Inginnya Jiho mencabik-cabik wajah tampan di sampingnya itu. Namun, jalan terbaik adalah diam dan mengabaikannya. Itu jauh lebih menampar saat kau sedang emosi.
"Ck... ck..."
Decakan itu seolah menarik Kim Jiho untuk bertanya. Benar-benar, hanya dengan decakan itu Jiho mendadak tergila-gila untuk bertanya, walaupun kegilaan itu hanya berlangsung di dalam tubuhnya. Beruntungnya.
"Aish—..."
Menggeram kesal, Jiho meremat gaun—maksudnya rok pilihan Jung Jaehyun itu sambil menahan hawa nafsunya. Berlebihan sekali, tapi itulah kelebihan dari Jung Jaehyun yang dapat dirasakan pada orang di sekitarnya.
Sebuah kemeja satin berwarna Ungu, dan rok tiga perempat berwarna Hitam yang terbelah di salah satu sisinya.
Begitu senada dan serasi di sandingkan dengan tuxedo Ungu Jaehyun.
"Ah! Mm, ck... ck..."
"JUNG JAEHYUN! KAMU INI KENAPA, SIH?!?!"
Sontak mendengar seruan yang ditujukan padanya itu, Jaehyun pun hanya mengangkat satu alisnya. Dan sungguh, itu terlihat begitu menawan dan sexy bagi Jiho. Ya, sudah tahu, kan? Seliar itu pikiran gadis bau ketek yang satu ini.
"Coba kamu lihat," pria itu tiba-tiba saja berdiri di belakangnya, tanpa sepengetahuan siapa pun.
Menaruh dagunya pada pundak Jiho yang berlapis kemejanya. Namun, helai kain itu hanya menutupi hingga bahunya, memudahkan Jung Jaehyun melihat dengan jelas ciptaan Tuhannya melalui sebuah leher seputih susu yang begitu jenjang, hanya berhiaskan seuntai kalung cantik.
"J-Jae..."
Gadis itu menggigit bibirnya, kecil. Lantaran udara yang keluar dan masuk melalui hidung ramping Jaehyun tepat mengarah pada lehernya. Keinginan Kim Jiho untuk menjauhkan pria itu pun kian memudar, akan begitu kuatnya aura menggoda yang menguar dari tubuh Jung Jaehyun, membuatnya mengikuti apapun instruksi dari segalanya yang dilakukan pria itu.
"Aku suka panggilan itu, Kim Jiho... terima kasih,"
Dan... selesai.
Jung Jaehyun kembali bersanding dengannya. Sudah tak ada lagi perasaan-perasaan liar itu.
Dan demi Tuhan semesta alam, rasanya Jiho harus menampung oksigen sebanyak mungkin untuk cadangan di dalam tubuhnya. Perasaan 'liar' yang telah memenuhi benaknya pun kian menghilang, tergantikan oleh perasaan lega.
Ok, seharusnya Jiho juga berpikir luas. Bagaimana dia harus menjelaskannya pada ayah dan ibu jika... ok ok, stop.
Oh, Jung Jaehyun, andai kau tahu perasaan perempuan atas perilaku tak senonohmu itu.
Tidak, tidak. Itu bukan perilaku tidak senonoh. Jaehyun, kan, hanya berniat melihat ciptaan Tuhannya lebih dekat? Tidak ada rasa ingin menggigit Jiho waktu itu, tidak ada rasa ingin melepaskan pakaian Jiho waktu itu, tiada dosa dalam tubuhnya, kecuali kebohongannya pasal identitas oleh Kim Jiho.
🍑🍑🍑
"1 Hot Chocolatte dan 1 Green Tea Latte siap di antarkan, nyonya."
Pelayan itu menundukkan tubuhnya 90 derajat, lantas berbalik.
Dia— Kim Jiho— menatap air hujan yang menderu, menghujam dari langit dalam hitungan detik. Lalu melakukan tugasnya seperti membasahi bumi yang sewaktu-waktu dapat kemarau ini, dan menyuburkan tumbuh-tumbuhan di pinggiran jalan raya sebagai pencuci mata untuk para penikmati pejalan kaki.
Ok, mari kita lihat kondisi pasangan yang satu ini.
Bukannya merasa canggung atas kejadian sebelumnya, Jung Jaehyun itu malah asyik bertanya-tanya mengapa para pejalan kaki itu menggunakan payung mereka.
Sebodoh itu.
"Bukankah hujan karunia Tuhan? Kau mengetahuinya, kan, Kim Jiho?"
Jiho menghela nafasnya kasar. Menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil memandang lawan bicaranya tersebut gusar. Bisakah sehari saja Jung Jaehyun ini tak menanyakan hal-hal yang seharusnya tak di pertanyakan?
"Aku harus menanyakan ini karena aku khawatir karunia Tuhan tidak akan pernah datang lagi pada mereka," gumam Jaehyun, menunjukkan tampang kebingungannya yang bahkan tetap membuatnya terlihat tampan di mata siapa pun.
Tidak seperti Jiho yang kalau kebingungan malah tahu-tahu kelingkingnya sudah berada di dalam lubang hidungnya.
"Ah, dasar manusia. Mereka terus meminta karunia pada Tuhan, namun saat Tuhan meminta mereka menikmati karunia-Nya, mereka malah menghindarinya. Cih," desis pria itu sembari tersenyum kecut.
"O em ge, Shawn Jiho lupa bawa payung," celetuk gadis di hadapannya itu tiba-tiba, menggeledah isi tasnya, bahkan hingga mengeluarkan lipstik dan alat-alat kecantikan lainnya yang tak dikenali Jaehyun.
Dan dalam detik-detik pertama, Jaehyun mengerutkan keningnya dalam. Lantas mencondongkan tubuhnya, sekiranya 5 centi lebih dekat dengan gadis itu. "Shawn Jiho? Darimana kamu mendapatkan nama seje—... um, maksudku... tentu saja itu tidak cocok untukmu,"
Drrrttt...
Drrrttt..."Itu gabungan nama dari pernikahanku dengan—et, bentar. Penghulu yang kemarin nelpon," gadis itu beranjak cepat dari kursinya, lalu keluar dari tempat itu. Kemudian menempelkan ponsel pintarnya pada telinga sambil asyik berbicara yang dalam penglihatan Jaehyun, ia seperti orang gila yang komat-kamit sendirian sembari tersenyum tak sabar.
"Menikah...? Dia sudah menikah? Dengan siapa?"
-----o0o-----
Tbc
©takoyaki_yn
YOU ARE READING
200th Prince {REVISI}
FanfictionHanya sementara. Kami tidak menetap selamanya. Kami di ciptakan untuk menyempurnakan, sementara kamu adalah kendali yang sesungguhnya. • • • • ©takoyaki_yn 2019