Pekat, gelap.
Seperti halnya cangkir kosong dengan triple shot espresso, kamar Irene saat ini.
Meskipun gelap tapi setidaknya kamar itu tidak terlalu sunyi. Ada jarum jam yang terus bergerak saling menyusul satu sama lain.
Tangan Irene meraba perlahan ke atas nakas di samping ranjangnya, mengambil sebuah kotak yang tidak terlalu besar. Dibukanya kotak itu dan terlihat benda kesukaannya. Ia tersenyum.
Mawar layu.
Dalam gelap Irene memandang setangkai mawar yang sudah kehilangan kelopaknya sejak lama itu. Mawar yang kini tangkainya pun sudah menghitam. Mengering. Tidak lagi tersisa keindahan meski sedikit.
Helaan napas Irene terdengar berat ketika teringat malam paling menakutkan dalam hidupnya. Malam yang membuat ia kehilangan segalanya. Hal-hal yang berarti dalam hidupnya.
Irene ingin segalanya kembali. Ia ingin bahagia lagi. Tapi takdir seolah tidak setuju dengan ide konyol itu. Segalanya tidak akan pernah sama lagi sejak saat itu.
Dan semakin Irene memandang mawar itu, ia merasa mereka semakin mirip. Layu. Rapuh. Hampir hancur.
Hampir, huh? Ha-ha.
"Aku harus hancur bersama dia, kan?"
Tangis Irene pecah. Ia tidak lagi bisa menahan rasa sakit di dadanya. Dan kesakitan itu bertambah ketika album foto yang terbuka di bawah kakinya seolah mengejek. Irene bisa mendengar suara tertawa itu. Suaranya yang terdengar bahagia. Semakin lama semakin bertambah jelas. Bahkan kini suara tawa itu terdengar terbahak.
Wanita itu memegang kepalanya kuat. Ia ingin menghilangkan suara itu dari kepalanya.
Tidak!
Ia tidak suka!
Irene tidak suka suara tertawa itu!
Ia tidak suka mendengarnya!
☕☕☕
"Yah!" Irene sontak berteriak saat tiba-tiba semprotan air mengenai wajahnya ketika ia tengah sibuk menyikat tempat pencucian piring yang kotor.
Siapa lagi pelakunya jika bukan pria menyebalkan yang kini berdiri di depannya.
"Jangan bermain-main. Kau tahu betapa sulitnya untuk membersihkan ini,"
"Oh, ayolah. Jika tidak selesai hari ini bukankah masih ada besok?"
"Sayang.."
"Ada apa istriku?"
"Hei, aku bukan istrimu," protes Irene.
Pria itu mendekat, mengambil alih sikat di tangan Irene tiba-tiba dan membuat wanita itu gugup. Irene ingin menghindar tapi pinggangnya ditahan, ia tidak bisa bergerak. Pria itu memendekkan jarak diantara mereka, kemudian menyatukan hidungnya dengan hidung Irene dan berucap lembut, "Jangan gunakan kata bukan, tapi belum."
Irene tersipu. Ia melepaskan tangan pria itu dan mundur selangkah untuk mengambil oksigen sebanyak yang ia bisa. Tak taukah apa yang pria itu lakukan membuat dada Irene berdentum kuat? Rasanya Irene ingin pingsan karena hampir lupa bagaimana caranya bernapas.
"Aku ingin selamanya melihat senyum itu,"
"Hm?"
KAMU SEDANG MEMBACA
COFFEE FRAGRANCE
FanficChanyeol hanya uap di gelas kopi Irene yang akan hilang tanpa jejak, tanpa pernah diingat.