Lagi dan lagi, kedua pria tampan itu menghampiriku. Kali ini agak sedikit berbeda karena mereka menghampiriku di atap gedung bukannya di bawah pohon oak yang beberapa hari ini aku tinggal karena sibuk dengan ujian tengah semester.
Taehyung menyerahkan sebungkus permen kopi ke arahku. "Untukmu," aku menatapnya sekilas. Tahu dari mana dia kalau aku suka permen kopi? "habiskan, ya."
Taehyung tersenyum begitu lebar hingga bentuk persegi terukir di bibirnya, menampilkan deret gigi putih yang tampak berkilau itu kala aku menerima pemberiannya. "Terima kasih."
Yang gratis itu tidak boleh ditolak.
"Kau kenapa mau saja, sih menerima pemberian dari pria jelek seperti dia?" Jimin melipat kedua tangannya di dada. Menumpu tubuhnya pada pembatas besi yang terasa cukup dingin karena sebentar lagi musim gugur akan segera datang.
"Jangan mulai mendrama lagi, Jim." Ku rotasikan bola mataku dan membuat Jimin semakin merajuk. Bibirnya dimajukan dengan pipi yang menggembung. Ingin marah tapi dia kelihatan menggemaskan sekali.
"Dengar, tuh. Kali ini aku yang menang." Taehyung tersenyum bangga, menaruh kepalan tangannya di dada layaknya seorang atlet yang baru saja memenangkan turnamen dan mendapatkan medali emas.
"Kalian mau apa? Aku ingin sendiri di sini." Ujarku agak ketus. Tidak tahu diri memang, sudah di beri makanan malah bersikap seperti itu.
Tapi ini juga demi kebaikan jantungku, kasihan ia kalau terus menerus diberi asupan rayuan oleh kedua manusia tampan yang lumayan aneh.
"Kau." Jimin menyahut
Sebelah alisku terangkat. "Maksudmu?"
Taehyung berdecak remeh, ikut melipat tangannya di dada seperti yang Jimin lakukan. "Kau, yang kami inginkan adalah kau. Begitu saja tidak tahu."
"Apa? Heh, aku itu bukan perempuan murahan!" Aku menatap tidak suka ke arah mereka berdua. Yang benar saja, aku memang selalu tersipu malu kala rayuan mereka sampai di kedua runguku, tapi untuk yang satu ini? Oh, tidak akan. Aku masih punya harga diri.
Kali ini Jimin yang berdecak. Menyenggol bahuku dengan sengaja lalu berucap, "Bukan itu maksudnya, Sayang. Kami hanya ingin kau mampir ke rumah ku sepulang dari sini."
Apa katanya? Sayang? Oh, apa kabar dengan pipiku? Sudah memerah kah ia?
Taehyung mengangguk, membenarkan ucapan Jimin yang kelewat santai itu. "Kita bersenang-senang malam ini. Mau tidak? Kami akan menunggumu sampai kelas terakhirmu selesai."
Aku ingin tentunya. Tapi kalau ku pikir ulang, itu tandanya hanya ada kita bertiga. Di rumah Jimin dengan dua pria tampan? Aku tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya. Semoga saja yang ada di pikiranku ini tidak terjadi.
Jimin yang melihat raut wajahku pun langsung angakat suara. "Kami tidak akan macam-macam, kok. Akan ku nikahkan kau dulu baru nanti kita lakukan malam pertama."
"Idiot," Taehyung memukul bagian belakang kepala Jimin sampai Pria Jeruk itu terhuyung ke depan. "merayunya nanti saja."
"Sialan kau, Tae." Jimin mengusap kepalanya yang baru saja kena bogeman mentah dari Taehyung. "Jadi, kau mau 'kan?"
Aku berpikir, menatap kedua pria itu lalu menangguk. "Oke, tapi Jia ikut bersamaku."
Taehyung menggeleng kuat-kuat, tangan yang tadinya bertumpu pada dada itu, kini berpindah tempat ke pinggang. "Hanya kau yang boleh ikut. Kau tahu? Ini adalah masa pendekatan antara kau, aku juga Jimin."
Jimin mendekat, merangkulku tanpa beban dan tersenyum begitu manis. "Nanti kau pilih, aku atau Tae. Tapi aku yakin kau akan memilihku, jelas aku ini opsi terbaik untukmu 'kan?"
Taehyung yang mendengar penuturan Jimin pun langsung mendengus, melayangkan tatapan tajam ke arah Si Surai Oranye.
"Kalian janji tidak akan macam-macam?"
Jimin dan Taehyung saling bersitatap. "Tentu."
Ya, akhirnya aku ikut bersama mereka. Kenapa tidak? Aku memang ingin bersama Jimin malam ini.<>
KAMU SEDANG MEMBACA
BETOVEREN | √ |
Fanfiction[COMPLETED] Betoveren; Pesona Ahn Yeseul telah jatuh ke dalam jurang pesona yang Jimin punya dan ia tak dapat bebas dari hal itu.