Ray & Ashilla

75 18 38
                                    

“Mungkin ini alasannya kenapa kamu gak boleh jatuh cinta sama aku.”

Aku Ray, bernama lengkap Rayhard Delnoa. Aku tumbuh seperti remaja kebanyakan. Yaaa... tampangku bisa dibilang lumayan. Keluarga ku terbilang kaya raya. Harta kami berlimpah, rumah kami mewah, mobil kami beberapa buah. Hanya saja, aku miskin dalam hal lain. Yaitu miskin kasih sayang. Ayah dan ibuku pebisnis yang sukses sehingga menjadikan mereka sibuk setiap detiknya dan karna mereka sudah berbeda visi dan misi lagi jadi mereka memutuskan berpisah ketika aku masih berumur 7 tahun. Aku memilih tinggal dengan Ibuku. Sementara Ayah ku kabarnya menikah lagi tak lama setelah perceraian. Meskipun begitu, kegiatan Ibuku tak berubah sama sekali. Ia masih tetap sibuk setiap harinya.  Jika kebanyakan para pekerja menganggap kantor adalah rumah kedua setelah rumah sesungguhnya, maka lain halnya dengan ibuku. Ia malah menjadikan rumah kita adalah rumah kedua setelah kantor. Ibu jarang pulang, aku hanya bisa melihat Ibu kurang lebih dua kali dalam seminggu. Sehingga membuat jarak diantara kami semakin lebar. Tapi, aku tak lagi peduli. Aku sudah terbiasa hidup sendiri tanpa perlu teman, bahkan pacar. Aku terlalu malas untuk terlibat dalam cinta atau persahabatan konyol yang berujung pengkhianatan. Sampai tiba saat... aku jatuh cinta.

Hatiku untuk pertama kali dicuri oleh gadis sederhana dengan kelembutan hati dan keramahan sikapnya. Entah kenapa dia yang terpilih dari sekian banyak gadis cantik dan baik yang mendekatiku. Yang jelas, ini pertama kalinya aku memutuskan untuk terlibat dalam hidup seseorang. Pertama kalinya aku menyerah atas alasan cinta. Dan pertama kalinya aku ingin mengubah haluan hidupku.

“Ashilla, aku suka kamu.” Ungkap ku padanya memberanikan diri ditengah rintik saat hari menuju penghabisan. Berharap suara ku terdengar meskipun harus bersaing dengan bising nya ibu kota. Serta menguatkan diri meskipun tahu aku akan ditolak saat itu juga.

“Kamu lucu, tapi maaf aku tidak akan semudah perempuan-perempuan yang berbaris minta kamu pacari.” Jawab dia sadis tetapi sambil memberikan senyum indah diujung kalimatnya.

Aku tercengang, kaget aku dibuatnya. Ini pertama kalinya dia mengeluarkan kata yang tajam sampai menusuk hati. Tapi anehnya aku sedikit lega, pasalnya dengan begitu aku tahu bahwa dia perempuan baik-baik yang tidak dengan mudah menerima sembarang pria untuk jadi pacarnya dengan dalih sebagai koleksi.

“Kamu lebih lucu, aku jadi makin suka.” Ucap ku seraya tersenyum sumringah sambil memusatkan penglihatanku pada paras nya yang ayu.

“Ray, berhenti bercanda. Tujuan kita kesini untuk tugas observasi kan?” Ashilla memalingkan wajahnya sambil menyibukkan jari nya pada sebuah buku yang terus-menerus dibolak-balik lembar per-lembarnya.

“Suatu saat nanti kamu harus mau yah jadi pacar aku.” Goda ku padanya.

“Tau ah!” singkat Ashilla.

Sekilas aku melihat ada rona merah dikedua pipinya sebelum kemudian ia beranjak pergi dari hadapanku dengan tampang sebal.

**


“Shilla!”  teriakku pada seseorang yang jaraknya hanya berkisar beberapa meter saja.

“Hei,” sapa balik Ashilla ramah masih dengan senyuman andalannya.

“Tuhan seolah tahu, aku perlu lihat kamu tiap hari.” Goda ku tak tertahankan.

“Apasih Ray, bercanda mulu. Ada perlu apa?” tanya Shilla.

“Enggak, Cuma mau nyapa aja hehe.” Jawabku asal. Padahal harusnya “Karna aku kangen hehe.” Tapi aku tak mampu mengeluarkan kata itu karna aku terlalu malu.

“Emm gitu, yaudah aku duluan yah bye.” Lambaian tangan Shilla seolah menghipnotis ku. Dalam beberapa detik setelahnya, mataku terdiam diposisi lurus dengan posisi Shilla. Melihat kepergian nya sampai punggung nya hilang dari jangkauan penglihatanku. Ah ditinggal lagi. Gerutu ku dalam hati.

**


Langit keorenan. Ah aku suka itu. Matahari sudah berada di posisi setengah pamit. Itu tandanya seluruh keindahan alam semesta tergambar dengan nyata dengan waktu yang singkat. Entah kenapa aku paling suka menunggu dan menatap senja. Senja bagiku bukan hanya orange, tapi teduh dan damai. Seolah apa yang terjadi hari ini akan lenyap bersamaan dengan tenggelamnya sang mentari. Dan mengisyaratkan untuk beristirahat sejenak bersama dengan tebaran bintang yang berkedip-kedip sambil menunggu hari esok yang ditandai dengan munculnya sinar mentari baru sebagai pertanda dimulainya pelajaran baru.

Senja yang ku nikmati kali ini berbeda. Meskipun dengan langit yang sama. Tapi, ada pelengkap jiwa yang menambah kenikmatan senja kali ini. Aku dan Shilla menghabiskan senja bersama di atas bukit tepi sungai yang menjadi tempat favorite kami. Secara tiba-tiba saja aku membelah senja dengan perkataan yang mungkin tidak tepat. Tapi apa boleh buat? Aku sudah tidak tahan karna terus menerus menahan rindu dan luka sendirian.

“Shil, kira-kira kapan kamu bales perasaan aku?” tanya ku asal.


“Apasih Ray, jangan mulai deh.” Cuek Shilla.


“Emang kenapa sih ko kamu gak mau coba buat suka sama aku? Apa kedekatan kita selama ini masih kurang? Apa perhatian yang aku beri selama ini masih buat kamu gak sadar kalo aku sungguh-sungguh suka kamu.” Tanya ku dengan nada sedikit tinggi.

“Karna aku terlalu pengecut buat ambil resiko! Dan kamu gak akan pernah bisa ngerti!” seketika saja tangis Ashilla pecah. Ia berlari begitu saja tanpa penjelasan meninggalkan luka dan tanya yang begitu besar.

**


Semenjak kejadian itu, Ashilla seolah menghindar dariku. Ia tak pernah lagi mau membalas pesan singkat yang terus menerus ku kirim. Bahkan ia kerap kali memilih jalan lain agar tak berpapasan dengan ku. Aku merasa sangat kehilangan. Rindu dan luka yang ia tinggalkan semakin membesar.

Sampai tiba saat Ibuku yang jatuh cinta lagi pada duda satu anak yang tak lain akan menjadi saudara ku. Beruntungnya, cintanya tidak sepihak sepertiku. Ia dan kekasihnya memutuskan untuk menikah. Dan hari ini tepat hari lamarannya. Jantungku berdegub kencang. Aku akan punya ayah baru. Aku akan punya saudara baru. Aku akan punya keluarga baru.

*ting tong

Bel rumah ku berbunyi, menandakan bahwa pihak pelamar yang tak lain adalah calon Ayah baru ku sudah datang. Aku sesegera mungkin membuka pintu dan menyambut hangat mereka.

Tetapi tiba-tiba langitku seketika runtuh. Senja ku seketika terampas. Bahagia ku seolah tidak akan pernah muncul lagi. Selama prosesi lamaran berlangsung aku hanya diam mematung tak percaya. Rasa sesak didada terasa sangat nyata.

“Hei,” aku memutuskan untuk menyapa calon adikku.

Dia menoleh sambil membalas sapaan ku dengan ramah, “Hei”

“Apa kabar?” tersirat kepedihan dan luka lama yang tersentuh kembali saat aku bertanya.

“Lucu yah, ternyata aku rindu.” Jawab gadis itu seolah tak menghiraukan luka yang dengan susah payah ku kubur.

Aku hanya terdiam tak sanggup meneruskan perbincangan. Akhirnya aku memutuskan untuk beranjak karna tak kuasa menahan pedih.

“Mungkin ini alasannya kenapa kamu gak boleh jatuh cinta sama aku.” Tiba-tiba saja perkataannya menghentikan langkahku. Aku hanya bisa menoleh memberikan senyuman terbaik sambil menahan sakit yang lagi-lagi terasa.

Ashilla yang aku cintai, Ashilla yang berhasil membuka hati ku untuk yang pertama kalinya. Ashilla yang ku harap jadi cinta terakhir. Ashilla yang ku harap akan menjadi jodohku. Ternyata dia akan jadi adik tiriku. Adik yang harus aku jaga. Adik yang hanya boleh dicintai sebatas “Adik”. Adik yang tidak bisa menjadi jodohku.

Semua tentangmu masih jadi topik utama di pikiran ku, Ashilla.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 05, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ASHILLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang