Hari ke tiga ratus enam puluh lima telah berlalu. Tepat satu tahun lalu pada musim gugur sepasang sahabat mengucapkan janji dan salam perpisahan.
Musim gugur kini telah kembali, dedaunan kuning kecokelatan berjatuhan dari ranting pohon. Angin-angin kecil berhembus menerpa tubuh pemuda manis bernama Na Jaemin, kini dirinya sedang duduk diatas rerumputan hijau berhiaskan dedaunan yang berjatuhan.
Kulitnya tampak bercahaya diterpa sinar matahari yang terang pada siang hari. Pemuda itu menenggelamkan wajahnya didalam kedua lipatan tangan yang kini bertumpu diatas kedua lututnya.
Sudah hampir dua jam Jaemin berada disini. Menunggu sebuah ketidakpastian seseorang yang satu tahun lalu berjanji akan kembali. Jaemin mengangkat kepalanya; kini pandangannya tertuju pada sebuah pohon ceri yang tidak terlalu tinggi. Di tengah batangnya terdapat sebuah ukiran gambar hati dan dua buah nama yang diukir dengan sebilah pisau tajam.
Jaemin tersenyum sendu, lalu pandangannya pun beralih pada langit biru yang ditemani cahaya matahari cerah. Awan-awan tebal bergerak mengelilinginya. Burung-burung kecil pun terbang beriringan menyusuri langit.
Seragam putih abu-abunya sudah terlihat kusam akibat terkena tanah. Jaemin tidak peduli-ia melepaskan dasi sekolahnya yang terpasang dilehernya, yang membuat dirinya merasa seperti tercekik. Lalu segera ia buang ke sembarang arah.
Saat ini tatapan matanya terlihat kosong, airmata pun sudah tergenang dipelupuk matanya. Sesaat kemudian, ia meraih buku diary kecil serta pena miliknya. Lalu, ia mulai merangkai sebuah kalimat pada selembar kertas yang ia sobek dari buku diary itu.
Pemuda itu menghela nafas berat, ia membaca ulang tulisan yang ditulisnya barusan. Setelah itu, ia mengambil amplop berwarna hijau muda yang ujungnya sudah dilubangi dan diberi tali dan tidak lupa juga surat itu dimasukkan kedalam amplop.
Jaemin segera beranjak dari duduknya dan melangkah ragu ke arah pohon ceri. Puluhan amplop dengan bermacan warna terlihat menghiasi ranting-ranting pohon ceri tersebut yang hanya ditumbuhi beberapa helai daun.
Tangannya bergerak mengikat amplop hijau muda itu pada salah satu ranting yang kosong. Amplop berwarna-warni yang tergantung disana berisikan harapannya. Harapan yang selalu sama tiap harinya.
"Aku harap kita dapat segera bertemu kembali, Lee Jeno. Satu tahun yang lalu kita berdua berpisah ditempat ini, dan saat itu juga kamu berucap janji akan menemuiku lagi disini, maka tepatilah janjimu itu." Ia bergumam pelan.
Dirinya kembali menatap ke arah langit berwarna biru muda, tampak lebih indah ketika berhiaskan gumpalan-gumpalan awan yang berbentuk seperti permen kapas berwarna putih.
Jaemin kembali duduk, hanya keheningan yang menemaninya saat. Angin berhembus lumayan kencang sehingga rambut berwarna coklatnya itu berterbangan.
Sebentar lagi ia akan resmi lulus dan merubah statusnya menjadi seorang mahasiswa. Seragam putih abu-abunya akan segera dilepasnya. Lagi-lagi Jaemin menghela nafas berat. Ia melirik ke arah jam tangan digital berwarna biru muda yang melingkar dipergelangan tangan kanannya. Ternyata sudah pukul 17.00 sore.
Tiga puluh menit lagi akan tiba, waktu dimana ia berpisah dengan Jeno di tempat ini. Jaemin bersenandung kecil dan menyanyikan lagu yang ia ciptakan bersama Jeno satu tahun lalu, persis ditempat indah ini-yaitu bukit belakang sekolah.
Ingatannya kembali berputar ke masa lalu, saat dulu setiap pulang sekolah mereka akan pergi ke bukit belakang sekolah ini. Jeno akan membawa gitar kesayangannya, sedangkan Jaemin membawa biola berwarna putih miliknya.
Jeno akan menyanyikan lagu-lagu favoritnya, lalu sebagai penutup Jaemin akan membawakan sebuah lagu klasik yang tak kalah indah yang biasa dimainkannya saat musim gugur.
KAMU SEDANG MEMBACA
365 days.《Nomin✔》
Fanfiction[ One shoot ] "Aku berjanji akan menemuimu lagi tepat pada waktu ini; 17.30 sore dan kita akan bertemu lagi ditempat ini. Maka tunggulah aku, Na Jaemin!" - Lee Jeno • BXB, YAOI, GAY content • If you don't like my story, please go away!! Homophobic ✖️