~Semahal-mahalnya makanan yang sering kamu beli, segaul-gaulnya minuman yang kamu nikmati, semua itu tidak ada apa-apanya dengan jajanan kantin sekolah saat istirahat.~
Siang ini matahari sangat terik, udara di sekitar pun menjadi lebih panas daripada biasanya. Hal ini sudah sering terjadi sejak beberapa pekan terakhir, mungkin efek dari musim kemarau panjang.Udara panas, badan gerah, dua hal yang membuat keempat gadis itu kini berlomba-lomba untuk sampai di kantin saat bel istirahat baru saja berdering. Sebenarnya bukan hanya mereka berempat, lebih tepatnya seluruh pelajar di sekolah itu. Beruntung SMA ini memiliki 3 kantin, jadi siswa-siswi tidak akan terlalu ribet untuk membeli makanan.
Di ujung sana, seorang lelaki berpakaian sederhana sudah terlihat dengan seulas senyum yang membuat para penonton terpukau. Bukan, mungkin hanya keempat gadis itu saja yang terpesona, tidak dengan yang lain.
"Hai ... Bang." Suara engap dari Vina pun lekas masuk ke pendengaran lelaki itu. Dia Didin, lelaki berusia 20 tahun yang rela membantu ibunya berjualan demi menghidupi keluarga dan juga demi mencukupi biaya kuliah. Didin adalah lelaki tampan, sangat tampan, tapi jarang ada yang mau mendekatinya. Kalian mungkin sudah tahu alasannya bukan? Ya, karena latar sosial.
Tapi hal itu tidak berlaku lagi bagi mereka berempat. "Bang Didin, Lis—."
Ucapan Listi terhenti saat mulutnya dibungkam dengan sengaja oleh Vina. Gadis itu lalu menempelkan telunjuknya di depan bibir dan tersenyum manis ke arah Listi seolah melarang gadis itu untuk berbicara. Selanjutnya, ia mulai berucap.
"Bang Didin ...
Wajahmu sungguh rupawan
Badanmu sangat menawan
Bila kupandang matamu ...
Raga ini serasa melayang di awanOh Bang Didin ...
Makanan yang kau jual membuatku lapar
Harumnya bagaikan ayam yang dibakar....""Aduh, Nadia! Kok lo ganggu acara baca puisi gue sih!" geram Vina saat acara tampil puisinya dihancurkan oleh Nadia begitu saja. Kesal sekali, baru ingin menciptakan suasana romantis, ada saja setan-setan degil yang mengganggu cerita.
"Bang Didin kan emang jual ayam bakar, kampret! Udah ah nggak jelas lu ... Bang, nasi ayam sama jus mangganya empat, yah."
Didin tersenyum lalu mengangguk, membiarkan keempat gadis itu pergi memilih tempat duduk. Saat mereka berempat hendak berbalik badan, langkahnya harus terhenti tatkala suara Didin memanggil nama Vina.
"Bang Didin kenapa manggil aku?"
"Cuma mau bilang, kamu juga cantik."
Bummm!
Melayang sudah hati Vina sampai ke planet merkurius. Sungguh, jika Didin mengucapkan itu atas dasar cinta, mungkin Vina akan langsung menerimanya tanpa berpikir dua kali. Baginya, Didin adalah tipe cowok yang 'yoi' banget. Terlebih lagi di zaman sekarang ini, sudah jarang ada seorang lelaki yang rela membunuh gengsi demi masa depan mereka.
"Aku padamu, Bang." Didin terkekeh, Nadia melotot, Listi merinding, dan Sefita .... "Bugh."
"Sefita, sakeeet!" teriak Vina saat merasakan ubun-ubunnya berdenyut akibat jitakan maut yang Sefita berikan. Jika bukan karena Vina itu sahabatnya, mungkin sudah dari jauh-jauh hari Sefita memutilasi tubuh gadis itu.
"Bodo amat, udah yuk duduk," ajaknya sambil berjalan ke arah salah satu bangku yang terlihat masih kosong. Melihat Sefita yang berjalan membuat ketiga gadis itu langsung mengikutinya.
Cukup lama mereka menunggu pesanan datang, dari yang awalnya Nadia ke toilet sampai dia balik dua kali, makanan itu tak juga terhidang di hadapan mereka. Heran, tidak biasanya Didin seperti ini, atau mungkin dia banyak pesanan?
"Woy cogan, minggir lo pada! Pesanan kita itu!" teriak Listi yang langsung dihadiahi pukulan botol oleh Vina. Apa-apaan gadis itu? Berbicara tanpa rasa malu sedikit pun. Sungguh ketiganya kini terlihat seperti cacing kepanasan akibat gadis macam Listi. Mereka sibuk menutupi wajah dengan benda apa pun yang bisa dipakai.
Sedangkan Listi ... gadis itu malah bingung sendiri melihat tingkah ketiga sahabatnya yang menurutnya sangat-sangat aneh. Oh ayolah Listi, mereka seperti itu juga karenamu!
"Kalian kenapa sih?"
"Diem lo kupret!" bentak Sefita yang kini semakin memendamkan wajahnya di lipatan tangan. Demi apa pun dia sangat malu, terlebih lagi tiga cowok yang disebut Listi sebagai 'cogan' itu kini menatap mereka berempat dengan tawa yang ditahan.
"Bang Didin, itu pesanan kita berempat, 'kan?" Didin menatap ketiga lelaki di hadapannya dengan sorot ragu, kemudian dia beralih menatap Listi. "Mereka ...."
Ucapan Didin menggantung, dan Listi tahu apa maksudnya. Ia pun bangkit lalu berjalan mendekati keempat lelaki itu dengan tampang datar. Listi marah, ia sudah menunggu dari tadi, tapi tiga cowok itu malah merebut makanannya.
"Bang Didin lebih pilih Listi apa mereka?!" Pilihan yang sulit. Di satu sisi ia pasti lebih memilih Listi, karena hanya gadis itu dan ketiga sahabatnya yang selalu mau mendengarkan keluh kesah setiap ia ingin bercerita. Tapi di sisi lain, ia tahu siapa yang berada di hadapannya saat ini. The bad boys kelas dua belas.
"Kelamaan Bang, udah siniin makanannya!" geram Listi sambil menyodorkan tangannya ke arah salah satu lelaki yang kini tengah menunjukkan senyum manisnya, namun tidak bagi Listi, menurutnya senyum itu adalah senyum meremehkan. Dan ia tidak suka.
Listi melihat sedikit perubahan di wajah lelaki itu saat matanya membaca papan nama di seragam yang ia pakai, namun Listi tidak bisa memahami tatapan apa yang pria itu tampilkan.
Bukannya menyerahkan makanan, lelaki itu malah mengayunkan tangan bermaksud ingin menjabat tangan Listi. Sontak saja ia menarik kembali tangannya agar tidak bersentuhan dengan lelaki itu.
"Dasar lo human kurang belaian!" Setelah mengatakan ucapan pedas tersebut, Listi langsung menyambar nampan yang berisi pesanan mereka berempat dan memilih berjalan keluar dari kantin. "Bang Didin, bayarnya nanti jam istirahat kedua ya," ucap Sefita terburu-buru karena ia sudah ditinggal oleh Nadia dan Vina yang berjalan sangat cepat menyusul Listi.
"Siapa mereka, Bang?"
Didin dibuat gelagapan, ia tidak mungkin memberi tahu tentang siapa mereka, karena pasti ketiga cowok di hadapannya itu akan mulai mengganggu ketenangan Nadia dan yang lainnya. Dan Didin tidak mau itu terjadi. "Bang?"
"Tadi kalian pesan apa?" Biarlah ia dicap tuli oleh mereka bertiga, yang penting dia bisa sedikit menyelamatkan nasib keempat gadis itu.
"Ck ... bakso sama es jeruk tiga!" ucap salah satu lelaki yang berdiri di antara kedua sahabatnya, setelah itu mereka memilih berjalan menjauh dan duduk di tempat yang tadi ditempati oleh Nadia and the geng.
"Semoga mereka nggak gangguin Nadia sama yang lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekutu Garis Keras (Sudah Terbit) PART BELUM DIHAPUS 🥰
РазноеSahabat itu penting, di saat keluarga tidak menyisakan ruang sahabatlah yang pertama kali memberi peluang. Mereka merengkuh ketika rapuh, menopang ketika tumbang, dan menemani ketika sendiri. Tapi bagaimana jika salah satu dari mereka pergi tanpa pa...