(3) TERLACAK! DICARI! TERTANGKAP?

16 0 0
                                    

BUKIT ATAS PERDAMAIAN.
18:45.

"Mas Ito! Ini tolong saya," Seru Nadia. Kain pengikat kakinya terlepas dan sudah basah oleh darah. Ketika Ito datang pun bau amisnya sudah tercium.

"Gila, bau banget Mbak. Ini kalau dibuang terus Mbaknya pake apa buat ngiket kakinya?" Tanya Ito seraya melepas kain dari kaki Nadia.

"Badan aku lemas banget Mas, kekurangan darah kayaknya. Banyak banget darah yang keluar itu," Keluh Nadia sambil memperhatikan kakinya yang masih terkoyak walaupun agak mendingan dari beberapa jam yang lalu.

"Pake apa ya. Bentar deh, saya cari di mobil dulu, siapa tau ada," Ucap Ito dan bergegas membuka pintu mobil dan menemukan slayer miliknya. Lantas ia kembali ke belakang dan menyetahkannya kepada Nadia, "nih ikat di bagian bawah kakinya," Lanjutnya sambil menyerahkan kayu panjang.

"Udah nanti aja, kayunya juga basah," Tanggap Nadia dan menaruh kayu itu di sampingnya. Badannya kedinginan sekaligus perih di kakinya.

Hendra dan Bayu sudah masuk ke mobil, sudah sibuk dengan urusan masing-masing. Tapi...,

"TOOO! BAGI AIR!" Teriak Bayu dari depan. Disusul dengan ucapan kaget dari Ito yang baru tersadar botol minumnya ia habiskan sampai tak bersisa. Kini hanya tersisa botolnya.

"Maapin gue Bay, nanti ke warung isi ulang aja."

"Pala kau warung isi ulang! Terus gimana ini mau minum?" Kata Bayu emosi.

"Kan tadi sudah tadahin air hujan, ini juga masih hujan kan. Minum aja pakai itu," Ucap Nadia.

Bayu pun langsung ke belakang mobil dan membuka salah satu kotak yang berisi air hujan, ia minum segera.

"Lain kali bilang-bilang kalau mau habisin sesuat-"

DOOOORRR!!!

Bunyi tembakan terdengar keras, mereka berempat panik bukan main. Bayu langsung masuk ke dalam mobil dan Ito masuk ke dalam bak. Mobil langsung ditancap gas.

"Ada apa Mas Ito?" Tanya Nadia kebingungan. Deru mobil makin kencang menerobos jutaan tetes air yang berjatuhan. "Saya juga gak tau, TBNN kayaknya," Jawab Ito.

"Bay, tenang," Ucap Hendra dari samping Bayu. Mukanya cemas takut mobil itu menabrak pohon atau terjungkal ke jurang.

Nafas Bayu diburu maut, tembakan demi tembakan terdengar dari mobil TBNNyang jumlahnya puluhan. Angin kencang bertiup menambah suasana makin muram, jalan penuh genangan air membuat semuanya licin tak terkendali.

"MATI, GUE."

Bayu pasrah, Hendra ketakutan, Nadia tak tahu apa-apa, sementara Ito terus menahan terpal yang terkena tembakan dari mobil TBNN dengan papan kayu. Hal-hal itu yang mereka lakukan, sebelum... Sebelum mobil bak tua itu menabrak sebuah pohon yang tertutup kabut.

BRAAAAKKK!!!

Mereka berempat tak sadarkan diri, ada yang terpental keluar, ada yang terantuk kaca, ada yang terbentur lantai bak mobil dan ada yang terbentur stir.

Pandangan mereka semua buram, Bayu masih bisa melihat walau samar-samar, seorang tentara berpakaian hitam-hitam membuka pintu mobil depan dan menarik paksa Bayu dan Hendra keluar.

Keduanya tergeletak di jalan dengan kondisi lemas, ada sedikit darah di kening Bayu yang terbentur stir. Sementara Hendra pusing luar biasa setelah terantuk kaca.

Begitu juga yang dialami Nadia dan Ito. Bedanya, salah seorang tentara mendekati Nadia dan berbisik, "Kamu akan kami rawat, ikut kami," Kata tentara itu.

Nadia langsung dibantu bangun dan masuk ke dalam salah satu mobil TBN. Ito yang masih bisa melihat jelas-jelas kaget dengan sikap Nadia. Sementara dirinya dengan Bayu dan Hendra diangkut paksa ke dalam mobil TBNN yang berbeda dengan mobil yang mengangkut Nadia.

SEBUAH TEMPAT DI TANDUNG.

"Pak, ini waktunya," bisik seorang Ibu tua kepada Kakek tua renta yang masih menikmati kopi hangat dan pisang goreng.

"Tunggu sekorban lagi saja, kita butuh angka genap untuk memulai. Korban terakhir kini yang ke 1699. Satu lagi maka akan menjadi 1.700," Balas si Kakek tua.

"Semua bala senjata dan bantuan sudah terkumpul, kita tinggal menunggu perintah Bapak," Ucap salah seorang pemuda sambil membawa kujang.

"Sebentar, lagi," Balas si Kakek.

Berita teve sudah dimuat, memberitakan korban TBNI yang sudah memasuki angka 1.700, si pewara terlihat bangga mengucapkannya.

"Nah, ayo!" Seru si Kakek dan langsung menuju ruang bawah tanahnya.

Derap langkah si Kakek membangkitkan semangat ribuan pemuda yang duduk di ruang bawah tanah yang amat luas itu. Persediaan terlihat lengkap, entah darimana si Kakek membangun semua ini, tapi hal yang jelas terlihat dari fenomena ini. Masyarakat Nesia ingin merdeka lagi.

Si Kakek mengambil tongkat yang mengikat bendera merah putih. Mengangkatnya dan berseru dengan lantang.

"MERDEKA KALI DUAAAAA!!!"

Ribuan pemuda membawa senjata berjalan kaki di kanan kiri jalan-jalan besar di kota Tandung. Yang paling depan membawa spanduk bertuliskan "MERDEKA ATAU MATI." yang dilukis dengan darah para mahasiswa yang gugur kemarin sore di sekitaran universitas ITT.

Beribu-ribu meter di depan barisan pemuda tak takut mati itu terparkir puluhan mobil TBNI yang berjaga. Berdiri dengan selongsong peluru mereka. Bersembunyi di balik seragam hitam mereka. Ya, mereka. Si pembunuh tanpa dosa. Merekalah malaikat pemerintah. Bagai algojo bagi para jelata.

Suasana mencekam mau malam, hujan memang sudah berhenti tetapi obor api yang dibawa ratusan pemuda di antara ribuan rombongan mereka memang makin menunjukkan barisan tak takut mati itu sekaligus penghangat bagi Tandung yang dingin.

Seluruh masyarakat Tandung yang tersisa sudah siap membangunkan lautan api yang tertidur lebih dari seabad itu. Mereka siap kehilangan apapun demi merebut kemerdekaan kedua.

"MERDEKA KALI DUAAA!!!"



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 08, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SUNYI #ODOC_TheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang