20

3.6K 75 2
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam, Elaine pun sudah tak lagi sesibuk tadi siang. Ia hanya mengurus ruangan yang tengah berisi 10 gadis -termasuk Elaine- serta 1 pria. Elaine duduk sambil meletakkan kepalanya di bahu Andela. "Kamu pulang aja" Pinta Elaine sambil melirik Andela. Andela menghela napas pelan. "Iya iya. Maksa mulu deh. Bikin curiga"

"Engga kok aku gak bakal ngapa ngapain sama Anin"

"Malah ngomong begitu. Ya aku makin curiga" Cibir Andela yang sukses membuat Elaine terkekeh. "Tetep pulang?"

"Iya. Aku besok juga udah mulai kuliah lagi" Andela meraih tas kecilnya. "Shan, balik?" Shani mengangguk sambil menarik tangan Gracia. "Kita balik dulu ya"

"Ati ati"

Setelah kepergian Andela, Gracia dan Shani. Elaine melirik kearah Anin yang tengah tertidur disisi lain sofa ini. Kepalanya bersandar pada kepala Yuriva yang bersandar di bahu Anin. Setelah itu ia melirik ke arah Nanda yang tengah bermain ponsel cukup jauh darinya.

Elaine berjalan keluar, matanya menangkap Michelle yang duduk di kursi balkon ini. Balkon di tempat ini cukup besar bahkan bisa 10 orang bisa berdiri tidak terlalu berdesakan disini. "Hei" Michelle tersenyum kemudian meluruskan kakinya, ia bersandar tenang. "Mikirin apa?"

"Boby"

"Siapa lagi?" Michelle terdiam. Ia mendesah pelan. "Tentu saja. Anin"

"Waktu Ci Ilen nikah sama Andela apa ada kendala?"

"Kendala kami cuma aturan negara. Ya walaupun disini tetep aja terjerat tapi setidaknya tidak akan seburuk di Indonesia" Elaine ikut duduk di kursi yang lain. "Yah aku sedikit beruntung karena tidak ada masalah dengan keluargaku. Bahkan mereka seakan akan tidak memperdulikan apa yang aku lakukan"

"Adik? Kakak?"

Elaine menggeleng. "Adik dan Kakakku meninggal bersamaan 8 tahun lalu. Kecelakaan"

"Dan 2 tahun sesudahnya kedua orang tuaku cerai. Aku ikut dengan ayahku. Awalnya semua terasa baik tapi saat Ayahku mulai menemukan ibu baru untukku. Aku pergi dari Rumah dan bertemu Andela"

"Yahh akhirnya aku dapat beasiswa dan pergi ke jepang. Sebagian uang hasil beasiswaku kugunakan untuk membantu kuliah Andela di Jepang juga"

"Bagaimana denganmu?"

"Ahh mereka selalu menghalangiku. Bahkan saat mereka tau aku hamil anak Boby yang belum resmi menjadi Suamiku pun mereka senang dan mengatakan setidaknya kamu tidak akan bersama gadis itu lagi. Kata kata itu sungguh menyakitkan kan? Aku berpikir untuk pergi ke Eropa menikah dengan Anin. Tapi apa yang harus aku katakan ketika anak ini lahir?" Elaine diam, permasalahan Michelle rupanya begitu complicated.

Michelle menghela napas pelan. "Ci Ilen mau jaga?" Elaine menggeleng. "Aku harus tetep fit buat besok. Tapi jam 3 atau 4 nanti kamu bisa bangunin aku kok" Elaine tersenyum kemudian bangkit bersama Michelle yang merasa sangat dingin. Setelah menutup pintu Elaine duduk di samping Anin. Menyelimut Anin dan Yuri, lalu mulai memejamkan matanya. Selang beberapa menit ia merasakan sesuatu menyelimutinya. Ia tersenyum hangat. Michelle yang melakukan itu mulai berjalan menghampiri Nanda untuk menemani malam yang akan terasa panjang.

******

Gracia tertidur di bahu Shani yang masih terjaga agar kejadian dulu saat mereka tertidur dan membuat mereka harus berganti kereta tak terulang lagi. Sementara itu Andela melirik kedua gadis itu. "Shan"

"Ya Ndel?"

"Kalian cocok" Ia tersenyum. "Cuma 1 aja"

"Apa?"

"Dia ga muasin lu ya?" Seketika itu juga Andela merasakan cubitan yang sangat kuat tapi Shani berhasil meredam teriakan Andela dengan tangannya. Shani mendelik kesal. "Ngawur kamu"

"Sakit hehh, tapi gw bener kan? Kalo lu puas gaperlu deh ngejadiin gw sama Ilen korban"

"Justru karena gw puas makanya gw jadi haus banget. Dan ditinggal lama itu bikin gw ga tahan" Shani terkekeh. "Kesannya gw hyper banget ya"

"Kenapa gak ngajak cowo?"

"Ntar gw hamil. Repot. Gracia maunya kita ngangkat anak, bukan gw ngandung anak"

"Wah sayang banget sih cewek cantik ga ada keturunan" Andela terkekeh. Tentunya itu membuat Shani kesal. "Lu berdua juga. Jangan ngejek gw kalo emang kehidupan kita sama" Shani berdecak mengejek Andela. "Gw nginep ya. Bosen gw sendirian di apart" Shani memutar bola matanya malas. "Hadeh ngeganggu gw aja lu Ndel"

"Kan bisa bertiga"

"Ngawur!"

"Hahahaa"

******

Lala mendorong kursi roda membawa Amel untuk  merasakan udara pagi. Sejak Amel dinyatakan sudah dapat keluar dari ruangan, Lala selalu mengajak Amel untuk keluar menghirup udara pagi. "Dingin. Peluk" Pinta Amel yang membuat Lala terkekeh. "Nih meluk jaket aja"

Amel merengut kesal. "Gw belom mandi 3 hari, ga enak banget"

Lala terdiam. "M-Mandi?"

"Lu yang mandiin ya, Nanda gaada" Lala meneguk ludahnya. "Nggg-Aku minta suster aja ya" Amel berdecak. "Kenapa ga kamu aja sih" Wajah Lala memerah, Amel tertawa terbahak bahak. "Lemah banget lu La. Gw mau mandi sendiri. Tolong siapin air ya"

Lala mengangguk dan segera mendorong kursi roda milik Amel untuk membawanya kembali ke kamar. "Tapi gw beneran pengen dimandiin"

"GAAAAA!!!!!"

******

Keesokan paginya. Elaine sudah kembali dengan jas dokternya dan berjalan mondar mandir mengecek kesehatan tiap pasiennya. Nanda dan Michelle sama sama tengah tertidur pulas di sofa panjang itu. Yuri sibuk memakan sarapannya sambil sesekali mengecek ponselnya. Anin? Ia tengah duduk di balkon melihat ke arah luar. Udara pagi ini sebenernya cukup dingin untuk gadis yang hanya mengenakan kaos tipis hitam dengan tulisan winner winner chicken dinner di belakangnya.

Anin akhirnya menyerah dan memilih untuk masuk. "Yur. Gimana di Bandung?"

"Yah lumayan sih kak, udah jadi Brand Ambassador di Team Esport" "

"Wih mantep donk"

"Hehe iya lumayan kak"

"Lintang gimana?" Yuri menggeleng. "Gak tau Ka. Dia pergi setelah beberapa hari kita di Bandung. Ga pernah ketemu lagi. Semua kontak dia udah ga bisa dihubungin"

"Ah untung ya lu udah ketemu mereka" Yuri mengangguk dan menatap ketiga teman barunya. "Mereka siapa Yur?"

"Erika temen baik aku Ka, trus Eril adeknya Eve.. Ip mana-" Pintu terbuka, Eve pun masuk dan duduk di samping Nanda. "Nanda?"

"Ah dia temen deketnya Erika. Dan kakak tau. Ada satu hal yang bikin aku kaget banget"

"Apa?"

"Fadly"

"Kenapa?"

"Fadly yang merkosa aku itu.. Pacar Nanda.."

Tbc.

Trip 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang