part 18

864 64 7
                                    

Setelah menonton, mereka semua sekarang berakhir nongkrong di sebuah cafe yang cukup di gandrungi oleh remaja karena di sana ada acara live musik.

Well, Della tidak akan menolak sebenarnya untuk ngumpul-ngumpul seperti sekarang jika hubungannya dengan Arga baik-baik saja. Atau mungkin, jika Arga menganggap semuanya baik-baik saja, tidak seperti sekarang -Arga terus-terusan menatap tajam ke arah Della dengan iris hitam pekatnya.

Sedangkan Agatha dan Rere sendiri seperti ikut merasakan canggung yang dirasa Della. Mereka berenam seperti orang asing yang dipaksa untuk duduk di satu meja bersama, bahkan dari tadi hanya Satya dan Rian yang mendominasi obrolan.

"Jadi gimana?"

"Gimana?" beo Agatha, keningnya mengerut atas pertanyaan sang kekasih.

Satya tersenyum simple, "apa aja yang kalian lakuin selama gak ada kami?"

Percayalah, Satya bertanya dengan nada rendah dan bersahabat, tapi di telinga Agatha terdengar seperti sebuah sindiran. Tatapan lembut cowok itu pun terasa mengitimindasi untuk Agatha.

"Lah, harusnya kan kami yang nanya gitu... gimana di sana? Pasti banyak yang cantik-cantik, kan? Bulenya ganteng juga gak?!" pekik Rere antusia, membuat Agatha bersyukur setidaknya ia tidak perlu menjawab pertanyaan Satya.

"Kan bule yang ganteng bertiga di kirim ke Indonesia, ke sekolah."

Skak.

Bibir Rere tertutup rapat, sorot antusiasnya kini berubah redup setelah mendengar penuturan sang kekasih.

"Ke hati mereka juga kayanya," celetuk Arga membuat Della yang sedang minum tersedak, sorot cokelat miliknya langsung bertabrakan dengan iris hitam pekat itu.

Agatha yang menunduk tersentak saat tangannya di genggam lembut oleh Satya, "Agatha gue nggak bakal kaya gitu, ya kan Tha?"

Kemudian, Satya menatap ketiga gadis itu bergantian, "mereka nggak kaya itu."

Bertepatan dengan saat itu, ponsel Della yang ada di atas meja berdering. Menampilkan sebuah nama dengan latar fotonya dan Dello yang saling merangkul.

Arga melihatnya, tersenyum sinis. "Angkat, Del!"

Della diam, tangan kanannya yang ada di paha digenggam oleh Rere, gadis itu memberi isyarat agar Della tidak menuruti perintah Arga. Bisa habis mereka bertiga jika sampai Della mengangkat dan Dello berkata yang tidak-tidak.

"Kalo lo nggak mau, biar gue yang ngangkat," ucap cowok berhidung mancung itu sembari meraih handphone milik Della, bertepatan dengan deringnya yang berhenti.

Baik Della, Rere, dan Agatha menghembuskan napasnya lega. Hanya sedetik sebelum dering itu beralih pada ponsel Agatha.

Nama 'Natha jelek' tercantum di sana dengan latar foto mereka berenam.

"Agatha, angkat." Satya memerintahkan dengan nada tegas, "angkat," ulangnya kemudian.

Ragu-ragu Agatha meraih ponselnya, mengangkat panggilan itu dengan mode loudspeaker.

"Hallo!"

Itu bukan suara Natha, bukan juga Dello, namun Darel. Kontan saja Agatha dan Della langsung menatap Rere.

"Wahh kalian bertiga pasti lagi jalan-jalan, kan? Gue liat di snapgramnya Rere."

"Lo, Dello, lo liat handphone gue, gak?" samar-sama terdengar suara Natha yang memepertanyakan keberadaan ponselnya.

"Kaga, ngapain juga gue mainin hp lo. Ini kok Della gak jawab telpon gue, ya?" sekarang samar-samar suara kekesalan Dello karena panggilannya tak dijawab.

Terdengar tawa Darel, "bro hp lo sama gue, ini gue nelpon Agatha!"

"Wah ati-ati ketikung lo, Nat!" Dello menimpali.

"Ngapain lo nelpon Agatha?"

"Gue mau nelpon Rere, tapi di hp lo gak ada kontaknya. Mereka betiga kan biasanya bareng, jadi gue telpon aja."

"Ada Della dong?"

Agatha segera memutuskan sambungannya, menatap cemas ke arah Satya yang menatapnya datar.

"Siapa Natha jelek, Tha?"

"Dia... kami cuma teman, gak lebih."

"Kita dulu langsung jadian, apa temenan dulu, ya?"

"Satya, please..."

Suasana canggung tadi, kini berubah memanas. Tinggal menunggu waktu untuk meledak. Kenapa Darel, Dello, dan Natha harus menelpon di saat yang tidak tepat.

"Aku pikir kamu udah berubah, Re."

Rere menggeleng, "please percaya, kami bertiga nggak ngelakuin hal yang mengkhianati kalian, iyakan Del, Tha?"

Gadis cantik itu menoleh menatap Della dan Agatha meminta dukungan.

"Pantas susah dihubungin."

Della diam.

"Terus tiba-tiba minta putus."

Della diam.

"Belajar di mana Del jadi murahan kaya sekarang?"

Suara decitan kursi terdengar, Della bangkit dari duduknya, merain ponselnya yang ada di tangan Arga. Sekarang, mereka berenam menjadi pusat perhatian.

Keenamnya berdiri, Agatha dan Rere menatap Della prihati, terlebih saat mata sahabat mereka itu memerah.

"Lo gak hak buat mempertanyakan hal itu, Ga." Della menatap lekat cowok berhoodie hitam di hadapannya, "perlu kamu tau, semakin seseorang dikekang, semakin orang itu mencari kebebasan. Protect dan posesif itu beda, cinta dan obsesi pun beda, Arga!"

"Gue ngekang lo, karena gue tau perempuan kaya lo bakalan mudah buat suka sama orang lain."

"Arga!" bentak Agatha, "jangan sampai lo nyesel sama kata-kata yang lo ucapin."

Tepat saat itu, air mata Della mengalir, segera gadis itu menghapusnya dengan kasar.

"Lalu kenapa lo memilih perempuan kaya gue?!" Gadis itu meraih tasnya, "kita udah putus dan berhenti berlakon sebagai cowok gue!"

"Del, Della!" Rere meraih tasnya, ikut mengejar Della. Begitupun dengan Agatha.

At This Very Moment✔ #wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang