Jam 21.15 WIS waktunya santri syawir bagi yang masih sekolah. Dan bagi tamatan waktunya ngaji kitab Ihya'.
Para santri pun mulai mempersiapkan dirinya untuk mengikuti kegiatan. Termasuk yg terjadi di kamar ndalem yang di huni oleh Yusuf dan juga Fahmi. Dan rata-rata kamar itu di huni oleh santri senior yang sudah tamatan.
Awan mendung rupanya menyelimuti hati Fahmi yang sore tadi usai pamitan di kelasnya Nisa. Sekaligus itu terakhir kalinya Fahmi bisa bertemu dengan sang pujaan hati. Jika saja dia tak menyandang gelar seorang laki-laki yang anti menitihkan air mata. Mungkin saja kamar ndalem itu sudah penuh oleh air mata.
Biarpun di landa kesedihan yang teramat sangat Fahmi tetap bersikap normal saja. Memang sifat Fahmi seperti itu. Dia tidak ingin kesedihannya di ketahui orang lain dan dia lebih memilih untuk menyembunyikan kegundahan hatinya di depan teman-temannya.
Namun Yusuf yang sangat mengenal kepribadian Fahmi bisa menangkap hawa kegalauan yg di alami kawan seperjuangannya itu."Kang teng nopo koq mendel mawon??", tegur Yusuf.
"Iki terakhir kaline aku ketemu Mbak Nisa, Kang. Mbuh mben mari iki aku iso cethuk neh ora," jawab Fahmi dengan nada pilu.
"Nggeh mpun to kang. Seng sabar!. Nek emang jodoh mben bakal e tepang maleh. Yakin mawon kang, do'a ne di kuataken. InsyAllah di kabulaken. Ampun pesimis ngoten to,"hibur Yusuf.
"Nggeh Kang, insyAllah Mbak Nisa selalu tak sebut ing tahajudku kang," jawab Fahmi.
"Nggeh kang. Tapi jangan hanya Mbak Nisa yang disebut yang terpenting malah minta jodoh yang sholehah. Lha kalo misalnya ternyata Mbak Nisa bukan jodohe sampean gimana hayoo? Kan mesti protes sampean. Pasrahkan semuanya kepada Allah. Coba direlakanlah, jangan seperti ini. Kalo kayak gini terus cintane sampean itu bisa saja terindikasi karena nafsu semata."
"Astaghfirullah hal 'adzhim ... kok saya baru sadar ya, Kang. Tidak ikhlas menjalankan amanah dari seorang guru hanya karena seorang yang belum tentu jadi jodoh saya," sesal Fahmi.
"Nggeh, ditata dulu hatinya. Ridhonya Abah Yai menentukan keberkahan ilmu kota lo, di ta'lim kan sudah dijelaskan,
إن المعلم و الطبيب كلاهما # لا ينصحان إذا هما لم يكرما
Sesungguhnya guru dan dokter tidak akan berguna nasehatnya bila tidak di hormati.
فاصبر لدائك إن جفوت طبيبها # واقنع بجهلك إن جفوت معلما
Bersabarlah dengan penyakitmu bila kamu menentang dokter. Dan bersabarlah dengan kebodohanmu bila kamu menentang guru.""Nggeh, Kang, matur suwun."
Ketika mereka tengah asyik bercakap-cakap tiba-tiba datang seseorang.
Tok ... tok ....
"Assalamu'alaikum, nyuwun sewu, enten Kang Yusuf?"
"Wa'alaikumussalam .. nggeh, Kang teng nopo?" jawab Yusuf sambil beranjak menghampiri santri itu.
"Niku kang... jenengan di timbali Abah. Tiros e gus Robeth rewel, nyuwun nderek jenengan," jawab santri itu.
"Oalah nggeh... matur suwun kang. Kedap maleh kulo mriko," jawab Yusuf
"Nggeh mpun, namung badhe sanjang niku mawun, kulo pamit rien. Assalamu'alaikum," kata santri itu sambil berlalu pergi.
"Wa'alaikumussalam." Serentak semua anggota kamar pun menjawab salam itu.
"Hayoo dang podo budal ngaos," tegur sang ketua kamar.
Akhirnya mereka pun berangkat sambil menenteng kitab Ihya' dan juga pulpen hi-tech.
Sudah menjadi kebiasaan para santri, jika mereka berangkat ngaji hanya kitab dan pulpen yang mereka bawa. Kadang ada pula yang membawa alas duduk seperti sajadah yang sudah tidak di pakai lagi untuk sholat.
*****
Kang Yusuf langsung menuju ke ndalem romo yai. Dan sesampainya disana ia langsung di persilahkan masuk ke kamar Gus Robeth.
Gus Robeth adalah putra Romo Yai Abdullah Mansur yang ke-3 sekaligus anak ragil. Gus Robeth mempunyai 1 kakak laki-laki yang bernama Ahmad Zaeni Abdullah . Sering di sapa dengan Gus Zaen. Dia sekarang sedang kuliah S2 di Yaman. Kurang beberapa bulan lagi program studynya akan berakhir.
Gus Robeth juga mempunyai kakak perempuan yang bernama Zahrotus Syifa' Abdullah. Ning Zahra begitulah para santri memanggilannya. Ning Zahra ini juga sedang nyantri di pondok tahfidz yang terletak di kota tetangga. Dia jarang sekali liburan di rumah, hanya libur lebaran saja dia pulang. Banyak santri yang belum bertemu dengannya bahkan tidak mengenalnya.
***
"Ayo Mas Robert enggal bobok benjeng sekolah to?" bujuk Yusuf.
Gus Robert ini umurnya sekitar 4 tahunan. Jadi kira-kira masih sekolah setingkat PAUD .
"Emoh, pengen ketemu mbak manis rien,", jawab Gus Robert dengan cemberut.
"Mbak manis niku sinten to mas?" Tanya kang Yusuf sambil mengrenyitkan dahinya. Mungkin dia sedikit kaget. Masak ada yang namanya manis.
"Mbak manis iku Mbak Asna mbake Obet," jawab Gus Robeth.
"Loh? Mbak e mas Robeth kan Mbak Zahra tasek teng pondok" tanya Yusuf lagi."Pkok Obeth pengen ketemu Mbak Asna" kata Gus Robeth yang makin merajuk.
"Nggeh mpun, Mbak Asna ne teng pundi? Kaleh mbak-mbak mawon ya ketemune Mbak Asna. Kan Mas Usup ndak saget ngeteraken nek teng pondok putri," jawab Yusuf.
"Moh. Pokok kudu Mas Usup seng ngeterne" kata Gus Robeth kekeh.
"Lha mboten saget to, Gus. Kan Mas Usup ndak saget mlebet pondok putri," jawab Yusuf.
"Ayo pokok." Gus Robeth pun akhirnya menarik tangan Yusuf, dan ia hanya nurut saja.
Dan ternyata Yusuf bukan di ajak ke pondok putri. Melainkan ke gedung sekolah belakang pondok.
Di Pondok asuhan yai Abdullah Manshur ini selain sekolah salaf juga ada sekolah formalnya. Mulai dari tingkat PAUD hingga tingkat perguruan tinggi. Namun begitu, khas pesantren salafnya tak pernah di hilangkan. Bisa di katakan pondok asuhan beliau ini termasuk salah satu pondok salaf yang masih kental salafnya.
Gedung sekolah formal itu bukan hanya di pakai untuk murid-murid sekolah formal. Namun di gunakan juga untuk ngaji santri salaf. Jadi tak ada pembedaan antara santri salaf dan juga santri yang sekolah formal.
**
"Lha iku Mba Manis," kata Gus Robeth sambil menujuk ke arah seorang perempuan pakai baju putih yang duduk di atas pohon, kira-kira tinggi pohonnya sekitar 1,5 m jadi tidak terlalu tinggi.
Di karenakan gelap otomatis tidak jelas wajah perempuan itu.
"Mas Usup ng kene ae. Tirose Abah kan kang-kang ndak oleh ketemu mbak-mbak," kata Gus Robeth dengan nada menggemaskannya ala-ala anak umur 4 tahun.
"Siap laksanakan," kata Yusuf sambil bersikap hormat ala prajurit ketika di pimpin komandan.
"Tapi ampun dangu-dangu nggeh? Mengke di padosi ummi," tambah Yusuf .
"Oke sip!" Sambil mengacungkan jempolnya dan berlari menuju arah perempuan itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHLIGAI CINTA SANTRI NDALEM
RomansaYusuf Mahfudz santri abdi dalem yang populer diharuskan mengajar santri putri yang terdapat seorang gadis yang terkenal dengan banyaknya catatan kasus pelanggaran, Nadia Hasna. Sabarkah Yusuf menghadapi murid yang nyentrik itu? Padahal ia terkenal k...