"ASTAGA!"
Vina. Gadis itu kini tengah terduduk lemas di depan pintu dengan setumpuk sampah yang menindih tubuhnya, ia terkejut saat melihat seorang lelaki yang mendadak berdiri di hadapannya saat ini.
"Aduh ... maaf Vin maaf, gue nggak sengaja ... sini gue bantu."
Vina menggeleng dan segera bangkit. Siapa lelaki di hadapannya ini? Kenapa wajahnya sangat asing? Dan kenapa lelaki itu mengenalnya? Vina benar-benar bingung sekarang, mendadak berbagai pertanyaan tertumpuk di otaknya.
"Lo siapa?"
Cowok itu tersenyum dan mengulurkan tangan. "Gue Fandi ... lo gak inget?" Vina terdiam mencoba menelusuri ingatan di masa lalunya. Seingatnya, dia tidak pernah memiliki teman bernama Fandi, kecuali ....
"FANDI KAKAK KELAS YANG PERNAH NIMPUK GUE PAKEK BOLA BASKET?!"
"Hehe ... nggak sengaja kali Vin, lagian gue juga udah minta maaf kan?" Jika mengingat masa itu, rasanya Vina ingin memotong-motong tubuh Fandi hingga tak terbentuk. Bagaimana tidak? Dia yang sedang menerapkan mode kalem adem ayem tiba-tiba saja terkena lemparan bola basket tepat di kepalanya hingga ia menghantam tembok dan terjatuh. Benar-benar sial.
"Terus? Lo mau ngapain di sini? Minta maaf lagi? Udah gue maafin."
"Bukan, Vin, bukan ... gue ke sini mau ngajakin lo jalan, ini kan malam Minggu."
Kerutan kecil tercipta di dahi Vina, ia tidak salah dengar kan? Masalahnya ini pertama kalinya gadis itu diajak jalan saat malam Minggu. Biasanya ia tidak pernah keluar rumah saat malam Minggu, paling-paling keliling kompleks, itu pun hanya dengan ketiga sahabatnya. "Kok gue?"
Fandi tak menjawab dan memilih memunguti sampah di bawahnya. Melihat apa yang dilakukan Fandi, Vina pun ikut membungkuk dan membantu Fandi memunguti sampah. "Udah selasai, ayok ...."
"Eh bentar dulu, gue ambil sandal."
Fandi menunduk melihat kaki Vina yang menapak tanpa alas, ia pun terkekeh dan mengangguk membiarkan gadis itu berlari ke dalam rumah untuk mengambil sandalnya. Sambil menunggu Vina, Fandi menyempatkan diri untuk tersenyum dan membayangkan hidupnya ke depan bersama gadis itu.
Yah, Fandi memang memiliki perasaan lebih terhadap Vina sejak pertama kali gadis itu masuk SMA, namun ia belum berani saja untuk mengatakannya.
"Nggak jadi aja deh, ya?"
Fandi menoleh karena terkejut, sejak kapan Vina berada di sampingnya? "Kok nggak jadi?"
"Ya abisnya lo, gue panggilin dari tadi kagak dijawab."
Fandi terkekeh menanggapinya. Apa dia terlihat seperti orang gila saat ini? Biarkan saja, Fandi memang sudah gila, gila karena gadis cantik yang berdiri di hadapannya itu.
Setelah puas dengan aksi saling diamnya, Fandi pun mengajak Vina mendekat ke arah di mana motornya terparkir dan memberikan helm kepada Vina agar dipakai oleh gadis itu. "Lupa Vin."
"Apa?"
"Belum pamit ke calon mertua." Vina spontan menggeplak kepala Fandi yang belum memakai helm. Pipinya mendadak panas dan senyumnya tiba-tiba saja terbit tanpa disuruh. Oh ayolah, lelaki di hadapannya saat ini adalah lelaki yang memang dulu pernah menarik perhatian Vina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekutu Garis Keras (Sudah Terbit) PART BELUM DIHAPUS 🥰
RandomSahabat itu penting, di saat keluarga tidak menyisakan ruang sahabatlah yang pertama kali memberi peluang. Mereka merengkuh ketika rapuh, menopang ketika tumbang, dan menemani ketika sendiri. Tapi bagaimana jika salah satu dari mereka pergi tanpa pa...