Jari Anna ngetuk ngetuk di salah satu meja cabe merah. Matanya masih merhatiin Arta Hakim, pacar pertamanya.
"Kenapa balik lagi? Ada yang ketinggalan?" Tanya Anna masih dengan posisi yang sama.
"Jawaban lo, apa masih sama?"
"Gue udah punya Haㅡ"
"Iya tau. Jawaban gue digantungin ternyata untuk mastiin Haris bakal nembak lo apa engga gitu ya?"
"Bukan gitㅡ"
"Ok gue paham. Harusnya gue ingat kalau lo ga suka ngebaca ulang novel yang sudah selesaiㅡ"
Arta maksain senyumnya, Anna tau. Arta kali ini kecewa banget dengan dia, Anna juga tau.
"Gue doain Haris pilihan terakhir lo. Tapi kalau ternyata Haris juga ngecewain lo, apa gue boleh datang dan ketawa dihadapan lo?"
Anna naris dua sudut bibirnya, detik selanjutnya Anna ngangguk.
"Tahun depanㅡ"
Anna ngehela nafas pelan, entah kenapa rasanya sakit bertingkah seakan-akan tahun depan Anna pasti ga sejalan lagi dengan Haris
"ㅡgue pikir tahun depan lo bisa ketawa sepuas lo. Haris bukan pilihan terakhir, kita masih terlalu muda. Gue ga mikir sejauh itu. Tapi thanks untuk doanya."
"Lo mau main-main lagi?"
Anna ngegeleng.
"Love isn't a game ta, you should know this""You're a player"
"Gue bukan pemain. Gue ga mau main-main sama perasaan. Asal lo tau, patah hati itu rasanya ga logis sakitnya. Termasuk saat lo lebih ngebela sahabat lo yang senang playing victim waktu itu"
Sekali lagi, Anna adalah anak yang cengeng. Entah cengeng atau berhati lembut yang jelas air mata sering mengalir dari pelupuk matanya.
"Gue juga ga paham kenapa lo tiba-tiba baik banget sama gue lagi. Gue tau kita ngejalanin hubungan baru atas nama teman. Tapi teman mana yang pulang ngejemputin, weekend hang out bareng, gue les malam di anterin. Teman macam apa itu ta?"
"Makanya gue minta kesempatan sekali lagi sama lo, gue mau nyoba berubah"
"Sayangnya gue bukan kelinci percobaan. Maaf. Gue ga benci sama lo. Tapi tolong jangan ngelewatin garis yang udah kita tentukan di awal. Kita teman, ga lebih. Kenapa lo ga sama sahabat lo yang ngotot suka sama lo itu sih?"
Arta nepuk kepala Anna pelan.
"Gue cuma ngejagain dia karena keluarga kita dekat. Gue suka dia, tapi sebagai adik.""Kalau gitu jelasin ke dia, buat dia paham sama maksud lo. Jangan sampai nanti kalau lo punya pacar endingnya sama kaya gue. Ga ada orang yang mau dijadiin korban drama yang dia bikin."
Anna ngejauhkan tangan Arta dari kepalanya."Iya"
"Lo ga ngejauhin gue kan habis ini?" Tanya Arta sambil menyuap nasi gorengnya.
Anna ngegeleng. "Kan kita teman"
"Na, jangan diperjelas terus dong kalimat temannya. Sakit disini rasanya" Arta nunjuk bagian dadanya sambil ketawa.
"Haha apa sih, makan aja sana!"
"Lo ga makan?"
"Tadi sore habis dari mcd bareng Haris. Ini kita pulang ngebut ya? Mama udah ngechat di WA"
"Jam berapa itu ngechat nya? Orang udah bilang agak telat kok baliknya"
"Habis magrib sih. Ih ta, ini gue berasa pendosa tau"
"Kenapa?"
"Haris baru aja nganterin gue pulang, lo udah main jemput aja"
"Lo ga bilang mau jalan sama gue?"
"Lo mau mati hah? Tadi sore tuh gue cekcok sama dia. Ya masa habis ribut gue langsung minta izin keluar bareng lo?"
"Perlu gue dm nih si Haris? Izin bawa kabur ceweknya"
Anna ngedecak kesal.
"Urusin aja hati lo yang lagi jadi seribu kepingan. Baru ngerecokin hidup gue"Arta menganga, sok-sok kaget dengan kalimat tajam yang meluncur dari mulutnya Anna.
"Lo SMA udah ga terlalu bar-bar sih, tapi mulut lo makin tajem"
"Biarin, biar orang kalo mau ngehujat gue mikir"
"Lo ga bakal dihujat, tapi diomongin dibelakang"
"Ya ga papa, selama gue ga dengar ga masalah"
Arta naroh sendok sama garpunya. Matanya masih menatap perempuan yang pernah duduk di singgasana hatinya.
"Na, jangan terlalu keras dengan diri sendiri. Sesekali jadi pengecut ga papa."
"Hah?"
"Lo berhak bahagia,
jangan pura-pura bahagia"Visualisasi
|Arta Hakim
KAMU SEDANG MEMBACA
save me, save you ;Taeyong-Jisoo
FanfictionI'm losing my patience all in your half apologies