Chapter 5 Sabar

16 1 0
                                    

"Kamu tau? ada hal yang lebih berat daripada menahan beban?" tanya Kevin

"Enggak. Apa memang?" jawab Ara

"Menahan Rindu" balas Kevin

********

"Rindu ke Isteri dan Anak Bapak?" tanya Ara

Kevin tertawa kecil dan menundukkan pandangannya, "Saya belum menikah".

"WHAATTT??". "DEMI APA LO? COWOK SEGANTENG DAN SEMAPAN INI BELUM NIKAH??!!" teriak Ara dalam hati. Tidak mungkin Ara meluapkannya bukan? Ara hanya bertanya "Lalu?"

"Saya rindu keluarga Saya di Bandung"

"Memangnya Bapak jarang ke Bandung?"

"Iya.. Saya kesana jika ada waktu luang saja"

"Ara juga rindu. Sama Ayah..." Kata Ara sambil menengadahkan wajahnya melihat bulan

"Ayah kamu bekerja di luar kota?" tanya Kevin

"Bukan. Disana" Ara menaikkan dagunya sedikit sebagai penunjuk arah

"Ayah sudah meninggal" raut wajahnya sekarang bersedih

"Saya turut berduka" kata Kevin

"Iya, terimakasih Pak" kata Ara

"Masuk yuk! sudah larut malam" Kevin membalikkan tubuhnya dan berjalan kecil

"Kenapa ya Allah tidak adil?".

Suara Ara itu membuat langkah Kevin berhenti dan memutarkan kembali arah tubuhnya. Ara yang masih mengangkat sedikit kepalanya melihat bulan itu termenung, seakan menunggu Kevin menghampirinya. Benar saja, ia mendengar langkah kaki yang semakin mendekat ke arahnya. Sekarang posisi Kevin persis ditempat semula bahkan lebih dekat dengan Ara, hanya terpaut beberapa senti saja. Kevin melipat tangannya, menyenderkannya ke pagar besi rooftop itu.

"Kenapa Ara selalu di berikan kesedihan dan penderitaan? Sedangkan Ara melihat teman-teman Ara semua kelihatan bahagia terus". "Kenapa harus Ara? Kenapa Allah tidak adil sama Ara?"

Sebenarnya Ara merasa bahagia dan baik-baik saja sebelum Ayahnya meninggal dunia, walaupun keluarga mereka bukan keluarga yang bergelimang harta. Tetapi sejak Ayahnya meninggal, seperti ada sesuatu yang merenggut kebahagiaan dari dalam dirinya. Melihat ibunya bekerja keras sendiri, belum lagi ia memikirkan Adiknya. Pikiran Ara sudah kemana-mana saat ini, ia bahkan harus bersusah payah mengumpulkan uang untuk membelikan Adiknya sepatu baru. Belum lagi nanti jika lulus, ia sangat berkeinginan melanjutkan pendidikannya dibangku kuliah.

Ara menghela nafas dan menundukan pandangannya setelah meluapkan apa yang dirasakannya itu. Kevin memperhatikannya, memastikan tidak ada air mata yang menetes dari wajah muridnya itu. Tapi usaha Kevin sia-sia, rambut nakal Ara yang beterbangan menutupi pandangan Kevin. Kevin pun menyingkapi rambut Ara ke belakang telinga Ara, kini ia bisa melihat jelas wajah cantik Ara. Tidak ada air mata yang menetes, mungkin belum. Mata Ara hanya terlihat berkaca-kaca.

"Hey.. Jangan berkata seperti itu manis" ucap Kevin dengan lemah lembut

"Tidak ada yang pernah tahu rencana Allah"

Ara menatap ke wajah Kevin, Sekarang mereka bertatapan.

"Kamu tau? Al--" belum saja Kevin menghabiskan perkataannya, Ara sudah merampasnya

"Ada yang lebih berat daripada menahan beban?" kata Ara

Kevin tertawa kecil, "Bukan sayang". "Kamu tau? Allah itu menguji hambanya melalui dua cara. Pertama kenikmatan, dan yang kedua kesulitan"

Memeluk BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang