"Kuyakinkan kamu akan jatuh padaku. Secepatnya."
Adora duduk tenang sambil membuka buku-buku yang menurutnya membosankan. Akhirnya ia memilih menutup buku itu dan memperhatikan saja rapat yang sedang diadakan anggota ekskul debat.Ternyata mereka sedang ingin merekrut anggota baru. Dari sini ia tau kalau Atan adalah ketua ekskul debat, berarti sebentar lagi ia akan turun jabatan.
Kalau begitu bagus! Artinya Atan akan punya lebih banyak waktu untuknya daripada ekskulnya.
Adora tertawa tanpa suara memikirkan hal itu. Ia sadar sejak masuk ke sini sampai sekarang Atan terus saja meliriknya sesekali seolah-olah mengawasinya.
Segitu takutnya cowok itu, jika ia akan membuat keributan di sana?
Adora juga tau tempat jika ingin membuat onar. Lagipula ia sedang tidak mood menjahili orang lain. Mood itu sepenuhnya berpindah pada Atan.
"Oke. Kalau gitu besok kita langsung sebar formulir untuk pembukaan pendaftaran ekskul debat." Atan merapikan buku-buku di depannya. "Pendaftaran tutup tiga hari ke depan. Setelah itu kita langsung adakan seleksi."
Anggota yang lain mengangguk paham. Setelah Atan berjalan menuju pintu barulah mereka membereskan barang-barang mereka.
"Atan tunggu!" Adora melompat dan mengejar Atan.
Saat Atan membuka pintu dengan cepat Adora lebih dulu keluar dari sana.
"Makasih, Atan. Baik banget, deh, sampe bukain pintu untuk Adora," ujar cewek itu tersenyum senang.
Atan tidak menggubris dan melanjutkan langkahnya menuju kantin. Masih ada waktu lima belas menit sebelum bel masuk berbunyi.
"Yes! Atan mau ke kantin, kan? Biasanya kalo di kantin Atan makan apa?" Adora berusaha menarik seragam Atan tapi tetap tak dapat. "Biasanya Adora selalu suruh orang lain buat beliin makanan Adora. Terus Adora makan di kursi taman."
Gadis itu tak menghiraukan diamnya Atan. Ia tetap gigih mengejar dan terus berbicara pada cowok itu, walaupun sebenarnya napasnya sudah tersengal-sengal.
Adora menghentikan langkah cepatnya. Dengan lantang ia berteriak, "Atan! Kalo Atan nggak berenti juga nanti Adora ganggu Atan sampe Atan suka sama Adora!"
Cowok itu mengernyit singkat lalu tertawa sinis. Over pede!
"Serius Atan!"
Adora berdecak kesal lalu mengejar Atan sampai akhirnya tangannya berhasil meraih seragam cowok itu dan berdiri di depannya.
"Ini pilihan Atan. Jangan nyesel kalo mulai dari sekarang Adora bakalan ganggu Atan terus."
"Terserah. Yang ada juga lo yang nggak tahan ganggu gue terus." Atan mengedikkan bahunya singkat.
"Oke. Kita liat aja nanti karena Adora bukan cewek yang gampang menyerah."
🐹🐹🐹
"Atan, kamu sudah pulang, Nak?"
Sambil mencium tangan Mamanya, Atan menjawab singkat. "Iya, Ma."
"Hari ini kamu ada ulangan?"
Atan menggeleng pelan.
"Terus, soal-soal juga nggak ada?"
Diam-diam Atan menghembus napas pelan. "Ada, Ma."
Tiara, Mamanya, tersenyum simpul. "Nilai kamu berapa?"
"Sembilan puluh, Ma." Atan sudah menyiapkan hati dan telinganya, karena setelah ini akan sedikit membuat dia jengah.
"Loh, kok cuma sembilan puluh? Emangnya kamu nggak bisa dapat nilai lebih dari itu?"
"Ma, nilai Atan udah yang paling tinggi, kok," sahut Atan membela dirinya.
"Paling tinggi apanya! Mama yakin kamu pasti bisa dapat seratus! Pokoknya besok mama mau nilai kamu sempurna semua!"
"Iya, Ma. Atan ganti baju dulu."
"Hm."
Sesungguhnya Atan sudah cukup jengah terus diperlakukan seperti ini oleh Tiara. Padahal ia sudah berusaha semaksimal mungkin. Bahkan ia bisa menjadi yang terbaik dari yang terbaik di sekolah.
Lalu, apa lagi? Mamanya itu terlalu serakah. Beliau malu kalau saat berkumpul dengan teman-temannya dan menceritakan nilai anak-anak mereka, nilai Atan tidak sempurna.
Sebagian dari teman Tiara juga orang tua teman sekelasnya.
Atan menghempaskan tubuhnya di kasur. Ia lelah terus berkutat dengan buku-buku tebal di kamarnya. Bahkan, Atan sudah semakin benci dengan bau buku-buku itu.
Mamanya akan terus menambah pasokan buku di kamarnya. Bahkan, kamarnya baru saja di renovasi dengan tambahan ruang membaca.
Atan memang suka membaca. Tapi, ia tak suka dipaksa membaca.
Papanya sering membelanya saat mendengar Tiara yang memarahi Atan karena nilainya tak sempurna. Tapi, hanya sebatas itu, lalu tak ada lagi.
Karena pada dasarnya Faqih, Papanya, juga tidak bisa mendebat Tiara.
Atan cepat-cepat bangun lalu mengganti pakaiannya. Setelah itu ia langsung ke meja belajarnya dan membuka buku. Benar saja. Tak lama dari situ Tiara datang ke kamarnya.
"Aduh anak Mama rajin banget. Maaf ya kalau Mama terlalu keras sama kamu. Tapi, itu kan juga untuk kebaikan kamu sendiri." Wanita itu mengusap rambut anaknya lembut dengan senyum bangga.
"Oh iya, mana tadi nilai harian kamu?"
Atan mengambil kertas itu dari dalam tasnya lalu menyerahkannya pada Tiara. Setelah membacanya sekilas, Tiara mengembalikan lagi kertas itu.
"Tulisan kamu juga harus lebih rapi, ya," ujar wanita itu.
Mau tak mau Atan pun mengangguk.
"Yaudah, Mama mau ada arisan. Mama tinggal, ya, belajar yang rajin." Tiara mengecup puncak kepala anaknya lalu keluar dari kamar Atan.
Jika saja boleh Atan ingin sekali berteriak keras di depan Tiara. Mengatakan bahwa ia sudah sangat rajin dalam belajar.
Tapi, Atan tak berani. Mau bagaimana pun Tiara adalah orang tuanya. Jika bukan karena Tiara, maka ia tak akan ada.
🐹🐹🐹
Follow ig RP 👇👇
Atan => atanrdmlo
Adora => dominicaadora
Reynand => azelreynandIg saye @noniaf :))
Sebelumnya dipublish tanggal 5 Februari 2019
Naf
Aceh, 10 Juli 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Secret Admirer
किशोर उपन्यासJudul sebelumnya Adora & Atan [TERBIT SEKALI DALAM SEMINGGU] Ini bukan kisah manis seperti milik Dylan dan Milea. Bukan cerita terbaik layaknya Nathan dan Salma. Tapi, ini kisahku. Adora Dominica dan Atan Ridmelo N. Jujur saja, bahkan sampai sekaran...