18|Manner

541 108 31
                                    

"Kamu marah sama aku?"

Anna melirik Haris sekilas, natap aja rasanya Anna malas. Anna tau maksud Haris bercanda, tapi Haris salah waktu. Harusnya dia bisa mengondisikan kapan harus serius dan kapan harus bercanda.

"Iya" jawab Anna tanpa ekspresi. Bukan hal yang aneh, ini normal kalau Anna ngobrol dengan anak laki-laki dikelasnya.

Haris narik kursi Bona, duduk disebelah Anna. Bona sendiri dari awal Haris natap Anna terus sudah melarikan diri ke perpustakaan, mending ngadem disana daripada ikut kena bakar api kemarahan Anna menurutnya.

Bona tau Anna berada didalam tingkatan dangerous. Ini bukan bagian Bona, makanya dia lebih milih pergi dan ngasih ruang untuk Anna sama Haris.

"Karena aku ketawa?"

Anna ngelirik tajam Haris, nada Haris seakan-akan protes 'serius marah itu doang? Ketawa itu aja?'
Ingat. Anna punya  khawatir yang berlebih, pikiran yang negatif dan  ditahap ini Anna ga bisa diajak kompromi sama sekali.

Pilihan nada Haris salah.

Bona nepuk jidatnya, dia balik lagi ke depan kelas. Takut Anna tiba-tiba ngebantingin meja dikelas. Bona cukup mengamati dari luar kelas, duduk di bangku panjang yang ada di koridor.

"Iya" Berhadapan dengan Anna versi begini ga bakal nyelesaikan masalah.

Kalau Haris ga salah pilih nada ngomong tadi mungkin Anna ga se-mendidih ini. Karena dalam pikiran Anna adalah 'Haris udah salah bukannya minta maaf malah ngeremehin'.

"Kamu tau gak, ngumpulin keberanian buat cerita ke orang lain itu ga segampang ngehitung fraksi mol yang biasa kamu kerjain."

"Karena aku ekstrovert bukan berarti aku bisa dengan gampang percaya orang. Ekstrovert terbuka  dalam pergaulan, bukan dalam segala hal."

"Cukup ngebayangin kamu ketawa disaat aku lagi diujung tanduk emosi ku, aku sudah ngerasain kecewa segitu besarnya."

"Aku ga masalah kamu ga mau terbuka sama aku, aku nyoba sabar karena kamu orang yang tertutup. Aku nyoba sabar disaat aku marah kamu malah googling 'gimana caranya ngeredakan emosi perempuan' aku paham kamu cari referensi tapiㅡ"

"Hhhh... terserah lah ris."

"Maaf, aku minta maaf"

"Ris, dengan aku sebagai pacar pertama kamu bukan berarti kamu bisa berlindung di balik kalimat 'maaf aku ga tau karena kamu yang pertama' terus. Masalah pertama kali pacaran dengan manner ga ada hubungannya. Kamu tau kan seberapa gak sopan nya kamu ketawa disaat orang serius?"

Anna narik tisunya dari laci. Anna berusaha ngontrol suaranya supaya ga narik perhatian kelas.

"Hahaha, jadi kantin gak?"

Anna narik sudut bibirnya keatas dan melayangkan pertanyaan random tiba-tiba.

"Hah?"

"Ayo ke kantin, Arif ngeliatin kita"
Bisik Anna pelan.

Haris ngalah, dia lebih milih ngikuti Anna daripada berakhir ribut disini. Haris ga suka jadi pusat perhatian.

"Ga ada yang mau disampaikan?"
Tanya Anna ke Haris. Koridor ramai, guru-guru lagi rapat makanya jamkos.

"Ga ada pembelaan diri?"

"Ga, emang aku yang salah"

Anna ngelirik Haris sekilas kemudian ngehela nafas pelan. Kepalanya masih pusing.

"Kalau kamu ngerasa omongan ku bertentangan dengan prinsip mu, bilang. Jangan terlalu pasrah"

"Aku ga pasrah, emang salah mau digimanain?"

"Pas awal-awal jadian kamu bilang apa?"
Anna nguji ingatan Haris, apa bagi Haris kalimat yang dilontarkannya waktu itu serius atau cuma pemanis belaka.

"Yang mana?"

Anna tersenyum seadanya.

"Ayo kita sama-sama belajar memperbaiki diri"

"Ah yang itu"

"Lupa ya?"

"Engga"

Hening. Anna ga suka situasi begini. Anna ga suka marah-marah sama Haris. Anna ga mau mojokin Haris begini. Tapi apa Anna Harus nutup mata dan telinga kalau Haris ada diluar batasannya?

"Tolong jangan buat rasa cinta berubah jadi rasa benci. Ris, ingat dunia bisa selucu itu."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
save me, save you ;Taeyong-JisooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang