Satu.

0 0 0
                                    

New York. Amerika

Di sebuah ruang yang bernuansah mewah dengan dominasi warna hitam, putih dan coklat tua.

Berdiri seorang pria tampan menatap kosong keluar jendela.

Tangan kanannya memegang gelas berisikan wine.

Sambil menyesap winenya dia menghela nafas  berat dan panjang.

Seakan berharap beban yang selama ini ada di pundaknya hilang bersama helaan nafasnya.

Waktu telah berlalu.

Tapi rasa itu masih sama seperti waktu itu.

.

Saat dia meninggal gadis itu.

.

Seakan waktu berhenti. Terjebak dalam lubang penyesalan dan tak tahu sampai kapan.

Pria itu.

Pria berdarah asli indonesia.

Berbekal beasiswa dan kerja paruh waktu mempertaruhkan hidupnya di negeri orang.

Tak sengaja menyelamatkan korban bullying, hingga terikat ikatan pertemanan dengannya dan saat korban bullying itu mendapatkan harta warisan yang tak seberapa. Dengan nekat kedua orang itu mempertaruhkan nasib.

Benar kata orang.

Kerja keras dan tekat takan pernah menghianati. Hingga di sinilah sekarang pria itu berada.

Di salah satu gedung pencakar langit yang terletak di kota new York.

Tok..tok..tok...

Ketukan pintu menyadarkan pamunan pria itu.

"Masuk".

Setelah pria itu berkata. Pintu pun terbuka menampakkan sesosok pria yang dulu sering di bully itu.

Dengan senyum tanpa dosanya dia melangkah mendekati pria yang sendari tadi berdiri di dekat jendela masih dengan memegang gelas berisikan wine di tanggan kanannya sedangkan tangan kirinya dia masukkan pada saku celana.

"Ready to party tonight". Ucap Brian bersemangat.

"Tidak... Lain kali saja". Jawaban datar datang dari pria tersebut.

"Oh... Ayolah axcel... Sampai kapan kau mau terus seperti ini". Ucap Brian frustasi.

"Entah".

"Ini sudah 10 tahun berlalu"

"Hmmm...".

Pria yang di panggil Axcel oleh Brian itu nampak berfikir.

"Sepertinya aku harus kembali ke indonesia untuk memantapkan hati ku".

"Yeaaah... Sepertinya itu ide yang bagus".

Axcel membalikkan tubuhnya melihat brian sekilas.

Senyum tipis terlihat di bibirnya sebelum dia kembali membalikkan badan kembali menatap jendela.

"Sekalian kau tinjau cabang yang ada di surabaya. Ok".

Axcel menghela nafas panjang.

"Ok.".



Maaf singkat.

Lembar KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang