"Saya memang menghormati ayah saya, tapi aku mencintai ibuku"
Eza menepikan motornya ketika merasakan handphone disaku nya bergetar. Ia melihat nomer tak dikenal yang tertera di layar ponsel miliknya."Halo? Siapa?" Tanya nya to the point.
Terdengar suara sahutan disana.
"Udah gitu doang? Gue lagi nyetir bego, ganggu aja lo dasar!" jawabnya ketus. Ia langsung memutuskan sambungan telepon secara sepihak tanpa memikirkan orang yang menelepon di seberang sana.
Ternyata telepon dari sahabat gilanya, yaitu Iyan. Dia sengaja menelpon Eza karena ingin pamer nomor baru. Pinter!
Eza kembali memasang helm dan melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda.
⚖️⚖️⚖️
"Udah pulang ja?" Eza turun dari motor melihat mamahnya sedang menyiram bunga kesayanganya.
"Kelihatannya?"
"Kamu ini ditanya malah jawabnya begitu," Mamahnya menyemprotkan selang ke arah Eza.
"Hehehe iya mah, udah ah basah nanti baju eza." Ia tertawa sambil melompat mundur.
"Eza masuk dulu ya mah." ijinnya kemudian diangguki oleh sang mama.
Langkahnya terhenti ketika melihat tuan Bram Adhitama, Papa Eza. Sedang membaca koran sambil menyeruput kopi. Eza heran sendiri dengan tingkah papanya yang katanya sarjana itu.
"Pa?"
"Hmm.." Tuan Bram menyahut dengan santai.
"Pa, yang bener aja.. Masa itu korannya kebalik. Emang dengan posisi kaya gitu, papa bisa baca?" Tanya Eza sambil menunjuk koran tersebut. Sementara yang ditanya tidak menyahut.
Sedetik kemudian papanya melipat koran itu sambil melihat Eza.
"Netizen bisanya komen terus, heran papa." protes tuan Bram sambil geleng-geleng kepala.
Eza menganga mendengar ucapan papanya itu. Jadi siapa yang heran?
"Netijen maha benar pa" ia malas berdebat tidak penting dengan papanya. Yang ada Eza malah tambah pinter! Ia masuk kedalam rumah tanpa pamit kepada tuan Bram.
Sementara Ambar, mama Eza. Hanya bisa tertawa melihat aksi antara suami dan anak sulungnya.
Ada-ada saja.
⚖️⚖️⚖️
Raina berjongkok mengganti papan harga untuk produk terbaru di minimarket nya.
"Yeahh.. akhirnya bulan ini kita tidak kehilangan sepeserpun dari kerugian mini market!!" ujarnya sangat senang. Raina tersenyum sumringah karena upahnya bulan ini akan turun.
"Seneng banget mbak-nya.." Ulfa mengeledek sambil menyembulkan kepalanya disamping rak minimarket.
"Alhamdulillah cita-cita ganti handphone bisa tercapai!" Raina sangat bahagia karena satu persatu keinginan nya bisa terlaksana.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNFAIR
Teen Fiction(On Going) Karena disini, keadilan dipermainkan. Raina Adhyaksa adalah siswa SMA kelas 12. Ia hidup seorang diri. Ibunya meninggal saat ia dilahirkan. Jangan tanyakan ayahnya kemana? Ayahnya meninggal karena dituduh sebagai pembunuh pada tahun 201...