisa dekat sama dia." Garit memang sudah lama suka dengan Lusi, setiap kali bertemu dengannya, mata Garit selali berbinar. Seakan melihat istrinya di masa depan kelak.
"kan lo udah biasa dekat sama semua orang."
"iya sih, tapi dia beda cuk. gue bersyukur banget."
"hai dit, Garit" Lusi sengaja menunggu mereka di gerbang sekolah.
"ehh Lusi, sendirian aj nih pulangnya?" Garit dengan cepat menjawab sapaan Lusi, mendahului mulut Radit yang baru mulai menganga. Memang dia jauh beda dengan Radit yang lamban akan hal apa saja.
"iya, gue bareng lo berdua ya, gue mau cerita."
"iya iyaa gpp" Ucap Garit dengan semangat.
"kalian duluan aj, gue mau mampir ke toko buku dulu."
"ikut dong dit, gue mau beli buku juga."
"ehh jangan-jangan, anuu.. gue mau mampir ke perpustakaan dulu mau ngembaliin buku abis itu baru ke toko, tadi kan lo bilang mau cerita, cerita sama Garit aj pasti seruu." Berusaha sambil tersenyum, Radit tidak mau membuat Lusi kecewa dengan penolakannya, lalu mencoba meyakinkan Lusi kalau pulang dengan Garit lebih menyenangkan.
"yaah.. iya deh."
"kalian duluan aj." Radit memang sengaja, selalu mencari alasan agar Garit dan Lusi bisa berdua, dia tau kalau hal itu akan membuat hati nya sakit, tapi bagi dia itu bukan apa-apa asal dia bisa membuat sahabat terbaiknya dan wanita yang dia cinta selalu bahagia.
"ehh iya dit, nanti malam jangan lupa y kerumah gue.." Lusi berteriak dari jauh.
Radit hanya menjawab dengan lambaian tangan dan tersenyum melihat mereka berdua dari jauh.
Hari ini adalah hari ulang tahunnya Lusi. Nanti malam dia akan merayakan hari lahirnya itu, dia mengundang semua teman kelasnya dan sebagian teman dekatnya. Radit sebenarnya agak canggung untuk pergi, karna dia tidak terlalu suka keluar malam dan sangat membenci keramaian, baginya pergi sekolah hanya karena terpaksa, karena anak semua anak sebaya nya sekolah dan karena tuntutan orang tuanya juga. Tak ada alasannya untuknya pergi sekolah, sebelum dia kenal dengan Lusi. Manusia imut dari kelas sebelah.
(MOHON DI KOREKSI KALAU ADA SALAH KATA ATAU SEMACAMNYA. TERIMAKASIH DAN SELAMAT MEMBACA SEMOGA KALIAN SUKA)
KAMU SEDANG MEMBACA
Just me, myself and i
JugendliteraturDia tenggelam dalam jurang kesendirian, tak peduli lagi dengan sekitar. Dalam keadaan putus asa bertemu manusia lain, menyapa mereka, apalagi berinteraksi lebih dekat. Sudah nyaman di anggap aneh dan tak terdeteksi. Entah kenapa dia terlalu takut un...