PART 1
10:55; Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam.
Jam megah di ruangan keluarga kerajaan itu tidak lama lagi berdenting menunjukkan pagi telah berlalu. Ruangan yang seluruh sisinya dilapisi barang barang serta didominasi oleh warna emas itu sangat ramai, semua anggota keluarga kerajaan sedang bercengkrama ria bersama sang Sultan yang dikelilingi oleh cucu cucunya. Halim Mohammad, Sultan yang berhasil membawa Brunei Darussalam menjadi negara yang sangat maju hanya dalam hitungan tahun.
Langkah kaki dari seberang ruangan tiba tiba menyita perhatian anggota keluarga kerajaan.
Sang Pangeran keluar dari kamarnya dengan wajah yang lusuh, rambut acak acakan dan pakaian yang tidak rapi.
Selamat pagi ayah, selamat pagi ibu, pagi kak, pagi kakak ipar
Sapa Pangeran yang telah melanggar peraturan kerajaan yakni bangun diatas jam 6 pagi dan tidak menyapa seluruh anggota kerajaan untuk ke sekian kalinya.
Semua anggota kerajaan sudah terbiasa dengan sikap cuek Pangeran yang mengabaikan peraturan kerajaan. Sultan Halim menurunkan cucunya dari pangkuannya dan menatap langit langit ruangan lalu menghembuskan napas panjang.
Semuanya silahkan meninggalkan ruangan ini!Ucapnya sambil menatap satu persatu anak dan cucu cucunya.
Saat semua hendak berjalan keluar, sang Sultan menahan Pangeran yang juga hendak meninggalkan ruangan.
Rayiz, berhenti! Ketika mendengar seruan ayahnya, Rayiz sudah menduga akan terjadi hal buruk pada dirinya.
Pangeran, yah seorang Pangeran. Hidup semaunya, bergelimang harta, tidak punya masalah, dan tidak kenal peraturan. Bukankah seperti itu, Yang Mulia Pangeran Rayiz?
Kini Rayiz merasa bukan seperti berada di ruangan sebesar 10 x 15 meter persegi, namun ia merasa seperti di ruangan 1 x 1 meter persegi. Dengan segala kalimat kalimat memojokkan, lengkap sudah semuanya. Sebenarnya ini adalah rutinitas sehari hari sang Pangeran yakni diceramahi, namun kali pertama inilah sang Sultan mengeluarkan kata kata sarkatis kepadanya.
Kenapa ayah selalu mengekangku seperti ini? Aku juga ingin bebas! Aku ingin jadi Rayiz yang menikmati masa muda layaknya kebanyakan orang. Bukan malah menghabiskan waktu dengan urusan negara, berkuda, memanah, latihan perang. Aku sudah tidak kecil lagi ayah! Lagipula aku juga bukanlah Pangeran Mahkota. Ini hidupku, dan aku yang berhak mengaturnya! Urus saja negaramu ini, tidak usah mengurusku!
Seketika Sultan Halim tersentak. Ia tidak percaya akan balasan yang dilontarkan anak bungsunya itu.
Air mata yang siap menetes terpancar jelas di mata sang Sultan. Namun sebisa mungkin ia menahannya agar tidak menjadi dosa bagi anak kesayangannya tersebut.
Sultan Halim tidak kuasa lagi mengeluarkan kata kata, ia hanya mampu menatap mata coklat indah putranya yang tidak memancarkan rasa bersalah sedikit pun.
Baiklah, silahkan nikmati masa mudamu Abdul Rayiz!
Dunia serasa gelap saat Sultan Halim memutuskan meninggalkan ruangan keluarga menyisakan Pangeran Rayiz yang masih terbawa emosi. Saat berjalan menuju kamar tidurnya, Sultan Halim terhenti ketika melewati sebuah bingkai foto sangat besar yang terletak beberapa meter dari kamar tidurnya. Fotonya bersama Pangeran Rayiz kecil, ia memutuskan untuk sejenak menatap foto itu.
Foto ketika Pangeran Rayiz memegang pedang Sultan Halim, dimana Sultan Halim dan Pangeran Rayiz saling bertatapan dengan senyum yang terukir di wajah keduanya.
Tanpa sadar setetes air mata mengalir di pipi sang Sultan, namun dengan cepat ia mengusapnya.
Rayiz, semoga Allah senantiasa memberimu kesuksesan hidup nak Doa Sultan Halim sesaat sebelum beranjak.