💕18💕

2.3K 257 14
                                    

"Ca, dengerin dulu penjelasan Mas." Adam menyamakan langkahnya dengan Caca.

Bahkan ia membentak karyawan yang menghalangi jalannya.

"Kamu jangan salah paham dulu."

Caca tidak menggubris, ia terus saja berjalan tanpa memperdulikan tatapan orang yang melintas.

"Mas, mohon Ca," Ucap Adam saat ia berhasil meraih tangan Caca.

Caca berbalik.

Ia menatap sinis suaminya.

"Apa yang kamu inginkan Mas?"

Adam mengerutkan keningnya.

"Kita pulang, kita bisa bicara di rumah," kata Adam pelan saat melihat orang yang berlalu lalang di jalan memperhatikan mereka.

Caca menepiskan tangannya. "Sekarang, atau tidak sama sekali."

Adam menelan salivanya. "Kamu tau kita di mana sekarang?"

"Aku tidak peduli."

Adam ngeram melihat Caca yang keras kepala.

"Ini tidak seperti yang kamu lihat ..."

"Intinya," potong Caca cepat, ia sedang tidak mau mendengar basa-basi.

Adam meluruhkan tangan yang hendak memegang bahu Caca.

"Firda nganterin berkas yang tertinggal, atasannya yang menyuruh ia ke kantor Mas."

Caca memicingkan matanya, ia bukan tipikal yang gampang percaya sama orang lain, terlebih Adam, yang berkali-kali ia pergoki sedang bersama Firda terlepas alasan apapun itu.

"Kita pulang dulu ..."

"Apa hubungannya Firda harus ke kantor Mas," selanya mengabaikan ajakan Adam.

"Jauh sebelum dia masuk ke Delta Corp, Mas sudah bekerja sama dengan mereka," jelas Adam.

"Jadi, maksudnya, kalian kebetulan bertemu?"

Adam tau Caca menyindirnya, tapi itulah kenyataannya.

"Harus berapa lama lagi, aku harus melihat kebetulan seperti ini?"

Adam meraih tangan Caca. "Percaya sama Mas."

Caca tersenyum miris.

"Bukankah aku sudah pernah percaya?"

"Kali ini saja, percaya sama Mas, ya?" Adam menggenggam tangan Caca.

"Kalau aku minta, batalkan kerja sama ini, Mas mau?"

Adam tertegun mendengar ucapan Caca, ia sama sekali tidak menyangka.

Caca tertawa.

Ia melepaskan tangan dari genggaman Adam dan berlalu dari sana.

Adam memperhatikan Caca yang sudah menjauh.

Ia bingung, proyek ini yang ia impikan selama ini, ia kerja mati-matian demi tercapainya pembangunan proyek di Surabaya karena ini menyangkut harga dirinya di depan Mahesa, yang tak lain Ayah mertuanya.

Caca menyusuri jalan setapak setelah turun angkutan umum, memasuki komplek perumahan Ira.

"Eh, Nak Caca, masuk."

Caca menyalami Ami, Tante Ira.

"Ira belum pulang, tante?"

Ami menggandeng tangan Caca. "Belum, biasanya pulang jam tiga, kamu nggak nelpon dia dulu tadi?"

Caca nyengir.

Mereka duduk berdampingan.

"Enggak Tante, kebetulan Caca lewat, makanya mampir."

CINTA BERSELIMUT TASBIH  ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang