berkasnya & keluarga

36 3 1
                                    

Sebenarnya, di hari yang sama saat dia menemani Charryn saat check-up hari itu Davin sudah mencoba bertanya sejuta kali ke dokterntya untuk mengetahui alternatif lain yang memungkinkan. Baginya, uang bukanlah masalah. Yang penting korban yang dia tabrak bisa sembuh sempurna tanpa harus mengalami kepahitan kayak Charryn.

"Ya, meski kamu bayar bermilyar-milyaran pun, aku gak bisa menemukan alternatif lain yang bisa bikin dia sembuh sebelum pertandingannya. Jadi percuma, Vin," jawab si dokter muda yang ternyata adalah sepupu Davin sambil mendorong kacamatanya yang sudah turun.

Ya mau gimana? Meski Charryn secara gak langsung sudah memaafkannya, tetap saja ada keseganan.

***

"Meetingmu soal proyek e-Society lima menit lagi di ruangan Diamond," Aiden mengingatkan Davin yang terlihat lagi bengong di ruangannya. Davin pun langsung tersentak dari lamunannya dan mulai menyusun file untuk proyek besarnya. Beberapa hari ini memang Davin all over the place, dan Aiden tahu pasti penyebabnya.

"Udah, jangan kebanyakan mikir. Kita bisa urus Charryn nanti-nanti saja. Sekarang cuma perlu fokus!"

Ditemani Aiden, dia lalu jalan ke ruangan meetingnya. Seperti biasa, meetingnya di mulai dengan direct tepat sasaran. Semua yang hadir langsung paham saja, sudah terbiasa dengan gaya bos mereka yang seperti itu.

"Proyek ini masih di stage 2, amat sangat fragile, jadi jangan berharap saya baik-baik aja kalau kalian buat kesalahan. Financial department mulai susun investor yang berpotensi, urutin terbesar ke terkecil potensinya, mulai prep. Business development udah bisa mulai susun proposal, lusa pagi udah ada di meja saya draft pertama untuk di cek. Public relation cari berbagai potential merchant sama online shop yang sesuai dengan kualifikasi. Meeting adjourned," dengan begitu, Davin langsung mengambil segala file yang dia obrak-abrik diatas meja dan mengambil langkah besar-besar keluar dari ruangan meeting.

Dari samping, Aiden tersenyum puas. Untung saja Davin bukan tipe lelaki drama-an yang gak bisa bedain masalah pribadi dan professional. Kalau tidak, wihhhh, sudah dari berapa tahun yang lalu dia resign dari CommerCo Inc. yang didirikan Davin dari nol. Tapi semua within expectation-nya. Dia masih ingat 5 tahun lalu saat Davin "memungut"-nya dari tepi jalan saat dia kalah judi. Dengan kepribadian seperti itu, Aiden tau Davin gak bakal mengecewakan.

Highlight hari ini cuma meeting e-Society ini dan sisanya cuma embel-embel kecil yang bisa dibilang cukup gampang aja. Jadi saat kembali ke ruangannya, Davin lansgung buka kancing kemeja paling atas, lalu merenggangkan badannya ke belakang.

"Jam dua ntar di Starbucks samping, sama Shoppah! dan setelah itu lanjut ke Grand Indonesia sama Kompas. Ini materinya," Aiden kembali melemparkan file meeting berikutnya. Dan dengan begitu, hari seorang Davin pun berakhir.

***

Di rumah, Charryn akhirnya keluar pada jam makan malam setelah berminggu-minggu. Tapi yang mengejutkan, Davin yang biasanya datang tiap hari tidak tampak dimana pun hari ini!

"Mana, anak angkat mama yang baru? Tumben gak datang?" Nyinyir Charryn pada mamanya. Sudah hampir dua minggu belakangan Davin selalu datang seusai ngantor. Katanya, sih, mau minta maaf. Tapi setelah beberapa hari, Charryn malah lebih yakin kalau si Davin ini bisa aja datang demi makanan gratis dari mamanya. Apalagi mamanya yang pernah kerja di rumah makan terkemuka Indonesia memang salah satu juru masak terbaik menurut anaknya.

"Halah, kemaren dia datang kamu cuek-cuekin. Sekarang kok dicariin," mamanya nyambung aja sambil menyendok nasi panas ke piring Charryn.

Melihat ayam kecap bawang putih kesukaannya, Charryn langsung ngences di dunia fantasinya! Ya ampun, ternyata begini rasanya kalau udah lama gak makan malam dirumah, jadinya ngiler mulu kalau mamanya masak makanan favorit.

"Ma, besok mau lontong sayur Medan, dong! Yang pake tauco," mintanya.

"Ntar deh kalau ada ke pasar mama bikinin. Besok ada meeting pagi sama Bu Sastro," mamanya yang kini bekerja di manajemen rumah makan yang sedang mengepakkan sayap ke seluruh Indonesia ini kian sibuk menuju hari festival makanan lokal se-Indonesia yang mereka adakan, berkolaborasi dengan Goyey. Event-nya sendiri akan digelar dua bula lagi, tapi persiapannya tentu saja akan memakan berbulan-bulan.

Hampir 10 menit setelah mereka makan dalam diam, mamanya mulai bercerita mengenai Davin yang akhir-akhir ini sering datang.

"Kamu tau gak, awalnya mama kira makan sama Davin itu bakalan awkward gimana gitu. Soalnya kan mama gak kenal. Ternyata anaknya ringan aja!" mamanya langsung senyum sumringah.

"Ya deh, ma. Blablabla. Gak sekalian aja aku panggil dia abang, kan udah jadi anak angkat otodidaknya mama," Charryn ngejek.

Dan dengan begitu, mereka berdua menyelesaikan makan malam dengan berbagai celotehan yang agak kurang jelas, tapi terasa banget hubungan mereka sudah mulai kembali seperti semula. Hmm, hari ini diisi dengan lumayan banyak perubahan yang terjadi, mulai dari Davin yang berhenti datang dan Charryn yang mulai membuka kembali dirinya meski dia masih bingung-bingung sendiri.

***

Tanpa sepengetahuan Charryn dan mamanya, di sebuah villa pinggir kota, Davin duduk di ruang kerjanya dengan Aiden di sampingnya. Tangannya di penuhi berbagai macam berkas. Sesuai janji sekretarisnya; Semua berkas soal Charryn dan keluarganya udah ada disana. Sudah dibaca semua dengan pelan dan pasti, tanpa melewatkan satu tanda bacapun. 

Aneh. Gak ada yang janggal. 

Dibacanya berkali-kali. Berkas demi berkas datang dan pergi dari telapak tangannya. Berlembar-lembar kertas sudah di bolak-balik. Entah apa lah yang di cari, tapi pastinya tak ditemukan.

Apa-apaan ini? Sebersih ini berkasnya? Gak mungkin. Dimana pernah kulihat muka yang mirip? Beribu-ribu pertanyaan sudah hinggap di kepalanya, tapi gak mungkin juga pertanyaan itu disuguhin langsung ke orangnya. Aiden juga cuma bisa diam seribu bahasa. Dia gak mau ikut campur soal masalah kurang penting ini. Kalau bisa, tentu saja dia bakal milih buat Davin fokus ke yang perlu-perlu saja. Tapi namanya juga hati manusia, ya pasti tak semudah itu.

Setelah menimbang-nimbang, dia akhirnya memutuskan untuk gak usah mikirin hal itu lagi. Mungkin cuma aku aja yang lebay. Mungkin aku overthinking aja. 

***

The Truth - She Is Not Your FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang