heedless

254 20 12
                                    


Jung Chanwoo menginjak pedal gas dengan keras. Ia memacu mobilnya pada batas maksimal kecepatan di jalan raya, dan mengumpat ketika lampu lalu lintas berganti warna menjadi merah tepat sedetik sebelum ia sempat melaju ke depan sana. Tidak mau ditilang polisi yang tengah berjaga di posnya, Chanwoo terpaksa menghentikan mobilnya.

Jumat pagi ini tidak ia awali dengan baik. Chanwoo sedikit menyesal kenapa ia pergi tanpa pamit kepada sang istri, tetapi sebagian dirinya merasa kesal dengan Cara. Like, he just wants to meet a friend, so why did Cara act like he's going to cheat on her?

Or maybe his action just resembles it.

Suara klakson mobil menyadarkan Chanwoo dari lamunannya. Ia segera menjalankan mobilnya menuju apartemen temannya, meski kali ini hatinya sedikit ragu dengan tindakannya. Benar juga, selama ini Chanwoo nyaris tidak pernah menjemput teman-temannya, bahkan jika itu Donghyuk yang rumahnya hanya berbeda dua blok dari rumah Chanwoo.

Chanwoo menepikan mobilnya sejenak dan mengirim pesan di Line untuk Dahyun.

Chanwoo

Woi Dahyun, maaf ya nggak bisa jemput lo. Gue mau nganterin Cara dulu bentar. Ntar ketemuan langsung di restoran aja ya

Nggak enak juga sih menggunakan Cara sebagai alasan, tapi ia melakukan ini untuk Cara juga. Meski Cara tidak akan tahu apakah ia menjemput Dahyun atau tidak, Chanwoo tidak mau memperkeruh suasana.

.

.

.

Kim Dahyun bukanlah sosok yang asing bagi Jung Chanwoo. Keduanya sudah saling kenal sejak duduk di bangku sekolah dasar, dan Dahyun adalah satu dari dua orang yang masih akrab dengan Chanwoo bahkan setelah bertahun-tahun lulus dari sekolah dasar. Satunya lagi adalah Moonbin, yang selalu lengket dengan Chanwoo dan juga selalu satu kelas, bahkan saat kuliah sekalipun.

"Chan, sini!" begitu melihat Chanwoo membuka pintu restoran, Dahyun langsung heboh melambaikan tangan, peduli amat dengan pengunjung lain yang memperhatikan. Chanwoo yang dipanggil jadi malu. Sejak dulu ia tak pernah terbiasa dengan sifat malu-maluin Dahyun.

Baru saja duduk di hadapan Dahyun, Chanwoo langsung dicerca banyak pertanyaan.

"Kok lu nikah ga bilang-bilang sih? Gimana ceritanya lu bisa nikah sama istri lu? Gue liat dari ig lu dia cantik, kok mau sama lu? Terus sekarang lu kerja—" buru-buru Chanwoo menyumpal mulut temannya dengan roti croissant yang sudah terlebih dahulu dipesan oleh Dahyun.

"Santai aja dong kalo mau nanya. Gue mau pesen makan dulu," karena kabur dari rumah, Chanwoo belum sempat makan hari ini. Padahal sewaktu ia melewati meja makan tadi, Cara sudah menyiapkan tuna sandwich favoritnya disertai hashbrown donut dan honey smoothie. Namanya juga lama tinggal di Amerika, nggak heran kalau selera makan Cara—yang berangsur-angsur menjadi selera Chanwoo pula—sangat kebarat-baratan.

Duh, Chanwoo semakin merasa tidak enak pada Cara. Kenapa juga ia bersikap ketus pada sang istri?

"Chan, pelayannya nungguin lo, tuh," bisik Dahyun keras, menendang pelan kaki Chanwoo yang malah bengong setelah membuka buku menu.

Chanwoo tersadar. Dengan cepat diucapkannya menu yang dipilih kepada pelayan. "Satu maple french toast dan satu strawberry oatmel smoothie," sebenarnya Chanwoo tidak yakin apakah yang ia ucapkan tertera di buku menu. Saking lamanya memikirkan Cara, Chanwoo sampai lupa untuk membaca menu.

Makasih untuk Cara, Chanwoo jadi hafal nama-nama sarapan khas western. Setelah pelayan tersebut pergi, Dahyun menatap Chanwoo dengan tatapan menyelidik.

"Ada masalah apa sampe lu bengong begitu?" selidik Dahyun. Chanwoo menghela napas. Dahyun memang tipe orang yang sangat peka. Pernah sekali Moonbin memotret gadis itu dari jauh dan Dahyun langsung menoleh ke arah Moonbin. Makanya sampai sekarang nggak ada yang berani buat sekadar ngestalk Dahyun karena nih cewek bisa langsung sadar kalau ia lagi diamati.

Firasat Chanwoo mengatakan kalau masalahnya lebih baik diceritakan pada Dahyun karena temannya ini pasti bisa memberinya solusi.

"Gue lagi berantem sama istri gue," mulai Chanwoo. Dahyun menutup mulutnya dengan kedua tangan. "Kok bisa?" tanyanya, belum menyadari kalau dialah sumber dari segala masalah ini.

"Istri gue nggak suka gue nemuin lo sekarang," jawab Chanwoo, seketika teringat dengan wajah Cara ketika ia meninggalkan rumah pagi tadi. Kecewa, marah, dan cemburu bercampur menjadi satu. "Padahal gue udah bilang kalo gue cuma mau ketemu teman, eh dia malah nanya yang aneh-aneh ke gue."

"Aneh gimana?"

"Ya gitu, nanya gue pergi sama siapa, lama atau nggak, pokoknya semacam itu."

Dahyun mengerutkan kening. Bukannya wajar kalau seorang istri bertanya seperti itu kepada suaminya?

"Terus lu ngeresponnya gimana?"

Mendadak Chanwoo terlihat seperti orang bimbang. Ia hanya menggaruk kepalanya dengan canggung. Tatapan menyelidik Dahyun berubah menjadi tatapan kesal. Kalau Dahyun terkenal dengan kepekaannya, maka Chanwoo terkenal dengan ketidakpekaannya. Sejak dulu setiap kali ada perempuan yang naksir kepada Chanwoo, kisahnya selalu berakhir menyedihkan. Ada benarnya juga Papa dan Dad menjodohkan Chanwoo dan Cara, karena kalau nggak, bisa-bisa hingga akhir hayat Chanwoo nggak bakalan dapat istri.

"Pasti lu nggak slow kan pas menjawab pertanyaannya istri lu ini," tebak Dahyun tepat sasaran.

"Ya abisnya selama ini dia nggak pernah kayak begini, makanya gue—"

"—heh, selama ini kan lu pasti mainnya sama cowok-cowok macam Moonbin dan anak teknik lain. Wajar kalau istri lu nggak pernah nanya sampai ke detailnya. Sekarang lu jalan sama gue yang notabene cewek dan dia nggak kenal sama gue, fair aja sih menurut gue kalo dia nanya detailnya gimana."

Chanwoo baru saja membuka mulut ketika Dahyun menyambung dengan suara yang lebih halus, "Chanwoo, istri mana yang suka kalau suaminya jalan berdua dengan cewek yang nggak dikenal?"

.

.

.

Hari sudah beranjak sore ketika Chanwoo menginjakkan kaki di rumah. Nggak, ia nggak menghabiskan pagi dan siang bersama Dahyun. Satu jam setelah makan bersama, pria itu mengucapkan selamat tinggal pada sahabat lamanya—yang sampai menit terakhir berpesan agar Chanwoo meminta maaf kepada Cara—dan merenung di sebuah café tempat ia biasa nongkrong ketika kuliah dulu.

Tidak ada tanda keberadaan Cara di rumah meski Chanwoo telah memeriksa setiap sudut rumah mereka. Ia tahu kuliah Cara berakhir pukul tiga sore hari ini, dan karena sekarang sudah pukul empat, seharusnya sang istri sudah duduk manis di sofa sambil menonton acara musik favoritnya.

Chanwoo kangen Cara. Banget.

Lelaki itu lalu berjalan menuju dapur, ia mendadak haus. Ketika membuka kulkas untuk mengambil air dingin, matanya tidak sengaja melihat tuna sandwich yang masih utuh yang ditaruh Cara di dalam kulkas.

"Damn babe, you really make me want to throw myself away," saat ini yang Chanwoo inginkan adalah menarik Cara ke dalam pelukannya. Kenapa ia dilahirkan dengan sikap sangat tidak peka seperti ini, sih?

Mendadak ia mendengar bunyi pintu depan terbuka lalu tertutup. Secepat kilat Chanwoo keluar dari dapur. Berjalan tiga langkah, ia berhenti.

Cara berdiri sepuluh langkah di depannya, dengan setangkai mawar merah di tangan yang Chanwoo yakin diberikan oleh seorang pria.

husband | jung chanwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang