Melupakanmu Tidak Pernah Mudah

16.3K 196 10
                                    

Seseorang muncul dari arah selatan, memakai kaos berwarna coklat dengan celana berintonasi sama.

Kupikir kepekaanku terhadapmu masih sama. Dengan jarak yang cukup jauh dan penglihatan yang kurang optimal, aku tahu itu kamu.

Pepatah bilang, bila kamu menemukan seseorang dalam jarak yang jauh, meski di tengah kerumuman. Kamu langsung mengetahui siapa itu, artinya kamu menyukai sosok tersebut.

Hampir setahun semenjak kelulusan kita tidak pernah bertemu. Tidak ada yang berubah dengan penampilanmu. Begitu pun dengan penampilanku. Cara berjalanmu masih sama, sedikit tergesa-gesa dengan pandangan lurus. Suaramu tidak seberat laki-laki sebayamu pada umumnya, kamu tidak terlihat ramah pada orang yang tidak dekat denganmu. Bahkan tidak ada yang berubah dengan senyum dan tawamu.

"Bang, mau kemana?" Teman di sampingku segera menyapamu.

Ya, temanku memang dekat denganmu karena kalian pernah berada dalam satu tim basket di sekolah dulu.

"Dia masuk mana?" Tanyaku tak bisa menahan rasa ingin tahu terhadapmu.

"Kedokteran."

Aku tidak mengerti harus menyimpulkan perasaan seperti apa yang muncul dalam benakku sekarang. Rasanya senang mendengarmu masuk jurusan favorit, rasanya bangga padahal aku bukan siapa-siapa, rasanya aku ingin berteriak bahwa kamu sangat hebat.  Rasanya aku ingin mengatakan kepada semua orang firasatku benar,  bahwa kamu cerdas, kamu mempunyai potensi untuk menjadi sukses, kamu berbakat dan auramu sangat kuat.

Sempat dulu aku merasa sedikit hebat karena nilaiku jauh lebih tinggi dibandingmu, kupikir penampilanku tidak bisa dibilang bagus. Wajah dan tubuhku biasa saja, aku pun tidak pandai dalam olahraga seperti dirimu namun aku mempunyai bakat dalam bidang akademik. Kupikir aku mempunyai harapan untuk bisa berada di sampingmu.

Kenyataan yang terjadi padaku sekarang membuat perasaanku bercampur aduk. Terutama ketika mendengarmu masuk kedokteran. Aku bukan siapa-siapa. Nilaiku yang tinggi tidak membawaku masuk jurusan favorit sepertimu. Aku tidak mengeluh dengan keadaanku, aku selalu mencoba untuk bersyukur. Mungkin ini yang terbaik. Tapi setelah melihatmu, mengetahui kehidupanmu sekarang. Sebuah pikiran muncul dalam benakku.

Ah, masa depanmu cerah sementara aku bukan siapa-siapa, aku tidak tahu tujuanku, cita-citaku, bahkan mimpi terasa asing bagiku.

Kupikir kamu sedang memperlebar jarak di antara kita, menghancurkan harapan yang dulu sempat kubangun. Aku tidak seharusnya berharap waktu itu. Kesombongan kecil itu tidak seharusnya muncul.

Waktu hampir menunjukkan pukul sebelas. Acara akan dimulai dua jam lagi. Namun sebagai panitia, kamu sudah sibuk menyiapkan segala hal sebelum acara dimulai.

Sebagai panitia, aku juga berkewajiban membantu timku untuk menyiapkan segala sesuatunya sebelum acara inti dimulai. Sejak itu, aku belum melihatmu lagi.

Semua stan fakultas sudah tersusun rapi, lengkap dengan banner di atas setiap meja. Semua panitia sibuk merapikan meja, menyusun hiasan diatasnya, dan membaca materi yang telah disediakan waspada bila ada pertanyaan dari peserta nanti yang tidak bisa terjawab.

Peserta Try Out akan memasuki tempat acara setalah pukul 13.00 WIB. Try Out baru selesai sekitar pukul 12.00-12.30 WIB.

Akhirnya acara yang ditunggu pun dimulai. Para peserta memasuki ruangan dan mulai mendatangi stan yang sesuai dengan minat mereka. Di tengah ruangan seorang mc muncul membawakan acara. MC memanggil seorang panitia untuk bernyanyi.

Beberapa peserta mengelilingi daerah tengah untuk mendengar lagu yang dibawakan sang penyanyi. Disitulah aku melihat sosokmu kembali. Kamu membetulkan speaker dan kabel yang ada disitu. Kemudian duduk kembali di mejamu sebelumnya.

Ada tiga kursi di mejamu. Kursi bagian kanan dan tengah sudah terisi oleh panitia lain. Kamu duduk di kursi bagian kiri. Peserta datang mengerumuni mejamu. Bertanya segala hal tentang fakultas dan jurusanmu, dan kamu menjelaskannya dengan ramah. Sepertinya aku harus menarik kata-kataku bahwa kamu tidak ramah.

Enak sekali jadi peserta itu, bisa menatapmu dari dekat, mengobrol denganmu, mendapatkan senyumanmu, dan mendapatkan perlakuan yang ramah darimu. Itu lah yang sedang aku pikirkan.

MC memersilakan seorang panitia  untuk maju ke depan, menyanyikan sebuah lagu bergenre dangdut. Kamu terlihat excited dan turut maju ke depan. Sayangnya mic yang kamu pegang tidak berfungsi. Pasti akan bagus bila kamu benar-benar bernyanyi. Aku belum pernah mendengar suaramu secara jelas. Mungkin saja saat itu tanpa sadar aku akan merekam suaramu diam-diam, layaknya penguntit.

Kini aku menyadari betapa hebat dirimu. Aku tidak tahu mengapa. Mungkin aku berlebihan, pendapatku subjektif karena terlalu mengagumimu. Kamu bukan seorang ketua osis terkenal sewaktu di sekolah dulu, bukan siswa pintar yang sering dipanggil guru untuk mengikuti olimpiade, bukan siswa rajin yang selalu mendapat nilai bagus dan peringkat tinggi di kelas, kamu juga bukan ketua klub yang populer di kalangan siswi-siswi di sekolah. Kamu masuk tim basket inti, namun hanya sebagai anggota.

Kamu ya kamu.

Kamu bukan orang baik yang selalu menebar senyum atau dengan terang-terangan membantu orang lain, tapi aku melihatmu rukuk begitu khusyu  di masjid. Kamu bukan siswa teladan yang datang paling pagi dan pulang cepat untuk belajar, kamu datang ke sekolah setengah jam sebelum pelajaran dimulai hanya untuk mengobrol dan menonton jam pelajaran olahraga kelas lain setiap harinya. Kamu bukan siswa yang aktif tapi selalu datang dan membantu mengurus agenda klub basketmu. Kamu tidak berpenampilan sangat rapi, tapi mencoba memakai dasi dan atribut penting lainnya bila ada upacara. Kamu terlihat mudah bergaul, tapi temanmu hanya itu saja. Kamu jarang tersenyum tapi selalu tertawa ketika bersama temanmu. Kamu terlihat serius tapi candaanmu bisa dibilang "receh".

Penghujung acara tiba, pengumuman juara juga sudah dilakukan dan topik utamaku masih saja kamu. Semua panitia kini sibuk merapikan properti yang digunakan dalam acara. Kamu melihat seseorang kesulitan membawa properti yang baru saja digunakannya. Dengan cepat, kamu membantunya. Ah, betapa baiknya kamu. Bila kepalaku bisa berputar 180° seperti hantu yang ada di film horror, mungkin penampakkanku pasti mirip dengan itu saat menatapmu pergi dari depan sampai belakang ruangan.

Hari ini, kamu menyadarkanku bahwa jarak kita semakin jelas. Semakin aku membandingkan diriku dengan dirimu semakin aku tau bahwa kita berbeda. Bukan jarak dalam bentuk angka yang menyakitkan. Jarak yang muncul padahal kita berada dalam posisi zero mile yang menyakitkan.  Seperti ada yang mengganjal, seperti sesuatu sedang ditarik paksa dari tubuhmu. Bila penasaran, rasanya seperti ingin memukul dadamu sendiri, tapi tidak mengerti jelasnya mengapa. Kamu hanya merasa dirimu bukanlah siapa-siapa. Kamu hanya merasa tidak pantas.

Sampai acara berakhir tidak ada hal istimewa terjadi. Aku hanya pulang dan mendapat sedikit "pencerahan".  Maaf cerita ini tidak sesuai ekspetasimu. Ini bukan cerita tentang dua insan yang bertemu kembali dan akhirnya dipersatukan. Ini bukan cerita dimana kamu bisa berharap terjadi sesuatu pada sang gadis karena kesabarannya menjadi pengagum rahasia. Ini hanya tentang aku, kamu, dan ketidakmampuanku melupakanmu.

Aku dan kamu seperti dua garis sejajar. Mungkin kita bisa cukup dekat tapi tidak pernah mencapai titik temu.

Dan sampai akhir cerita, aku masih berharap terjadi sesuatu antara kita. Aku masih berharap waktu memertemukan kita kembali nanti. Suatu hari nanti bila kita bertemu, aku akan menjadi cukup hebat sehingga pantas berada disampingmu.

Kumpulan Cerpen MenarikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang