Awal dari Cerita kita

41 2 0
                                    

Cowok itu membuang sisa puntung rokoknya ke tanah basah di sebuah pemakaman.
Dari jarak sejauh ini, matanya mengawasi benda mengkilat berwarna keemasan yang melingkar di tangan kanan seorang gadis. Tentu saja, Samuel mengincar benda itu. Kalau dia bisa mendapatkannya, malam ini ia bisa makan enak lagi.

Emil mengusap sisa air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Hari sudah gelap dan dress hitam berbahan tipis yang ia kenakan sudah terlebih dulu basah karena hujan. Emil masih benci dengan hal ini, kenapa selama dia study di Belanda, tidak ada satupun orang yang memberitahu jika Papa meninggal. Why?.
Emil beranjak, kedua tangannya disilangkan menutupi bahu. Meminimalisir dinginnya angin malam menembus kulit.
Emil ingin pulang, tapi entah, tidak kerumah.

Gadis itu sudah berdiri didepan gerbang. Menanti kendaraan apapun yang akan lewat. Dalam waktu yang sudah di perkirakan, Samuel berhasil merebut gelang milik gadis itu dengan begitu mudahnya.
Samuel tersenyum lebar, ia berbalik menatap gadis yang tampak sangat jelas sekali syok.

"Copet!!!!" Teriak Emil. Entah dapat kekuatan dari mana, Emil langsung berlari. "Copet!! Balikin barang gue Sialan!!"

Secepat mungkin Samuel berlari. Untung saja, tidak ada massa.
Sialan tuh cewek, larinya kenceng juga!

Ya, Tuhan, mana nggak ada orang lagi yang bantuin gue. Batin Emil.
Keringat bercucuran dari pelipisnya. Sekuat tenaga ia masih berlari, mengikuti si Preman sialan itu berbelok dan masuk ke gang gang kecil.
Jangan jangan dia mau ke daerah komplotannya? Terus dia mau kerahin teman-temannya yang juga preman buat ngepung gue? Aduh, kalo gue di apa-apain gimana? Tapi, gue harus tetap bisa dapatin gelang itu lagi.

Mila lelah sekali. Dia duduk di Sofa ruang tamu sembari membuka sepatu converse lusuh kesukaannya itu.

Mama terburu-buru turun dari lantai dua begitu gadis itu terlihat batang hidungnya di rumah.
"Gimana, kamu berhasil ketemu Emil?" Tanya Mama langsung.

"Emil kan masih di-" ucapannya terpotong saat ia sadar tadi siang saudara kembarnya itu menelepon minta dijemput di bandara.
"Aku lupa lagi Ma. Emil udah di rumah?" Mila berdiri pandangannya menyapu seisi ruangan.

"Kamu ini!" Tegur mamanya.
"Main aja sibuknya. Emil tadi sudah kerumah tapi buru buru pergi begitu tahu Papa meninggal. Siapa yang kasih tahu? Kamu?"

"Iih enggak,lah!" Bantah Mila. Jelas ia tidak mau di tuduh seperti itu. "Lagian Mila juga baru kelar kuliahnya, nggak main kok!" Sewot Mila.
Giliran yang jelek jelek aja gue yang di kira. Imbuhnya dalam hati.

"Ya sudah, kamu masuk. Mama nggak mau kamu keluyuran malam malam lagi," titah Mama yang tidak bisa di bantah.

Sambil menenteng sepatu kotor, Mila beranjak naik ke kamarnya yang berada di lantai atas.

Pelarian Samuel hampir membuahkan hasil ketika dia sudah hampir sampai di rumahnya. Upss, Kandangnya.
Dia menoleh kebelakang, memastikan. Ternyata, gadis itu masih mengejarnya sampai kesini. Kuat juga ternyata.
Samuel memelankan larinya begitu ia sudah mencapai pintu. Sepersekian sekon kemudian dia mendengar racauan orang-orang dari dalam bangunan itu.

"Shit! Mereka teler." Dengusnya. Samuel memutar otak kepalanya. Kalau sampai gadis itu berani masuk ke gedung ini dan mereka melihat gadis itu- dengan paras yang begitu menawan juga pakaian yang terlalu minim- dia akan jadi Bahan Pesta dan Samuel tidak bisa memastikan apakah gadis itu masih hidup besok.

Samuel menghela napas. Lelaki itu berbalik dan melangkah lagi ke jalan setapak yang hanya diberi penerangan sebuah lampu neon.

Tepat beberapa detik kemudian, Samuel berhasil menangkap gadis itu dan membawanya ke tempat yang lebih gelap dan sepi.

Heartbeat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang