Detektif Ghaib

8 0 0
                                    

Tok...tok...

Aku membuka mataku perlahan sambil menatap pintu dengan malas. Siapa sih pagi-pagi begini? Mengganggu saja!

"Dyon! Ini dengan Pak RT!" ucap seseorang dari balik pintu.

Pak RT? Mau apa dia kemari?

Aku berjalan dengan malasnya dan membuka pintu rumahku.

"Pak RT, ada apa?" tanyaku yang masih mengantuk.

"Ada masalah! Cepat ikut bapak!" ucap Pak RT terlihat panik.

Aku hanya menatapnya malas saja dan mengikuti Pak RT ke sebuah tempat. Kami pun sampai di sebuah bangunan tua dengan suasana angker.

"Kau tahu anak Bu Mira yang usianya 5 tahun?" tanya Pak RT, aku pun menganggukkan kepalaku tanda tahu.

"Bu Mira bilang jika anak itu belum pulang dari kemarin, terakhir terlihat anak itu bermain di sekitar bangunan tua ini bersama temannya, tapi saat temannya ditanya dia menjawab tidak tahu apa-apa!" jelas Pak RT.

"Lalu?" tanyaku malas.

"Dyon, aku ingin kau mencari keberadaannya! Bu Mira terus menangis dari kemarin karena anaknya belum pulang juga!" jelas Pak RT. Aku pun menghela nafasku cukup panjang.

"Jika aku menolak?" tanyaku.

"Aku akan terus memohon!" jawabnya cepat. Ya, aku sudah menduganya sih.

"Okelah! Jelaskan padaku kejadiannya secara rinci!" ucapku.

Pak RT pun menjelaskannya padaku. Kemarin, tepatnya pada hari Sabtu, anak Bu Mira yang bernama Niko bermain bersama temannya yang bernama Ilham, mereka bermain bola di dekat bangunan tua yang biasanya disebut gudang oleh masyarakat sekitar. Saat Pak RT bertanya pada Ilham, Ilham bilang jika kemarin dia bermain bersama Deni tetangganya bukan bersama Niko dan dia bermain di taman perbatasan antara Desa Suka Galau dan Desa Suka Baper, jangan tanya padaku siapa yang memberi nama aneh begitu karena aku tidak tahu. Setelah mendengar pernyataan dari Ilham, Pak RT pun bertanya pada Deni dan Deni menjawab jika dia memang bermain bersama Ilham di taman. Pak RT pun bertanya kembali pada Bu Mira untuk memastikan jika Niko benar-benar bermain bersama Ilham di dekat gudang itu dan jawabannya Bu Mira sangat yakin jika Niko memang bilang begitu. Satu dugaan Pak RT saat ini, kemungkinannya Niko bermain dengan hantu dan diculik oleh hantu tersebut karena itu dia memintaku mencarinya.

Setelah mendengar penjelasan dari Pak RT aku mulai berjalan dan membuka pintu gudang itu. Sejujurnya, dibanding gudang memang bangunan ini lebih cocok disebut sebagai rumah sih karena banyak ruangannya. Aku pun melangkah masuk ke dalam gudang itu dan melihat ke sekitar, penuh debu dan kelihatannya disana banyak tikus dan laba-laba. Aku terus berjalan menyusuri bangunan itu sementara Pak RT diam di luar dengan wajah yang ketakutan. Aku pun menyadari keberadaan seorang anak laki-laki yang berdiri di depan pintu sebuah ruangan, anak itu mengenakan baju merah dan celana pendek, tatapannya kosong seolah dia tidak peduli pada apa yang ada dihadapannya. Akhirnya aku membuka percakapan untuk sekedar bertanya.

"Hei, apa kau penghuni rumah ini?" tanyaku pada anak itu. Anak itu pun menganggukkan kepalanya tanda iya.

"Apa kau kenal orang yang bernama Niko?" tanyaku lagi dan dijawab dengan anggukan kembali.

"Jangan menyembunyikannya! Ibunya khawatir dan hal itu merepotkanku!" jelasku. Anak itu menatapku datar.

"Tidak...mau..." jawabnya. Aku menghela nafasku menahan kesal.

"Kau pasti menyayanginya kan? Tapi, ibunya juga sayang padanya, jadi tolong!" ucapku. Dia menggelengkan kepalanya.

Aku menatap keadaan di sekitarku, kelihatannya rumah ini sudab ditinggal lama sekali. Di samping kananku ada sebuah sofa yang cukup besar, disana ada boneka kelinci yang sudah usang dan ada bekas gigitan disana. Di sebelah kiri ada tv tua dan disana berjejer mobil-mobilan yang disimpan di dalam laci tapi mobil-mobilan. Aku berpikir sejenak sebelum meyakinkan anak ini untuk mengembalikan Niko.

"Kau ditinggal oleh orang tuamu?" tebakku. Dia menganggukkan kepalanya.

"Ayah...mati...ibu pergi...adik...mati..." jelasnya tampak sedih.

Walau dia hanya berkata begitu, tapi aku menyadari satu hal. Ayahnya meninggal dan ibunya sendiri pergi meninggalkan dia dan adiknya di rumah, adiknya sendiri akhirnya mati kelaparan, terbukti dari boneka yang ada bekas gigitannya. Anak ini merasa kesepian karena hal itu, karena itu dia ingin bersama Niko untuk menemaninya disini.

"Aku tahu kau kesepian, tapi bukan begini caranya!" jelasku.

"Aku...harus...bagaimana?" tanyanya.

"Kenapa kau tidak beristirahat saja? Aku yakin adikmu sudah menunggumu! Dia juga pasti sangat kesepian!" jawabku.

"Adik..." ucapnya. Setelah mengatakan itu, tubuhnya mulai menghilang sedikit demi sedikit sebelum akhirnya benar-benar hilang sepenuhnya. Aku pun menghela nafasku dan segera membuka pintu yang sebelumnya dihalangi oleh anak itu.

Aku pun melihat Niko yang sedang tertidur di lantai rumah itu dan segera menggendongnya. Saat aku keluar, Pak RT tersenyum melihat Niko yang ada bersamaku.

"Syukurlah dia baik-baik saja! Terima kasih banyak, Dyon!" ucapnya senang. Aku segera menyerahkan Niko pada Pak RT agar Pak RT membawanya ke Bu Mira, aku malas bertemu orang lain karena mereka pasti ketakutan melihatku.

Pak RT pun membawa Niko ke rumahnya dan aku sendiri pulang ke rumahku. Aku memang kurang bergaul dengan masyarakat sekitar karena aku adalah orang yang tertutup. Bukan tanpa alasan aku menjadi seperti ini, karena sejak awal aku memang selalu sendirian tidak punya teman, teman sekolahku sering menjauhiku karena mereka selalu menganggapku orang yang aneh. Penampilanku memang berantakan karena aku tidak peduli pada penampilan, tapi untuk disebut orang aneh itu...jujur saja, itu agak menyakitkan. Aku sendiri mendapat julukan aneh dari warga sekitar karena bisa menebak atau mengetahui sesuatu yang aneh dengan cepat, ditambah aku memang bisa melihat 'sesuatu' yang tidak bisa dilihat orang biasanya. Julukanku sendiri adalah Detektif Ghaib, aneh kan?

Setidaknya itulah keseharianku jika ada warga yang mendapat masalah, merepotkan sih tapi mau bagaimana lagi.

Tok...tok...

Aku mendengus kesal saat mendengar seseorang yang mengetuk pintu rumahku lagi. Baru saja aku mau tidur di sofaku, selalu saja ada yang mengganggu!

Aku pun membuka pintu dan mendapati tukang pos di desa kami yang memberikan sepucuk surat untukku.

"Dari siapa?" tanyaku mengambil surat itu malas.

"Siapa lagi kalau bukan Gigi?" jawabnya malas.

"Lagi? Merepotkan sekali!" ucapku menatap surat itu.

"Jaman sekarang memangnya masih musim surat-menyurat ya?" ucap Tony dengan nada agak mengejek.

"Maaf ya, aku tidak punya HP!" ketusku dan segera menutup pintu. Ya, aku memang tidak punya HP kok, aku hanya punya telepon rumah saja. Aku memang orang yang cukup jadul sih. Yah, lagipula untuk apa aku punya HP? Teman saja tidak punya!

Aku akhirnya bisa tidur dengan tenang di sofa empukku!

***
End
***

Note : Yey! Kalian nyadar kan? Dyon itu termasuk warga Desa Suka Galau! Jadi, sebenernya di kumpulan kisah ini karakternya saling terhubung satu sama lain. Tapi ceritanya memang lebih fokus ke oneshot daripada chapter soalnya satu masalah beres di satu chapter. Ngomong-ngomong kerasa ga sih kesan misteri sama horornya? Menurut Sunday sih...masih agak kurang ya? Sip, lain kali dibuat lebih serem lagi deh! Untuk karakter yang mungkin jadi protagonist nanti dibuat listnya deh. Thanks for reading it~

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 12, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kumpulan Kisah PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang