"Cinta awalnya timbul sebagai suatu perasaan, tetapi untuk melanjutkan adalah sebuah pilihan. Dan aku memutuskan untuk memilihmu, lagi dan lagi setiap harinya."
-Justin Wetch
∞
Kyna menarik kopernya, untuk kesekian kalinya, ia datang mengunjungi Elysia. Sudah tiga tahun berlalu sejak mereka mengambil keputusan bersama. Merangkai sebuah janji masa depan yang masih mereka pegang teguh hingga hari ini.
Wanita yang kini telah berusia dua puluh delapan tahun itu, masih bertahan pada hubungan yang ia pilih. Kyna masih menolak untuk mengambil pilihan aman yang Elysia pertaruhkan padanya.
Kyna mengetuk pintu apartemen Elysia berkali-kali, menghela napas saat tak ada jawaban dari sana. "Pasti masih di kantor," guman Kyna. Kemudian ia duduk di depan pintu, bersandar pada tipisnya pintu kayu yang dingin.
Malam ini begitu gelap, dipenuhi oleh awan mendung. Sama seperti malam tiga tahun yang lalu ketika Elysia mengantarkan Kyna ke bandara. Pikiran wanita itu jatuh dalam kepingan kenangan, mengingat kembali akan dua pilihan yang Elysia tawarkan padanya saat setuju untuk kembali menjalin hubungan.
"Kyna, aku tahu kalau kemarin aku bilang kalau kamu bisa menyebutku pacarmu sebagai ganti akses penuh untuk mengendalikan dirimu, tapi aku ingin kamu paham bahwa itu hanya salah satu pilihan yang bisa kamu jalani. Misalnya, suatu saat, ketika akhirnya salah satu dari kita kehilangan keteguhan dan ingin memiliki keluarga, aku ingin kita putus secara baik-baik."
Kyna masih ingat akan kata-kata menyakitkan itu, setelah sehari sebelumnya mereka saling mengutarakan keinginan masing-masing. Ketika mereka bahkan memiliki mimpi yang sama, keinginan untuk menghabiskan masa tua bersama, Elysia dengan teganya mengatakan kata-kata terlalu realistis.
Kyna bahkan masih bisa ingat pertengkaran kecil setelahnya, tapi tetap saja, Kyna tak tahu bagaimana harus menyerah saat ia tahu benar bahwa hati Elysia masih memeluk hatinya.
"Kyna, aku sudah bilang berkali-kali. Jangan datang tiba-tiba ke sini!" jerit Elysia, memecah lamunan Kyna.
"Namanya juga surprise." Senyuman di wajah Kyna merekah, ia segera melompat memeluk wanita yang sangat ia rindukan itu. Kyna meraup wajah Elysia, menatap matanya penuh kerinduan.
"Sudah satu tahun, aku kangen," rengek Kyna, memeluk Elysia lebih erat.
"Tahun ini masih tak berubah ya, masih belum mau menikah? Rahim itu punya tanggal expired tahu. Kalau kamu sudah masuk umur tiga puluhan, sudah terlambat saat ingin memiliki suami dan anak."
Namun, ketika kata-kata itu meluncur dari mulut kekasihnya, Kyna mendorong Elysia dengan wajah yang marah. "Maaf saja! sampai sekarang aku belum berubah pikiran. Pernikahan itu bahkan tak pernah terbersit di pikiran aku. Pacar macam apa yang ngomong begitu tiap kali bertemu." Pilihan Kyna masih sama, ia memilih Elysia. Bukan calon keluarga baru yang belum tentu bisa membuatnya merasa bahagia.
Kyna tak akan memilih pilihan mudah hanya demi sebuah jaminan masa tua. Kyna lebih memilih bekerja keras, mengumpulkan uang dan berinvestasi untuk mempersiapkan masa tua bersama Elysia alih-alih memikirkan masa tua yang tenang dikelilingi oleh anak dan cucu yang akan menjaganya.
"Sorry," Elysia meminta maaf, menarik Kyna ke dalam pelukannya, "Ayo masuk, di sini dingin." kemudian menuntun pacarnya itu masuk ke dalam.
Elysia bukannya ingin terus berkata seperti itu tiap kali Kyna datang, atau tiap kali ia mengunjungi Kyna. Elysia hanya takut Kyna menyesal sudah memilihnya, Elysia hanya sulit untuk mempercayai kebahagian bagai mimpi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold My Heart [END]
RomanceKyna dan Elysia telah menjalin hubungan jarak jauh selama tiga tahun belakangan. Awalnya semua terasa mudah. Namun, setelah menjalani hari-hari yang sulit, keraguan Elysia pada hubungan mereka semakin membesar. Elysia memulai dengan membuat sebuah...